Konflik Palestina Vs Israel
Chaos di Departemen Luar Negeri AS, Seratusan Staf Berontak, Memo 5 Halaman: Biden Terlibat Genosida
Deplu AS dilanda chaos aksi 'berontak' seratusan stafnya sendiri atas sikap dan kebijakan negara tersebut di perang Israel-Hamas di Gaza Palestina.
Penulis:
Hasiolan Eko P Gultom
Chaos di Departemen Luar Negeri AS, Seratusan Staf Berontak, Memo 5 Halaman: Biden Terlibat Genosida
TRIBUNNEWS.COM - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) dilaporkan dilanda kekacauan karena aksi 'berontak' seratusan stafnya sendiri atas sikap dan kebijakan negara tersebut di perang Israel-Hamas di Gaza Palestina.
Seperti diketahui, sejauh ini, AS secara teguh bahu-membahu dengan Israel sejak 7 Oktober, dalam upaya menghalangi upaya Rusia, Brasil, Tiongkok, Iran, Turki, Afrika Selatan dan negara-negara lain di PBB yang mendorong gencatan senjata di Gaza.
AS bersikeras kalau aksi bombardemen tanpa kasih dan kemanusiaan oleh Tel Aviv adalah hak untuk membela diri dari serangan Hamas.
Baca juga: Berdalih Beli Senjata, Negara Ini Setor Rp 5,3 T ke Israel, Citra Sempurna Iron Dome Dicoreng Hamas
Namun belakangan, sikap AS itu mulai menimbulkan koyak di institusi pemerintahan mereka sendiri.
Seratus pegawai Departemen Luar Negeri AS dan USAID dilaporkan telah menandatangani sebuah memo yang menuduh pemerintahan Joe Biden “menyebarkan informasi yang salah” tentang perang di Gaza.
Memo itu juga menyebut Israel melakukan “kejahatan perang” dengan memutus aliran listrik ke daerah kantong tersebut, membatasi pengiriman bantuan dan meningkatkan serangan yang telah membuat ratusan ribu warga sipil mengungsi.
Memo setebal lima halaman tersebut, yang kutipannya diperoleh oleh media AS, menuduh presiden Joe Biden “terlibat dalam genosida,”.
Catatan itu juga menyerang presiden karena mempertanyakan jumlah nyawa yang hilang di Gaza di tengah kampanye Israel.
Hal ini merujuk komentar Biden yang cenderung sinis dan tidak percaya atas data korban yang sudah menembus lebih dari 10 ribu jiwa karena data itu dikeluarkan oleh kementerian kesehatan Palestina.
Memo itu juga menuntut agar pemerintah AS mengadvokasi pembebasan sandera oleh Hamas dan oleh Israel, termasuk “ribuan” warga Palestina yang ditahan oleh Israel “tanpa tuduhan.”
"Menuduh pemerintah “menggandakan bantuan militer kami yang tak tergoyahkan [kepada Israel] tanpa batasan yang jelas atau dapat ditindaklanjuti,” tulis memo tersebut.
Catatan hitam itu memberikan argumentasi kalau Gedung Putih dan anggota Dewan Keamanan Nasional telah “menunjukkan ketidakpedulian yang jelas terhadap nyawa warga sipil.” Palestina, adanya keengganan untuk melakukan deeskalasi, dan, bahkan sebelum tanggal 7 Oktober, kurangnya pandangan strategis ke depan.”
Cuplikan isi dari memo tersebut dilaporkan merupakan yang kedua sejak publikasi media mengenai kutipan dari surat terpisah oleh para staf mengenai penanganan krisis Gaza oleh pemerintahan Biden minggu lalu.
“Kita harus secara terbuka mengkritik pelanggaran Israel terhadap norma-norma internasional seperti kegagalan membatasi operasi ofensif hanya pada sasaran militer yang sah,” bunyi memo sebelumnya, yang kutipannya dilaporkan pada Sabtu (11/11/2023).
“Ketika Israel mendukung kekerasan pemukim dan perampasan tanah ilegal atau menggunakan kekuatan berlebihan terhadap warga Palestina, kita harus berkomunikasi secara terbuka bahwa hal ini bertentangan dengan nilai-nilai Amerika sehingga Israel tidak bertindak tanpa mendapat hukuman,” tambah pernyataan di memo tersebut.

Institusi AS Terbelah
Memo tersebut merupakan tanda terbaru dari meluasnya perbedaan pendapat internal di Departemen Luar Negeri AS mengenai cara Amerika menangani krisis Gaza.
Bulan lalu, Josh Paul, direktur Biro Urusan Politik-Militer Negara, secara terbuka mengundurkan diri dan memperingatkan melalui surat kalau AS kembali mengulangi kesalahannya di masa lalu.
“AS mengulangi kesalahan yang sama yang telah kita lakukan beberapa dekade terakhir” dengan “secara membabi buta” mendukung Israel, dan mengatakan dia tidak akan “menjadi bagian darinya lebih lama lagi,” kata Paul.
Pekan lalu, lebih dari 500 mantan staf kampanye Biden 2020 menandatangani surat yang “memohon” kepada presiden untuk bersikap terbuka dan adil.
"Memohon kepada presiden untuk "bertindak” dan menjadi pemimpin yang bisa kita banggakan dalam menghadapi ketidakadilan” dalam krisis Palestina-Israel," tulis surat itu.
Mengekspresikan “kengerian” atas serangan Hamas pada 7 Oktober, para staf menekankan kalau kekerasan milisi perlawanan Palestina itu tidak membenarkan apa yang dilakukan Israel di Jalur Gaza.

AS Tolak Gencatan Senjata di Gaza
Pemerintahan Biden secara sepihak memblokir seruan puluhan negara di PBB untuk melakukan gencatan senjata di Gaza bulan lalu.
Presiden Biden pekan lalu menegaskan kembali bahwa “tidak ada kemungkinan” untuk gencatan senjata di Gaza.
Sementara juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby mengatakan Tel Aviv telah setuju untuk melakukan “jeda kemanusiaan” selama empat jam setiap hari di wilayah utara Gaza untuk memungkinkan warga Palestina “ menjauh dari bahaya.”
Kirby tidak merinci ke mana warga Gaza diperkirakan akan pergi, dengan lebih dari 1,5 juta orang telah mengungsi di wilayah terkepung seluas 365 kilometer persegi tersebut.
Sementara, IDF secara teratur melaporkan “kerusakan tambahan” pada warga sipil Palestina dalam serangan yang menurut Israel dimaksudkan untuk menargetkan militan Hamas.
(oln/*sptnk/)
Konflik Palestina Vs Israel
Ribuan Warga Gaza yang Terluka akan Ditampung di Pulau Galang, Kemlu: Masih Proses Persiapan |
---|
Manut Usulan Netanyahu, Kabinet Israel Setujui Rencana Pendudukan Kota Gaza |
---|
Netanyahu Ngotot Ingin Ambil Alih Gaza, Hamas: Sandera Dikorbankan demi Kepentingan Politik |
---|
Jadi Tempat Pengobatan Warga Gaza, Pulau Galang Pernah Tampung 250 Ribu Pengungsi Vietnam 17 Tahun |
---|
Israel Krisis Parah Personel Militer, IDF Bentuk Batalyon Tempur dari Orang Lanjut Usia |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.