Kamis, 21 Agustus 2025

Tak Pedulikan Ancaman AS, Israel Kembali Gempur Gaza, Drone Zionis Meluncur di Atas Warga

Pada 1 Desember 2023, setelah gencatan masih diusahakan diperpanjang, negara yahudi ini kembali menggempur warga Palestina jalur Gaza.

Editor: Hendra Gunawan
AFP/MAHMUD HAMS
Orang-orang berjalan di sepanjang jalan di distrik Khezaa di pinggiran kota Khan Yunis di Jalur Gaza selatan, setelah berminggu-minggu pemboman Israel, saat gencatan senjata antara Israel dan Hamas memasuki hari ke-7 pada 30 November 2023. (Photo by MAHMUD HAMS / AFP) 

TRIBUNNEWS.COM -- Israel tidak mempedulikan ancaman Amerika Serikat (AS) untuk menghentikan serangan ke Gaza.

Pada 1 Desember 2023, setelah gencatan masih diusahakan diperpanjang, negara yahudi ini kembali menggempur warga Palestina jalur Gaza.

Tujuan mereka adalah untuk menghancurkan militan Hamas.

Baca juga: Rusia Ucapkan Terima Kasih ke Hamas Sudah Bebaskan 2 Sandera Wanita di Gaza

Dikutip dari Al Jazeera, penyerangan dimulai dari utara Jalur Gaza, tempat pasukan pendudukan Israel sebelumnya melakukan serangan udara di Sheikh Radwan, sebuah lingkungan di utara Jalur Gaza.

Pengeboman menargetkan artileri musuh terus berlanjut di wilayah tengah Gaza, ketika mereka mencoba memperluas operasi militer di lapangan.

Selain itu, tentara zionis juga melakukan penembakan-penembakan terhadap pasukan militan Hamas.

Digambarkan media itu, suara drone melintasi warga melayang ke arah selatan Jalur Gaza di mana pasukan pendudukan Israel sebelumnya mengatakan bahwa Hamas telah melanggar gencatan senjata dengan meluncurkan roket ke arah pemukiman Israel.

Jalur Gaza berada di bawah serangan artileri berat dan bahkan pemboman udara oleh pasukan pendudukan.

"Dalam beberapa jam mendatang kita mungkin akan menyaksikan peningkatan jumlah dan laju serangan Israel di wilayah tersebut," tulis Al Jazeera.

Hal ini membuat warga Palestina hanya punya satu pilihan, mereka akan hidup kembali di bawah pemboman Israel yang akan menghancurkan semua sarana kehidupan di Jalur Gaza.

Ancaman AS

Padahal sebelumnya Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengancam akan memberikan tekanan kepada pemerintah Israel apabila militernya terus melanjutkan serangan invasi ke warga sipil Plestina di jalur Gaza.

Dukungan tersebut dilontarkan Blinken saat dirinya mengunjungi kantor pemerintahan Tel Aviv, untuk melakukan pertemuan dengan para pejabat Israel guna membahas upaya perpanjangan gencatan senjata di Jalur Gaza.

“Israel kami peringatkan untuk menghentikan perang karena tindakan tersebut hanya akan memberi banyak tekanan internasional ke Israel, termasuk juga ke AS,” kata Blinken sebagaimana dikutip dari New York Times.

Baca juga: Rusia Ucapkan Terima Kasih ke Hamas Sudah Bebaskan 2 Sandera Wanita di Gaza

Tak sampai disitu, dalam pertemuan tersebut Blinken meminta Israel untuk menerapkan apa yang disebutnya "rencana perlindungan sipil". Israel juga diharuskan untuk menentukan wilayah yang aman untuk ditinggali warga sipil Gaza.

"Warga Palestina yang mengungsi dari Gaza utara harus diizinkan untuk kembali jika kondisinya memungkinkan. Tidak boleh ada perpindahan internal yang berkepanjangan," tegas Blinken.

Dukungan ini dimaksudkan Blinken untuk mencegah bertambahnya jumlah korban tewas akibat perang yang saat ini mencapai 14.128 orang dengan rincian 5.600 adalah anak-anak dan 3.550 perempuan.

Sebelum mengutus Blinken ke Tel Aviv, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden sempat melontarkan kutukan kepada Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu terkait gempuran yang dilakukan pasukan IDF ke kompleks fasilitas medis Rumah Sakit Al Shifa di Jalur Gaza Palestina.

“Saya telah menjelaskan kepada Israel bahwa saya pikir adalah kesalahan besar bagi mereka untuk berpikir bahwa mereka akan menduduki Gaza” kata Biden pada konferensi pers di San Francisco.

“Yang saya maksud melakukan segala daya untuk Israel yakni membantu para sandera agar terbebas dari militan Hamas. Tapi saya tidak bermaksud membantu militer Israel dalam melakukan genosida di Palestina,” tambah Biden.

Meski Amerika menjadi pemasok utama senjata Israel sejak tahun 1948, namun Biden mengatakan bahwa negaranya tidak pernah mengizinkan Israel untuk melakukan kejahatan perang dengan menempatkan markas militernya di Rumah Sakit Al Shifa di Gaza.

Banyak pihak berspekulasi bahwa hilangnya dukungan Amerika ke Israel berkaitan dengan pemilu AS yang akan digelar 2024 mendatang.

Menurut jajak pendapat nasional NBC News peringkat dukungan terhadap Presiden Joe Biden telah menurun ke level terendah hingga 40 persen, karena mayoritas pemilih tidak menyetujui cara Biden membantu Israel dalam perang melawan Hamas.

Alasan tersebut yang mendorong Biden untuk berpindah haluan menentang kedudukan Israel di Gaza demi menyelamatkan suaranya agar dapat kembali berkuasa di pemilihan Presiden Amerika tahun 2024.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan