Konflik Rusia Vs Ukraina
Ukraina Setuju Bahas Soal Netralitas, Rusia Sebut Peluang Damai Hampir Disepakati
Ukraina setuju bahas soal netralitas, Rusia sebut kesepakatan itu meningkatkan peluang untuk mengakhiri perang.
Penulis:
Milani Resti Dilanggi
Editor:
Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Rusia mengatakan beberapa bagian dari kesepakatan damai dengan Ukraina hampir disepakati.
Hal tersebut lantaran Kyiv menyetujui untuk membahas soal netralitas.
Adanya kesepakatan itu meningkatkan peluang untuk mengakhiri perang terbesar di Eropa sejak Perang Dunia Kedua ini.
"Status netral sekarang sedang dibahas secara serius, tentu saja, dengan jaminan keamanan,"
"Sekarang hal ini sedang dibahas dalam negosiasi, ada formulasi yang benar-benar spesifik yang menurut saya mendekati kesepakatan," kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, Rabu (16/3/2022), dikutip dari Reuters.

Lavrov mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin telah berbicara tentang netralitas dan jaminan keamanan untuk Ukraina tanpa perluasan NATO.
Ia juga menyatakan negosiasi yang dilakukan tidak mudah, tetapi ada beberapa harapan untuk mencapai kompromi.
Dalam hal ini Ukraina juga telah membuat pernyataan positif tentang pembicaraan damai.
Yaitu bersedia untuk bernegosiasi sampai akhir perang, tetapi tidak akan menyerah atau menerima ultimatum Rusia.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Bakal Memicu Kenaikan Harga Mie Instan Hingga Roti di Indonesia
Baca juga: Rudal Rusia Hantam Stasiun Kereta Api dan Kebun Raya di Zaporizhia Ukraina

4 Syarat Damai dari Rusia yang Harus Dipenuhi Ukraina
Masih dilansir Reuters, Juru Bicara Kremlin Rusia, Dmitry Peskov membeberkan empat hal krusial yang menjadi tuntutan Rusia terhadap Ukraina untuk bisa dipenuhi.
Rusia meminta empat syarat yang harus dipenuhi oleh Ukraina apabila ingin Rusia menghentikan serangannya.
Pertama terkait netralitas dengan meminta Ukraina menjamin status non-bloknya.
Rusia menyatakan syarat Ukraina tak boleh gabung North Atlantic Treaty Organisation (NATO) adalah mutlak.
Baca juga: Ukraina: Korban Tewas Tentara Rusia Mencapai 13.800 Orang
Lantaran Rusia khawatir Ukraina bisa dijadikan pangkalan NATO dan negara itu memiliki dukungan militer besar untuk merebut Semenanjung Krimea.
Kedua, meminta agar Ukraina demiliterisasi atau menghentikan aksi militernya.
Selanjutnya, mengakui Semenanjung Krimea sebagai wilayah Rusia.
Dilansir Sputniknews Krimea memisahkan diri dari Ukraina dan bergabung kembali dengan Rusia pada Maret 2014 setelah kudeta Maidan di Kyiv.
Krimea telah menjadi bagian dari Ukraina sejak 1954.
Baca juga: Jurnalis China Dapat Akses ke Garis Depan Peperangan di Ukraina, Wawancarai Tentara Rusia
Pemimpin Uni Soviet saat itu, Nikita Khrushchev memberi wilayah ini pada Ukrania yang kemudian menjadi bagian dari Uni Soviet hingga negara ini bubar pada 1991.
Sejak saat itu, Krimea menjadi wilayah semiotonom dari negara Ukraina yang memiliki ikatan politik kuat dengan Ukraina, namun memiliki ikatan budaya yang kuat dengan Rusia.
Syarat terakhir yaitu Ukraina diminta mengakui Republik Separatis Donetsk dan Lugansk sebagai negara merdeka.
Rusia mengakui dua negara baru itu dengan nama Republik Rakyat Donestk (DPR) dan Republik Rakyat Luhansk (LPR).
Kedua wilayah itu sebenarnya telah memisahkan diri dari Ukraina sejak 2014 atau setelah kudeta terhadap pemimpin Ukraina pro-Rusia yang terpilih secara demokratis.
Sejak itu, lebih dari 14.000 orang tewas dalam pertempuran antara tentara Ukraina dan separatis pro-Moskow di sana.
Berita lain terkait dengan Konflik Rusia Vs Ukraina
(Tribunnews.com/Milani Resti)