Olimpiade Tokyo
Olimpiade Jepang dan Politik Kotor Sosialis dan Komunis Mulai Menjatuhkan Koalisi
Pesta olahraga raksasa dunia itu adalah acara besar dan bergengsi Jepang yang mungkin akan jadi terakhir kalinya setelah Olimpiade Tokyo tahun 1964.
Editor:
Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo Jepang mulai digoyang politik kotor sosialis dan komunis Jepang. Mengambil kesempatan dalam kesempitan yang ada untuk menggulingkan Partai Liberal Demokratik (LDP) yang berkuasa saat ini.
Pesta olahraga raksasa dunia itu adalah acara besar dan bergengsi Jepang yang mungkin akan jadi terakhir kalinya setelah Olimpiade Tokyo tahun 1964.
Namun situasi kondisi tahun 2021 ini memang jauh berbeda dengan masa lalu.
"Selain perubahan zaman antara 1964 sampai dengan 2021, yang paling parah adalah pandemi corona yang dialami dunia dan hal ini menjadi bahan pemicu dan kesempatan emas kalangan sosialis komunis, kalangan oposisi Jepang untuk menjatuhkan LDP dan PM Jepang Yoshihide Suga," ungkap sumber Tribunnews.com, seorang politisi Jepang, Jumat (21/5/2021).
Kelemahan berawal dari keterlambatan pemerintah Jepang mengantisipasi vaksinasi warganya.
"Mestinya PM Suga bisa jauh lebih cepat mengantisipasi vaksinasi sejak tahun lalu. Hal ini juga karena Jepang tergantung kepada tidak adanya vaksin dalam negeri, akhirnya bergantung kepada vaksin luar negeri. Inilah sumber awal kelemahan Jepang. Itulah sebabnya vaksin Pfizer dan lainnya dikejar sebanyak mungkin diimpor agar vaksinasi bisa dilakukan secepat mungkin di Jepang dan itulah fokus utama pemerintahan Jepang saat ini," tambahnya.

Selain itu, vaksin dalam negeri juga diminta dipercepat dan berbagai bantuan pemerintah diberikan untuk mempercepat produksi massal vaksin dalam negeri Jepang, khususnya yang dilakukan Universitas Negeri di Jepang.
Di lain pihak keterlambatan vaksinasi membuat angka infeksi meningkat lagi membuat banyak warga tidak tenang.
Dan hal itulah yang dimanfaatkan kalangan politisi Jepang khususnya Sosialis dan Komunis untuk mengganggu pemerintahan Jepang saat ini.
"Kita sudah tahu mereka orang yang sama yang ribut, protes dan unjuk rasa anti Olimpiade. Dari foto yang ada saja bisa kelihatan orang yang itu-itu juga melakukan untuk rasa, jadi provokator dalam hal melawan (anti) pemerintah. Di masa lampau berbagai hal demonstrasi juga orang yang sama yang muncul," ujarnya.
Setelah suasana mulai panas, warga juga semakin gerah dan ikut terpancing karena bola es yang menggelinding terus ke bawah itu.
"Hal itu jadi berita yang baik juga bagi pers dan diberitakan sehingga bola es semakin besar menggelinding ke bawah," tambahnya.
Kelihatan dari hasil survei Asahi Shimbun sebesar 83 persen meminta Olimpiade ditunda, Yomiuri Shimbun hasil survei juga 59 persen responden meminta Olimpiade ditunda.
Baca juga: Organisasi Medis Terkemuka Jepang Serukan agar Olimpiade Tokyo Dibatalkan
"Survei sih boleh-boleh saja, wajar kok dan Jepang adalah negara yang bebas menghargai pendapat siapa pun. Namun siapa itu respondennya, harus jelas bagi kita. Di situlah kuncinya. Pada pokoknya seluruh Jepang saya yakin masih jauh lebih banyak orang yang mendukung Olimpiade ketimbang yang menolaknya. Hanya saja mereka suaranya diam saja. mengapa? Takut ribut, tak mau ribut. Itulah sifat Negeri Sakura ini, negeri yang Heiwa, damai, ingin tenang tak mau ribut-ribut," jelasnya.
"Sedangkan yang bersuara keras, yang mau ribut-ribut biasanya ya memang orang oposisi khususnya sosialis komunis yang selalu kecewa dengan pemerintah, dan itulah yang mengemuka, kelihatan di kalangan pers lalu dijadikan berita bagus bagi pandangan media," lanjutnya.
"Setelah jadi berita di Jepang dikutiplah pers asing yang tidak tahu apa isi sebenarnya yang ada di Jepang," kata dia.
Jadi menurutnya, memang kelemahan vaksinasi jadi penghambat saat ini.
"Itulah sebabnya PM Jepang berusaha mempercepat vaksinasi agar selesai sebelum Olimpiade, memberikan ketenangan pikiran bagi rakyatnya."
Setelah itu, memang ada kemungkinan besar Olimpiade tanpa penonton nantinya.

"Hal itu juga untuk menenangkan rakyat Jepang. Semua atlet dan official akan dijaga ketat pergerakannya agar tidak bercampur dengan rakyat umum, serta tes PCR setiap hari agar cepat terdeteksi infeksi tidaknya mereka. Hal-hal tersebut rasanya sudah cukup baik di samping protokol kesehatan yang harus tetap dijalankan semua orang selama berada di Jepang," kata dia.
Itulah keadaan yang sebenarnya terjadi di Jepang saat ini sehingga muncul keresahan ketidaktenangan sebagian masyarakat Jepang dengan Olimpiade mendatang.
"Dan pemerintah kan tak mungkin menyatakan hal-hal ini secara terbuka dan resmi kepada masyarakat. Jadi kita dan memang umumnya kebanyakan warga Jepang sudah tahu adanya kepentingan politik oposisi di balik penentangan Olimpiade mereka khususnya kalangan sosialis komunis yang ada di Jepang," katanya lagi mengakhiri obrolan dengan Tribunnews.com.
Sementara itu upaya belajar bahasa Jepang yang lebih efektif melalui aplikasi zoom terus dilakukan bagi warga Indonesia secara aktif dengan target belajar ke sekolah di Jepang. Info lengkap silakan email: info@sekolah.biz dengan subject: Belajar bahasa Jepang.