Konflik Rusia Vs Ukraina
Dekat dengan Rusia, G7 Minta China Menekan Moskow Hentikan Perang di Ukraina
Di penghujung KTT G7, para pemimpin tujuh negara maju mendesak China untuk menekan Rusia agar mau menarik pasukannya keluar dari Ukraina tanpa syarat.
TRIBUNNEWS.COM - Para pemimpin G7 mendesak China agar menggunakan pengaruhnya untuk menekan Rusia menghentikan invasinya di Ukraina.
Dalam KTT G7 pada Selasa (28/6/2022), grup beranggotakan tujuh negara maju ini meminta China menekan Rusia untuk menarik pasukan keluar dari Ukraina secepat mungkin dan tanpa syarat.
Mereka merujuk pada keputusan Mahkamah Internasional bahwa Moskow menangguhkan operasi militernya, dan resolusi Majelis Umum PBB terkait.
Dalam sebuah komunike yang mengakhiri pertemuan puncak tiga hari di Pegunungan Alpen Bavaria, negara anggota G7 menyuarakan keprihatinan serius tentang situasi di Laut China Timur dan Selatan.
Baca juga: Para Pemimpin Negara G7 Sepakat Kumpulkan Dana 600 Miliar Dolar AS untuk Tandingi China
Dilansir CNA, mereka juga menentang upaya sepihak dari Beijing untuk mengubah status quo dengan kekerasan atau paksaan.
"Kami menekankan bahwa tidak ada dasar hukum untuk klaim maritim ekspansif China di Laut China Selatan," katanya.
Para pemimpin G7 mengaku "sangat prihatin" tentang situasi hak asasi manusia di China, termasuk kerja paksa di Tibet dan Xinjiang.
China juga harus menghormati komitmennya untuk menegakkan hak, kebebasan, dan otonomi tingkat tinggi di Hong Kong, kata mereka.
Dalam bahasa yang belum pernah terjadi sebelumnya, para pemimpin G7 juga menyoroti kebijakan non-pasar China.
Hal ini, menurut para pemimpin G7, mendistorsi ekonomi global.
Dengan itu, mereka berkomitmen bekerja sama untuk memastikan kesetaraan bagi bisnis dan pekerja mereka.
Selepas KTT G7 di Jerman, negara-negara Barat akan melakukan pertemuan puncak NATO di Madrid pada pekan ini.
Aliansi militer akan membahas hubungan China yang semakin dalam dengan Rusia sejak invasi Moskow ke Ukraina.
Selain itu juga akan menyoroti kecenderungan China yang semakin besar untuk melenturkan kekuatan geopolitik di luar negeri.
NATO Siagakan Pasukan
Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, mengatakan akan menyetujui rencana untuk menyiagakan penuh 300.000 tentara sebagai tanggapan atas invasi Rusia ke Ukraina.
Keputusan untuk menempatkan ratusan ribu tentara NATO dalam siaga tinggi, akan disetujui dalam KTT Madrid pekan ini.
Jens Stoltenberg mengatakan, pasukan NATO di negara Baltik dan lima negara garis depan lainnya akan ditingkatkan "sampai tingkat brigade", dua kali atau tiga kali lipat, menjadi antara 3.000 dan 5.000 tentara.
"(Ini akan menjadi) perombakan terbesar pertahanan dan pencegahan kolektif kita sejak perang dingin," kata Stoltenberg, sebelum KTT Madrid digelar.
Pertemuan tingkat tinggi oleh aliansi militer beranggotakan 30 negara ini akan berlangsung mulai Selasa hingga Kamis pekan ini.
Dilansir The Guardian, NATO Response Force (NRF) saat ini berjumlah hingga 40.000 personel dan perubahan akan dilakukan karena ancaman serangan Rusia.
Berdasarkan rencana tersebut, NATO juga akan memindahkan persediaan amunisi dan pasokan lainnya lebih jauh ke timur.
NATO mempertahankan delapan kelompok pertempuran di seluruh Eropa timur, yang ditujukan sebagai pertahanan garis depan awal jika terjadi invasi Rusia.
Empat di negara-negara Baltik dan Polandia, dan ini dilengkapi dengan pembentukan empat lagi di Bulgaria, Hongaria, Rumania, dan Slovakia setelah serangan ke Ukraina.
Baca juga: Bersiap dengan Ancaman Rusia, NATO Kerahkan 300.000 Tentara dalam Siaga Tinggi
Baca juga: Rusia Bantah Rudal Mal di Ukraina, tapi Serang Depot Senjata AS dan Eropa di Dekat Lokasi
Jerman mengatakan, bulan ini akan menyumbangkan satu brigade pasukan untuk mempertahankan Lithuania.
Stoltenberg mengharapkan anggota NATO lainnya membuat pengumuman serupa untuk membela negara-negara yang menjadi tanggung jawab mereka.
Inggris menyumbang sekitar 1.700 tentara ke kelompok pertempuran multinasional yang dipimpinnya di Estonia.
Dua pekan lalu, Menteri Pertahanan Inggris, Ben Wallace mengatakan akan mengirim ratusan tentara lagi untuk mendukung Estonia.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)