AS Tuduh Rusia dan China Melindungi Korea Utara dan Kecaman PBB
China dan Rusia menuduh AS mengobarkan ketegangan terhadap Korea Utara karena gelar latihan militer gabungan dengan Korea Selatan.
Penulis:
Ika Nur Cahyani
Editor:
Whiesa Daniswara
Senada dengan China, Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Anna Evstigneeva menyalahkan eskalasi konflik di semenanjung Korea pada keinginan Washington melucuti senjata Pyongyang secara sepihak.
Menurutnya, latihan udara militer AS-Korsel yang dimulai sejak 31 Oktober itu adalah yang terbesar dari sebelum-sebelumnya.
Latihan yang melibatkan 240 pesawat militer itu, menurut Evstigneeva, "pada dasarnya adalah latihan untuk melakukan serangan besar-besaran di wilayah DPRK".
Menanggapi hal ini, Dubes AS menegaskan latihan militer dengan Korea Selatan "tidak menimbulkan ancaman bagi siapa pun, apalagi DPRK".
"Sebaliknya, bulan lalu, DPRK mengatakan kesibukan peluncuran baru-baru ini adalah simulasi penggunaan senjata nuklir medan perang taktis untuk 'menghantam dan melenyapkan' potensi target AS dan Republik Korea," katanya.
Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres sebelumnya telah mengutuk peluncuran rudal Korea Utara dan mendesak Pyongyang menyetop tindakan provokatifnya.
Dilansir Guardian, Guterres juga mendesak melanjutkan pembicaraan untuk denuklirisasi Semenanjung Korea.
Korea Utara telah lama dilarang melakukan uji coba nuklir dan peluncuran rudal balistik oleh Dewan Keamanan PBB.
Badan PBB itu menjatuhkan sanksi kepada Korut setelah rezim Kim Jong Un itu menggelar uji coba nuklir pertama pada tahun 2006.
Sanksi itu diperketat selama bertahun-tahun guna mengendalikan program nuklir dan rudal balistik Pyongyang serta memotong pendanaan.

Baca juga: Lembaga Survei Sebut Tingkat Kepercayaan Warga Rusia ke Vladimir Putin Turun
Namun dalam beberapa tahun terakhir, 15 anggota terpecah dalam menanggapi negara tertutup itu.
Pada bulan Mei, China dan Rusia memveto desakan AS untuk menjatuhkan lebih banyak sanksi terhadap Korea Utara atas peluncuran barunya.
China dan Rusia malah mendorong pelonggaran sanksi terhadap Korea Utara dengan alasan kemanusiaan.
Diharapkan hal ini dapat meyakinkan Pyongyang untuk kembali ke negosiasi.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)