Jumat, 19 September 2025

Konflik di Afghanistan

JK Sebut Negara Terdekat yang Bisa Membantu Afghanistan Hanya China

Masalah yang dihadapi Taliban saat ini salah satunya terkait masalah ekonomi, dimana Taliban tergolong kaya namun tak ada yang mengolah kekayaannya.

AFP
Gerakan perlawanan Afghanistan dan pasukan anti-Taliban berpatroli di puncak bukit di daerah Darband di distrik Anaba, Provinsi Panjshir, Rabu (1/9/2021). Panjshir terkenal dengan pertahanan alaminya yang tidak pernah ditembus oleh pasukan Soviet atau Taliban. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Afghanistan tengah bergejolak dalam beberapa waktu belakangan. Penyebabnya tak lain adalah Taliban berhasil mengambil alih pemerintahan Afghanistan. Kondisi itu membuat warga Afghanistan berbondong-bondong ingin keluar dari sana.

Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla (JK) mengutarakan kekagumannya pada rakyat Afghanistan yang selama 20 tahun hidup di tengah konflik perebutan kekuasaan.

Negara-negara digdaya yang berusaha menjajah Afghanistan pun gagal dan dipaksa mundur.

"Negara Afghanistan ini rakyatnya luar biasa, selama 20 tahun terakhir konflik terus menerus. Sebelumnya, Inggris yang mau menjajah Afghanistan dikalahkan pada 1918. Tahun 80-an Uni Soviet masuk untuk mendorong komunisme di sana, juga mundur teratur. Sekarang Amerika kita tahu semua sudah terakhir menginjakkan kaki di Afghanistan. Semua negara besar kalah dalam konflik di sana," kata JK, dalam webinar CDCC 'The Phenomenon of Taliban and the Future of Peace and Reconsiliation in Afghanistan', Jumat (3/9/2021).

"Kemudian banyak konflik internalnya. Di-coup oleh PM-nya pada tahun 73, kemudian masuk Rusia, dilawan oleh Mujahidin. Konflik dengan Taliban, Taliban menang. Setelah itu terjadi peristiwa 11 September di Amerika. Amerika kemudian mencari Osama Bin Laden, dan upaya demokratisasi, mendudukilah Afghanistan selama 20 tahun. Semua negara besar dikalahkan," imbuhnya.

JK pun berbagi pertanyaan besar akan seperti apa Afghanistan ke depannya.

Menurutnya tak bisa disalahkan ketika rakyat Afghanistan berpikir pemerintahan Taliban ke depan akan sama dengan pemerintahan Taliban 25 tahun silam. Sebab hal itu sudah menjadi trauma bagi rakyat Afghanistan.

Pemerintahan Taliban ke depan tak mudah dianalisa, kata JK, sebab hal tersebut sangat bergantung pada informasi yang dikeluarkan dan apa yang dilakukan oleh mereka.

Merujuk pada yang disampaikan pembicara pemerintah Afghanistan menyatakan pemerintahan kali ini akan lebih terbuka.

Hanya JK mengingatkan pelaksanaan di lapangan belum tentu bakal seperti pernyataan yang dilontarkan.

"Contohnya saja Gubernur Bank Sentral-nya yang baru itu (hanya) tamat SD kelas 3, pemegang kasirnya Taliban. Bagaimana memerintah dengan cara seperti itu? Dan juga menteri-menterinya juga diresmikan dalam beberapa hari ke depan," ucapnya.

Dia berujar banyak pihak di Afghanistan yang pesimis dengan situasi tersebut. Namun, JK mengajak semua pihak realistik bahwa Afghanistan di bawah Taliban pasti akan berubah.

Sebab jikalau Taliban mengulangi pemerintahan 25 tahun silam kemungkinan pemerintah Afghanistan tak akan mendapat respect dan pengakuan dari negara lain.

Ketika negara lain tak memberikan respect dan pengakuan, maka tak akan ada kerja sama antar negara yang kemudian berujung pada permasalahan ekonomi di Afghanistan.

"Kalau terjadi lagi seperti itu, tak ada yang mengakui pemerintahannya, maka ekonomi tak jalan. Ekonomi tak jalan maka pemerintah juga tak bisa jalan. Pemerintah tak jalan maka kembali lagi nanti jadi otoriter," kata JK.

Masalah yang dihadapi Taliban saat ini disebutnya ada beberapa. Salah satunya terkait masalah ekonomi, dimana Taliban tergolong kaya namun tak ada yang mengolah kekayaan tersebut.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan