Presiden Jokowi luncurkan program pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu, sebagian korban menolak
Pemerintah meluncurkan program pemenuhan hak korban dari 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Sebagian korban menerimanya dan…
Sumarsih menginginkan seluruh pelaku pelanggaran HAM berat, khususnya tragedi Semanggi I yang terjadi 13 November 1998 diusut tuntas.
Perempuan 71 tahun ini menyinggung polemik pernyataan Jaksa Agung yang mengatakan Tragedi Semanggi bukan pelanggaran HAM berat.
Dalam kasus ini, Jaksa Agung divonis melanggar hukum di tingkat PTUN. Tapi, Jaksa Agung menyatakan banding, dan menang.
"Jadi kami menilai kekalahan kami dan kemenangan Jaksa Agung tidak menyentuh substansi kasus, yang artinya kasus ini tetap harus dilanjutkan ke tingkat pengadilan," kata Sumarsih kepada wartawan BBC News Indonesia Muhammad Irham.
Merespon peluncuran program pelaksanaan rekomendasi penyelesain nonyudisial pelanggaran HAM Berat di Indonesia hari ini, Sumarsih mengatakan:
"Saya menuntut pengadilan atas para pelaku agar ada jaminan untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM berat di masa depan.
Jadi, pencegahan terjadinya pelanggaran HAM berat di masa depan tidak bisa hanya berupa ucapan dalam pidato presiden atas nama negara," katanya.
Penolakan terhadap langkah penyelesaian pelanggaran HAM Berat melalui mekanisme nonyudisial juga disampaikan korban Tragedi Wamena, Linus Hiluka.
"Kami orang Papua, khusus kasus Wamena sama sekali tidak satu langkah atau satu biji apa pun, tidak akan menerima, dan dengan cara apapun. Kami menolak dengan keras," kata pria 54 tahun ini.
Komnas HAM melaporkan Tragedi Wamena 2003 menyebabkan sembilan orang tewas, serta 38 orang luka berat.
Selain itu pemindahan paksa terhadap warga 25 kampung menyebabkan 42 orang meninggal dunia karena kelaparan, serta 15 orang korban perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang.
Linus yang mengaku mendapat penyiksaan "siram air, pukul, tendang, tikam pakai sangkur, sobek-sobek badan ini" mengatakan penyelesaian kasus HAM berat di Papua, perlu melibatkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
"Buat pemantauan dan penyelesaian, penanganan kasus sini, karena masyarakat kami, keluarga dan korban ini tidak percaya Indonesia yang menyelesaikan, karena Inodnesia itu adalah pelaku," kata Linus.
Sementara itu, korban penyiksaan dari Tragedi Wasior, Frans Saba mengatakan "silakan saja" pemerintah memberi bantuan material kepada korban dan alih warisnya, karena "itu kan kewajiban pemerintah".
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.