Jumat, 10 Oktober 2025

Penyerang Masjid Christchurch Pertimbangkan Banding atas Hukuman Penjara Seumur Hidup

Penyerang masjid Christchurch mempertimbangkan pengajuan banding atas hukuman penjara seumur hidup terkait kasus penembakan massal pada 2019.

Penulis: Ika Nur Cahyani
Mark Mitchell / POOL / AFP
Foto diambil pada 16 Maret 2019, memperlihatkan Brenton Tarrant (tengah), pria yang didakwa pembantaian Christchurch, saat sidang di Pengadilan Distrik Christchurch. 

Hakim di pengadilan pada Agustus 2020 mengatakan, Tarrant dijatuhi hukuman seumur hidup karena tindakannya tidak manusiawi.

"Kejahatan Anda sangat jahat, bahkan jika Anda ditahan sampai mati, itu tidak akan menghabiskan persyaratan hukuman dan pengaduan," kata Hakim Cameron Mander saat itu.

Abdullah Naeem, yang saudara laki-laki dan ayahnya terbunuh dalam serangan itu, mengatakan bahwa pelaku pembunuhan itu sedang "bermain-main".

"Penjara seumur hidup adalah hukuman ringan atas apa yang dia lakukan," katanya.

"Setiap hukum yang baik akan menolak permohonannya dan saya harap itu terjadi," tambahnya.

Penembakan Masjid Christchurch

Pada 15 Maret 2019, terjadi penembakan massal berturut-turut di sejumlah masjid di Christchurch, Selandia Baru.

Aksi penyerangan itu terjadi saat shalat Jumat.

Brenton Harrison Tarrant membawa senjata api lalu memasuki dua masjid yakni Al Noor dan di Linwood Islamic Center kemudian melepaskan tembakan ke arah jemaah.

Sedikitnya 51 orang meninggal dan 40 orang lainnya terluka.

Brenton Tarrant (28), pria asal Australia yang disebut sebagai pelaku penembakan brutal di dua masjid di Kota Christchurch, Selandia Baru, Jumat (15/3/2019).
Brenton Tarrant (28), pria asal Australia yang disebut sebagai pelaku penembakan brutal di dua masjid di Kota Christchurch, Selandia Baru, Jumat (15/3/2019). (Istimewa)

Baca juga: 5 Hal Ini Bikin Kualitas Bahan Pangan dari Selandia Baru Bermutu Tinggi

Baca juga: Pelaku Teror Penembakan Masjid di Christchurch, Selandia Baru Dijatuhi Hukuman Penjara Seumur Hidup

Menurut sejumlah media, Tarrant merupakan penganut supremasi kulit putih.

Pada Maret 2020, ia mengaku bersalah atas 51 pembunuhan, 40 percobaan pembunuhan, dan terlibat dalam aksi teroris.

Kemudian pada Agustus dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat untuk pertama kalinya di Selandia Baru.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved