Senin, 22 September 2025

Virus Corona

Latar Belakang Demonstrasi Kebijakan nol-Covid China, Berawal dari Kebakaran yang Tewaskan 10 Orang

Demonstrasi penolakan kebijakan nol-Covid terjadi di beberapa wilayah China. Hal ini dilatarbelakangi kejadian kebakaran yang tewaskan 10 orang.

Twitter Produser Christopher Mung @SiuTat_Mung
Di Central, Hong Kong, orang-orang berkumpul dengan kertas kosong untuk mendukung protes di China daratan, Senin (28/11/2022). - Demonstrasi besar-besaran terjadi di China untuk memprotes kebijakan nol-Covid. Protes ini dilatarbelakangi karena kejadian kebakaran yang menewaskan 10 orang. 

TRIBUNNEWS.COM - Polisi di China telah diturunkan ke wilayah-wilayah terjadinya demonstrasi kebijakan nol-Covid.

Demonstrasi ini menjadi yang pertama setelah kebijakan nol-Covid digaungkan oleh Presiden China, Xi Jinping.

Kemarahan pengunjuk rasa diawali dengan adanya tragedi kebakaran di wilayah Urumqi, di mana mengakibatkan 10 orang tewas.

Akibat kebijakan nol-Covid, kebakaran tersebut tak dapat ditangani oleh pemadam kebakaran karena tidak dapat menjangkau lokasi.

Pemadam kebakaran menyebut, akibat penghalang yang didirikan pemerintah China untuk melakukan lockdown, membuat pihaknya tak dapat memadamkan api.

Dikutip dari Al Jazeera, akibatnya, 10 orang tewas terbakar di dalam apartemen mereka.

Baca juga: Pemerintah China Longgarkan Aturan Lockdown Covid-19 setelah Demo Meluas

Para pejabat di China membantah apartemen tersebut telah ditutup.

Kebakaran Urumqi menyebabkan protes di beberapa kota di seluruh China, termasuk Ibu Kota Beijing dan Shanghai.

Para demonstran merasa frustasi dengan lockdown berkepanjangan dan pembatasan keras terkait kebijakan nol-Covid.

Dikutip dari AFP, salah satu pengunjuk rasa di Beijing mengungkapkan, dia dan lima orang temannya dipanggil oleh polisi untuk meminta informasi tentang pergerakan mereka.

Dalam satu kasus, katanya, seorang petugas polisi mengunjungi rumah temannya setelah mereka menolak menjawab telepon polisi.

Baca juga: Harga Minyak Merosot di Tengah Kekhawatiran Melemahnya Permintaan Pasokan dari China

"Dia menyebutkan nama saya dan bertanya apakah saya pergi ke Sungai Liangma tadi malam," ujar pengunjuk rasa tersebut yang meminta anonimitas untuk alasan keamanan.

"Dia bertanya dengan sangat spesifik berapa banyak orang di sana, jam berapa saya pergi, bagaimana saya mendengarnya," lanjutnya.

Sebuah protes di Liangma pada hari sebelumnya menarik sekitar 400 orang dan deretan kendaraan polisi ditempatkan di lokasi tersebut pada hari Senin.

"Orang-orang tidak hanya menuntut pencabutan pembatasan, mereka juga menuntut kebebasan, supremasi hukum, demokrasi," kata Peneliti Senior Human Rights Watch, Yaqiu Wang kepada Al Jazeera.

"Orang-orang memiliki kemarahan yang terpendam terhadap kebijakan Covid."

Baca juga: Amerika Kritik Strategi Nol Covid-19 China, Sebut Beijing Perlu Tingkatkan Vaksinasi Kalangan Lansia

"Tetapi pada saat yang sama, mereka tahu bahwa alasan kami masih memiliki kebijakan Covid yang kasar dan tidak ilmiah adalah karena sistem politik, karena satu orang di Beijing - Xi Jinping - menginginkannya."

"Mereka menghubungkan titik-titik itu," ungkap Wang.

Media Dibungkam

Di Central, Hong Kong, orang-orang berkumpul dengan kertas kosong untuk mendukung protes di China daratan, Senin (28/11/2022).
Di Central, Hong Kong, orang-orang berkumpul dengan kertas kosong untuk mendukung protes di China daratan, Senin (28/11/2022). (Twitter Produser Christopher Mung @SiuTat_Mung)

Pihak kepolisian di China telah menahan beberapa wartawan yang meliput demonstrasi tersebut.

Dikutip dari BBC, Kantor Berita Reuters mengatakan, salah satu jurnalisnya ditahan sebentar pada hari Minggu sebelum dibebaskan.

Baca juga: Xi Jinping Dituntut Mundur, Pemerintah China Tak Bergeming dengan Kebijakan Nol Covid-19

Sementara, wartawan BBC, Ed Lawrence juga ditahan selama beberapa jam saat meliput protes di Shanghai pada malam yang sama.

Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak mengatakan, penahanan wartawan BBC itu "mengejutkan dan tidak dapat diterima".

Sunak mengatakan, Inggris akan menyampaikan kekhawatiran kepada China tentang tanggapannya terhadap protes tersebut.

Penyensoran telah menjadi overdrive di platform media sosial China sejak protes akhir pekan, untuk menghentikan orang melihat dan mendiskusikannya.

Puluhan juta postingan juga telah difilter dari hasil pencarian.

Baca juga: Rishi Sunak Akui Era Emas Hubungan China-Inggris Telah Berakhir

Sementara media membungkam liputan mereka tentang Covid demi berita optimis tentang Piala Dunia dan pencapaian luar angkasa China.

Ini adalah pemandangan yang sangat berbeda di platform media sosial Barat, yang diambil oleh beberapa orang China untuk berbagi informasi termasuk saran bagi pengunjuk rasa untuk menghindari penangkapan.

Satu akun di Instagram - platform yang diblokir di China dan hanya dapat diakses melalui VPN - menerbitkan "panduan keselamatan untuk teman-teman di Shanghai dan di seluruh negeri".

Akun tersebut juga menyertakan tips seperti mengenakan pakaian berwarna gelap untuk anonimitas dan membawa serta kacamata dan air ke dalam peristiwa yang ditembakkan gas air mata.

Pemerintah China belum mengakui protes tersebut atau menanggapinya secara formal.

(Tribunnews.com/Whiesa)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan