Kamis, 11 September 2025

Mali Hentikan Kerjasama dengan Prancis, Undang Wagner Group dari Rusia

Bamako mengklaim drone Prancis telah melanggar wilayah udara Mali untuk memata-matai militernya puluhan kali sejak awal tahun.

ALIK KONATE / AFP
Dalam file foto yang diambil pada 19 Agustus 2020, Kolonel Assimi Goita berbicara kepada pers di Kementerian Pertahanan Mali di Bamako, setelah mengukuhkan posisinya sebagai presiden Komite Nasional untuk Keselamatan Rakyat (CNSP) . Dua pria bersenjata, termasuk seorang yang memegang pisau, menyerang presiden sementara Mali Assimi Goita pada 20 Juli 2021, seorang wartawan AFP melihat, saat salat di masjid agung di ibu kota Bamako. Serangan itu terjadi saat perayaan hari raya Idul Adha. Presiden sejak itu telah diambil dari tempat kejadian, menurut wartawan. 

TRIBUNNEWS.COM, BAMAKO – Pemerintah Mali menarik diri dari perjanjian pertahanan dengan Prancis sejak Senin (2/5/2022).

Alasan mereka, terjadi pelanggaran mencolok kedaulatannya oleh pasukan Prancis yang dikerahkan di Mali.

Pemerintah militer di Bamako telah berulang kali memperingatkan Paris hal itu dapat mengakhiri kerja sama militer antara kedua negara.

Dalam pidato yang disiarkan televisi pada Senin itu, pemimpin Mali, Kolonel Abdoulaye Maiga menjelaskan keputusan itu.

“Untuk beberapa waktu sekarang, pemerintah Republik Mali menyesal mencatat penurunan mendalam dalam kerja sama militer dengan Prancis,” katanya.

Baca juga: Presiden Mali Boubacar Keita Akhirnya Mundur Setelah Tentara yang Memberontak Kuasai Bamako

Maiga lalu menunjuk keputusan Prancis mengakhiri operasi gabungan dengan militer Mali Juni lalu, serta pengumuman Macron pada Februari, Paris menarik pasukannya.

Dia melanjutkan mengutip beberapa kasus yang dia gambarkan sebagai pelanggaran kedaulatan Mali oleh pasukan Prancis.

Pada April, Bamako mengklaim drone Prancis telah melanggar wilayah udara Mali untuk memata-matai militernya puluhan kali sejak awal tahun.

Sementara para pejabat di Bamako mengatakan mereka telah memberi tahu Paris tentang keputusan mereka pada Senin sore, belum ada reaksi resmi dari pemerintah Prancis.

Hubungan antara Prancis dan Mali terus memburuk sejak pemerintah militer berkuasa di negara Afrika Barat itu pada Agustus 2020.

Prancis, yang memerintah Mali dari akhir abad ke-19 hingga 1960, menuduh pemerintah baru menciptakan “banyak penghalang” kelanjutan operasi kontra-terorisme bersama di negara itu.

Perjanjian tersebut, yang sekarang secara resmi dibatalkan oleh pemerintah Mali, dimulai pada 2013-2014.

Paris meluncurkan Operasi Serval di Mali pada tahun 2013. Setahun kemudian digantikan oleh Operasi Barkhane yang lebih besar.

Operasi ini bertujuan mengatasi pemberontakan di seluruh wilayah Sahel, yang selain Mali mencakup Chad, Burkina Faso, Niger, dan Mauritania.

Mengumumkan penarikan pasukan pada pertengahan Februari, Presiden Emmanuel Macron mengatakan kemenangan melawan teror tidak mungkin jika tidak didukung oleh negara itu.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan