'Bara' di balik penolakan pengungsi Rohingya di Aceh, 'saya sebelas hari di laut, makan sehari sekali'
Pengusiran sebagian warga Aceh terhadap pengungsi Rohingya dinilai berpotensi menciptakan konflik dan gesekan antara warga.
Mustaqimmah, 22 tahun, salah satu pengungsi Rohingya asal Bangladesh ikut rombongan kapal pertama. Ia membawa serta tiga anak di dalam kapal, dan sejauh ini pergi karena “susah hidup” di negara asalnya.
“Saya melaut selama sebelas hari, dan makan sehari sekali,“ katanya.
Pengungsi lainnya adalah Muhammad Abbas, 17 tahun. Ia datang sendirian dan “saya mencari tujuan [negara] mana saja yang lebih aman.”
Sejauh ini, Abbas mengaku khawatir dengan penolakan sebagian warga. “Ada [warga] yang ditakutkan, tapi ada juga yang menolong. Kalau ada yang menolong syukur Alhamdulillah (segala puji bagi Allah),” katanya.
Namun, kemungkinan Mustaqimmah dan Abbas tidak akan bertahan lama di tempat pengungsian ini. Musababnya, warga di sekitar lokasi pengungsian menjatuhkan ultimatum bagi mereka untuk pergi ke lokasi lainnya, selambat-lambatnya Minggu (19/11).
Dalam hal ini telah terjadi pertemuan dengan pihak UNHCR, terkait dengan relokasi pengungsi dari Gedung Mina Raya, Jumat (17/11).
Azwani, 65 tahun, mengaku sebagai perwakilan warga dari pertemuan tersebut. Dia mengklaim warga menolak karena keberadaan pengungsi Rohingya melanggar “norma-norma yang telah disepakati”.
“Kedua, masuk mereka ke sini, tanpa konfirmasi dengan pihak setempat. Jangan kan dengan kami desa, dengan Mustika [aparatur desa] pun tidak pernah dibicarakan. Oleh karenanya, kami tidak dianggap pemerintah di [kecamatan] Padang Tiji ini, sehingga kami menolak,” kata Azwani.
Azwani juga mengatakan jika ultimatum ini diabaikan, maka "kami tidak bisa mengamankan atau [menahan] mereka [warga] membakar, dan sebagainya,” ungkapnya.
Sementara perwakilan warga lainnya, Teuku Muslim mengatakan, "Kami atas nama kemanusian, dia (Rohingnya) orang Islam, sudah kami terima. Sekarang sudah cukup kami menerima.”
Jubir UNHCR Mitra Salima Suryono kepada AFP mengatakan: "Kami masih berusaha memastikan keselamatan para pengungsi, dengan cara berkordinasi dengan pemerintah setempat. Kami harap, pengungsi Rohingya bisa direlokasi ke tempat yang lebih baik.“
Sejauh ini belum ada keterangan resmi dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat terkait pemindahan minoritas Rohingya di Pidie.
Di balik penolakan pengungsi Rohingya
Menurut sosiolog dari Universitas Syiah Kuala, Siti Ikramatoun perubahan sikap warga Aceh ini, lantaran akumulasi pengalaman tidak menyenangkan dari hubungan berinteraksi dengan pengungsi Rohingya selama bertahun-tahun.
“Kasus-kasus yang muncul justru pada akhirnya mengikis kepercayaan itu. Baik kasus pelecehan, ditambah dengan kasus-kasus lain yang melarikan diri, bertengkar dengan warga setempat dan lain-lain,” katanya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.