Warga Papua kelaparan hingga jadi pengungsi tapi Presiden Jokowi hadiri peluncuran olahraga, pengamat: ‘Kunjungan yang tak bermakna’
Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Papua sebanyak belasan kali disebut sebagai upaya ‘mercusuar dan selebrasi’ yang tidak memiliki makna
Ditambah kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat yang bertahun-tahun tak kunjung tuntas, seperti kasus Paniai, kasus Wamena, dan kasus di Wasior. Dan juga, penolakan terhadap pemekaran wilayah Papua.
Karena itu, Profesor riset yang meneliti tentang Papua dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Cahyo Pamungkas, melihat kunjungan Jokowi hanyalah selebrasi semata.
“Di tengah konflik berkepanjangan, pengungsian, dan kelaparan. Kunjungan beliau di peluncuran Papua Football Academy dan rangkaian lainnya menjadi tidak ada maknanya,” kata Cahyo saat dihubungi BBC News Indonesia, Rabu (31/08).
Menurutnya, sepakbola hingga BLT bukanlah persoalan substantif yang dibutuhkan orang Papua.
“Seharusnya Presiden ke daerah-daerah pengungsian, ke tempat kelaparan, dan titik-titik konflik yang menjadi masalah.”
“Mendengar keluh mereka, kebutuhan mereka. Presiden hadir sebagai pemimpin untuk orang Papua yang sedang menderita dan membutuhkan pertolongan,” kata Cahyo.
“Di sana, Presiden dengan tegas menyampaikan perlindungan pada manusia, tanah dan sumber daya alam Papua,” tambah Cahyo.
‘Belasan kali datang, tidak ada masalah yang selesai’
Senada, presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua, Socratez Yoman, mengatakan, kunjungan Jokowi tidak memiliki substansi dan dampak dalam menyelesaikan akar persoalan di Papua yang disebut telah menjadi “penyakit kronis”.
“Persoalan Papua seperti kanker yang perlu diselesaikan substansi masalahnya. Bukan dengan jalan-jalan dan meresmikan di sana-sini, Itu cukup menteri olahraga saja, dia ada menteri kan? Itu kelasnya menteri,” kata Yoman.
Yoman mengatakan, Presiden Jokowi telah melakukan kunjungan belasan kali ke Papua namun tidak ada satu pun masalah, seperti kekerasan dan pelanggaran HAM, yang mampu diselesaikan.
“Apa kasus kekerasan dan pelanggaran HAM yang selesai di bawah kepemimpinan Jokowi? Tidak ada, nol. Lalu kelaparan dan pengungsian, apakah dia bertindak? Tidak ada,” ujarnya.
“Ditambah janji-janji Jokowi yang lain hingga kini tidak ditepati. Para pelaku pelanggaran HAM dilindungi dan ada impunitas dan kekebalan hukum,” katanya.
Untuk itu, Yoman berharap agar Jokowi segera menyelesaikan masalah yang terjadi dan membuka pintu dialog antara pemerintah pusat dengan orang asli Papua.
'Mercusuar dan selebrasi'
Kunjungan Jokowi ini juga mendapat kritikan dari antropolog yang meneliti Papua dari Universitas Papua, I Ngurah Suryawan.