Presiden Jokowi luncurkan penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat di Aceh
Presiden Joko Widodo akan memulai misi penyelesaian 12 kasus pelanggaran hak asasi manusia berat masa lalu secara non-yudisial di…
Presiden Joko Widodo akan memulai misi penyelesaian 12 kasus pelanggaran hak asasi manusia berat masa lalu secara non-yudisial di Aceh pada akhir Juni nanti. Akan tetapi salah satu perwakilan korban peristiwa Simpang KKA tahun 1999 berpesan kepada pemerintah agar memastikan seluruh korban menerima bantuan pemulihan dan tidak melupakan proses hukum di Kejaksaan Agung.
Anggota Tim Pelaksana Pemantau PPHAM, Beka Ulung Hapsara, berkata Presiden Joko Widodo memilih Aceh sebagai lokasi peluncuran kebijakan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara non-yudisial dengan sejumlah pertimbangan.
Di sana, kata dia, setidaknya ada tiga kasus pelanggaran HAM berat yang diakui negara yakni Simpang KKA, Rumah Geudong, dan Jambo Keupok.
Berangkat dari "wilayah Indonesia Barat pula pemerintah ingin memulai misi tersebut untuk diteruskan sampai ke wilayah Indonesia bagian Timur," sambungnya.
Beka Ulung mengatakan nantinya Presiden Jokowi akan mengundang korban dan keluarga korban dari tiga kasus pelanggaran HAM berat tersebut dan berbincang langsung kepada mereka soal bentuk pemulihan yang dibutuhkan.
Salah satu korban peristiwa Simpang KKA tahun 1999, Murtala, menuturkan para korban tak keberatan dengan penyelesaian secara non-yudisial.
Pasalnya mayoritas korban telah berusia senja dan membutuhkan bantuan untuk hidup sehari-hari.
"Korban ini juga sangat membutuhkan [bantuan] karena banyak korban atau keluarga korban yang hari ini sudah sangat tua dan renta," ujar Murtala.
Hanya saja, Murtala berpesan kepada pemerintah agar mengakomodir seluruh korban tanpa kecuali.
Sebab dia khawatir jika tak semua korban menerima hak rehabilitasi dan reparasi akan menimbulkan perpecahan.
"Kalau mau penyelesaian non-yudisial silakan saja, tetapi harus terakomodir semua supaya tidak terjadi kesenjangan dan perpecahan di antara korban dan saling curiga," imbuh Murtala kepada wartawan Rino Abonita yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Jumat (02/06).
Catatan Murtala, korban yang terdata di Komnas HAM hanya 33 orang. Mereka adalah orang-orang yang pernah dimintai keterangannya atas insiden penganiayaan oleh aparat TNI kala itu.
Namun sesungguhnya jumlah korban dari peristiwa lampau tersebut mencapai 212 orang dengan rincian 46 warga sipil meninggal, 156 mengalami luka tembak dan 10 orang hilang. Tujuh dari korban tewas diidentifikasi masih anak-anak.
Koordinator Kontras Aceh, Azharul Husna, sependapat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.