Senin, 13 Oktober 2025

Iran dituduh kerahkan unit siber untuk memecah belah Israel dengan membentuk akun palsu Yahudi di Facebook

Iran dituduh membuat sejumlah akun disinformasi untuk menyasar kelompok Yahudi nasionalis dan ultra-religius Israel dengan akun palsu Yahudi

Berbagai data itu disalin operator disinformasi yang diyakini berada di Iran. Data itu lalu digunakan untuk menjadi profil seorang laki-laki yang menyebut dirinya Ariel Levi. Dia merupakan administrator jaringan berita Aduk.

Identitas Reuven yang dicuri kini telah muncul ke ribuan pengguna media sosial Israel dalam unggahan di kelompok yang mendukung politisi sayap kanan ekstrem dan mengobarkan ketegangan antara orang Yahudi dan Arab.

Olga menangis ketika melihat bagaimana foto kakaknya digunakan untuk profil palsu di Facebook selama delapan bulan terakhir.

"Dia meninggalkan jejaknya sebagai orang yang baik dan lembut. Dia adalah saudara lelaki terhebat, orang yang penuh kasih," ujar Olga kepada BBC dari rumahnya di Kazakhstan.

"Tapi apa yang bisa saya lakukan? Saya tidak punya kekuatan. Semua jejaring sosial ini harus ditutup," tuturnya.


Beberapa pemuda Israel ultra-Ortodoks mungkin lebih rentan terhadap campur tangan asing karena rendahnya literasi digital.

Pendapat itu dikatakan Tehilla Shwartz Altshuler dari lembaga pemikir Institut Demokrasi Israel. Menurutnya, lebih banyak orang yang sekarang memiliki akses internet untuk pertama kalinya.

"Komunitas ini sangat konservatif dan tidak memiliki pengalaman 70 tahun menonton TV," katanya.

"Setiap kebencian terhadap masyarakat Israel, atau ekstremisme sayap kanan, atau perasaan anti-Arab, anti-Muslim dapat dieksploitasi.

"Komunitas semacam ini tidak siap untuk menghadapi berita palsu atau manipulasi digital," ucapnya.

Jaringan Aduk menggunakan pendekatan yang tersebar untuk mendapatkan perhatian. Halaman di beberapa platform hampir tidak aktif dan banyak unggahan mereka mendapat sedikit komentar.

Namun, halaman Facebook untuk administrator Aduk yang bernama Ariel Levi memiliki sekitar 3.000 teman di media sosial tersebut.

Pola interferensi asing ini telah terlihat di negara lain, kata Simin Kargar,seorang peneliti di Laboratorium Penelitian Forensik Digital Dewan Atlantik.

Kargar menilai, Iran mendapat manfaat dari lawan-lawannya yang mengamati kampanye disinformasi itu sendiri.

Sumber: BBC Indonesia
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved