TNI berkeras dugaan korupsi Kabasarnas diadili di pengadilan militer, pengamat: 'Ini akan hidupkan anggapan anggota TNI warga negara kelas satu'
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen TNI), Laksamana Muda Julius Widjojono keberatan dengan ide itu sebab klaimnya peradilan militer…
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional, Usman Hamid, juga berpandangan sikap TNI ini akan menghidupkan anggapan bahwa "status anggota TNI sebagai warga negara kelas satu".
"Dan ini juga merupakan wujud inkonsistensi kebijakan. TNI aktif boleh duduk di jabatan sipil, tapi ketika korupsi tidak mau tunduk pada hukum sipil."
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM (PGHI), Julius Ibrani, bahkan mengatakan kalau TNI tetap memaksa agar mengadili Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi di pengadilan militer, maka presiden harus menarik semua pejabat militer yang duduk di lembaga sipil.
Sebab, prinsip negara hukum adalah semua warga negara diperlakukan sama di depan hukum alias tidak bole ada yang diistimewakan apalagi status sosialnya.
"Batalkan 31 MoU yang mendasari peran militer di ranah sipil kalau tidak bisa menjamin peradilan umum terhadap prajurit yang melakukan tindak kejahatan di luar perang," ungkap Julius.
Apa tanggapan KPK?
Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan penetapan Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi sebagai tersangka suap sudah sesuai prosedur.
Dia kemudian menjelaskan kronologi awalnya bermula ketika pihak KPK melakukan operasi tangkap tangan terkait tindak pidana korupsi di Basarnas pada Selasa, 25 Juli 2023.
"KPK mengamankan 11 orang beserta barang bukti transaksi dugaan suap berupa uang tunai sejumlah Rp999,7 juta," kata Firli dalam keterangan persnya.
Setelah dilakukan operasi tangkap tangan, sambungnya, KPK langsung melakukan penyelidikan untuk menemukan peristiwa pidananya dan ditemukan alat bukti permulaan yang cukup.
Setelahnya KPK menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan dan menetapkan para pihak atas perbuatannya sebagai terasngka.
Firli berkata, karena mengetahui ada oknum TNI dalam operasi tangkap tangan itu KPK segera berkoordinasi dengan POM TNI untuk gelar perkara.
"KPK telah melibatkan POM TNI sejak awal, untuk mengikuti gelar perkara sampai dengan penetapan status perkara dan status hukum para pihak terkait."
Sebagai pucuk pimpinan, ia pun siap bertanggung jawab dengan pernyataannya tersebut.
"Seluruh proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang telah dilakukan oleh segenap insan KPK, serta berbagai upaya pencegahan dan pendidikan antikorupsi, adalah tanggung jawab penuh Pimpinan KPK."
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf kepada TNI karena anak buahnya disebut khilaf dalam penetapan Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi sebagai tersangka suap.
Ucapan itu disampaikan usai rombongan TNI yang dipimpin Komandan Pusat Polisi Militer TNI Marsekal Muda Agung Handoko mendatangi KPK pada Jumat (28/07) untuk mengklarifikasi soal ditetapkannya tersangka terhadap Marsda Henri Alfiandi dan Letkol Arif Budi Cahyanto yang dianggap melebihi kewenangannya dalam menjalankan tugas karena tidak berkoordinasi dengan TNI.
Agung mengatakan, baik Henri maupun Arif saat menjalankan tugasnya sebagai anggota Basarnas masih berstatus TNI aktif, sehingga penetapan tersangka bagi anggota TNI aktif tidak bisa sembarangan dilakukan selain oleh Pupom TNI.
"Menurut kami apa yang dilakukan oleh KPK untuk menahan personel militer menyalahi aturan," kata Agung dalam konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.