Konflik Rusia Vs Ukraina
Mahasiswa asal Nigeria dan India Mengaku Alami Perlakuan Rasis di Perbatasan Ukraina
Warga pendatang mengalami perlakuan rasis ketika berada di perbatasan Ukraina dan Polandia.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Invasi Rusia ke Ukraina masih berlangsung hingga mengakibatkan warga lokal Ukraina dan pendatang mengungsi ke negara tetangga seperti Polandia.
Terdapat sekitar 500 ribu pengungsi yang telah berpindah ke beberapa negara di Eropa.
Namun selama perjalanan mengungsi, terdapat cerita tidak mengenakan.
Warga pendatang mengalami perlakuan rasis ketika berada di perbatasan Ukraina dan Polandia.
Salah satunya adalah mahasiswa kedokteran tahun pertama asal Nigeria bernama Rachel Onyegbule.
Ia dibiarkan terlantar di Kota Sheyni yang berjarak sekitar 400 mil atau 643 km dari Ibu Kota Ukraina, Kyiv.
Dikutip dari CNN, ia bersama dengan para pendatang lainnya telah membeli tiket bis untuk menuju perbatasan Ukraina dan Polandia.
Baca juga: Ingin Kurangi Serangan Rusia ke Ukraina, Turki Larang Kapal Perang Lintasi Bosphorus dan Dardanelles
Namun Rachel dan para pekerja tidak berhak untuk menaiki bus tersebut karena hanya diperuntukan bagi warga negara Ukraina.
“Lebih dari 10 bus datang dan kita melihat seluruh bus tersebut pergi. Kita melihat mereka menaikan penumpang yang merupakan warga negara Ukraina.”
“Namun mereka menyuruh kita untuk berjalan kaki dan mengatakan tidak ada lagi bus yang akan lewat.” jelas Rachel.
Selain itu, Rachel menceritakan dirinya sangat kedinginan dan belum tidur selama invasi Rusia ke Ukraina.
“Tubuhku mati rasa karena kedinginan dan kita belum tidur sekitar empat hari. Penduduk Ukraina sudah seharusnya memprioritaskan warga pendatang asal Afrika.
“Hanya saja tidak perlu untuk kita bertanya alasannya. Kita tahu alasannya. Aku hanya ingin pulang,” ujar Rachel.
Baca juga: Konvoi Besar Pasukan Rusia Bergerak Menuju Ibu Kota Ukraina Sepanjang 64 Km
Perlakuan rasis juga dialami oleh mahasiswa kedokteran tahun keempat asal India, Saakshi Ijantkar.
Ia mengungkapkan, orang asal India dilarang untuk melewati perbatasan Ukraina.
“Terdapat tiga pos pemeriksaan yang perlu dilewati untuk bisa mencapai perbatasan. Banyak orang telantar di sana.”
“Mereka melarang orang asal India untuk melewati perbatasan,” jelas Saakshi.
Mengenai orang yang melarang tersebut, Saakshi mengatakan seluruhnya memakai seragam.
“Mereka mengizinkan 30 orang asal India untuk lewat hanya setelah 500 warga negara Ukraina terlebih dahulu.”
“Untuk mencapai perbatasan, Anda perlu berjalan sekitar empat sampai lima kilometer dari tempat pemeriksaan pertama ke tempat kedua.” jelasnya.
“Warga negara Ukraina diberikan taksi dan bus untuk pergi sedangkan dari warga negara lain harus berjalan kaki.”
“Mereka sangat rasis kepada warga India dan warga negara lain,” imbuh Saakshi.
Baca juga: Konflik Rusia-Ukraina akan Meluas Secara Global, Tak Hanya Perang Militer Tapi Perang Dagang & Siber
Selain itu, wanita berusia 22 tahun itu menambahkan adanya kekerasan dari penjaga perbatasan kepada mahasiswa yang menunggu di perbatasan Shehyni-Medyka.
Ia juga melihat pria asal India yang harus menunggu dalam waktu lama bersama dengan warga dari negara lain.
“Mereka sangatlah kejam. Pos pemeriksaan kedua adalah terburuk.”
“Ketika mereka membuka gerbang untukmu untuk melintasi perbatasan Ukraina, tentara Ukraina tidak mengizinkan pria dan remaja asal India untuk melintas.” ungkap Saakshi.
“Mereka hanya mengizinkan wanita asal India untuk lewat. Setelah wanita India melewati perbatasan, para pria dipukuli tanpa alasan jelas,” imbuhnya.
Saakshi juga menjadi saksi saat pria asal Mesir pingsan setelah dipukuli oleh tentara Ukraina.
“Aku melihat pria asal Mesir berdiri di depanku dengan tangan terikat kemudian karena hal tersebut, salah satu penjaga mendorongnya sekuat tenaga.”
“Akibatnya pria tersebut menghantam pagar yang tertutup dengan paku lalu pingsan setelahnya,” kata Saakshi.
Kemudian, Saakshi dan orang di antrean tersebut memberikan pertolongan dan tentara Ukraina yang berjaga tidak peduli.
“Kita pun memberikan pertolongan pertama. Mereka (tentara Ukraina) tidak peduli dan berlanjut untuk memukuli para mahasiswa,” tambahnya.
Baca juga: Konvoi Kendaraan Lapis Baja Rusia Mendekati Kyiv saat Serangan Rudal Barbar Terus Berlanjut
Kesaksian terkait perlakuan rasis juga dikemukakan mahasiswa kedokteran asal Nigeria berumur 23 tahun, Nneka Abigail.
Ia mengungkapkan banyaknya prasangka yang dilakukan oleh tentara perbatasan di Ukraina terhadap mahasiswa dari negara lain.
“Mereka sangatlah rasis terhadap kita di perbatasan. Mereka mengatakan warga Ukraina harus lewat terlebih dahulu dan menyuruh warga dari negara lain untuk mundur.”
“Ini sangatlah sulit bagi orang asal Nigeria dan warga dari negara lain untuk melintas. Pemerintah Ukraina mengizinkan warga Ukraina lain untuk pergi ke Polandia. katanya.
Kemudian, Nneka memberikan perbandingan terkait perlakuan tentara perbatasan terhadap warga Ukraina dengan penduduk dari negara lain.
“Contohnya sekitar 200 hingga 300 warga Ukraina bisa melintasi perbatasan dan hanya 5 atau 10 warga dari negara lain yang diperbolehkan melintas.”
“Ditambah waktu yang dibutuhkan sangatlah lama. Ini sangatlah sulit, mereka mendorong kita, memukuli kita, memaki kita,” jelasnya.
Baca juga: Serangan Rudal Rusia Hantam Menara TV Kyiv Tewaskan Lima Orang
Di sisi lain, negara-negara Afrika mengutuk perlakuan diskriminasi terhadap warga Afrika di perbatasan Ukraina selama pertemuan dengan United Nations Security Council (UNSC) pada Senin (28/2/2022).
“Kita sangatlah mengutuk tindakan rasisme yang ada dan percaya bahwa hal itu menghancurkan semangat solidaritas yang sangat dibutuhkan pada akhir-akhir ini.”
“Perlakuan yang salah terhadap orang Afrika di perbatasan Eropa harus berhenti secepatnya terkait orang Afrika yang akan meninggalkan Ukraina atau melintasi perbatasan Mediterania,” ujar Duta Besar Kenya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Konflik Rusia Vs Ukraina