Konflik Palestina Vs Israel
Laporkan Kasus Kekerasan Seksual yang Dilakukan Pasukan Israel, Organisasi Nirlaba Palestina Ditutup
Otoritas Israel menggerebek dan menutup organisasi nirlaba yang melaporkan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh pasukan Israel terhadap remaja
Penulis:
Tiara Shelavie
Editor:
Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Otoritas Israel menutup sebuah organisasi nirlaba Palestina yang melaporkan kasus kekerasan seksual pada anak di bawah umur, yang dilakukan oleh pasukan Israel.
Mantan pejabat Departemen Luar Negeri AS Josh Paul mengungkapkan hal tersebut dalam sebuah wawancara dengan CNN pada Senin (4/12/2023).
Paul mengatakan bahwa pasukan Israel pernah menggerebek kantor Defense for Children International-Palestine (DCIP) dan menetapkan organisasi tersebut sebagai organisasi teroris.
Paul sudah mengundurkan diri dari posisinya pada Oktober lalu sebagai bentuk protes atas penjualan senjata ke Israel.
Laporan yang dibuat DCIP kepada Departemen Luar Negeri AS itu, mengenai kekerasan seksual terhadap remaja laki-laki Palestina berusia 15 tahun.
Saat ditahan pada Januari 2021, remaja tersebut dilaporkan mengalami kekerasan seksual di pusat penahanan Al-Mascobiyya, Yerusalem Barat.
Baca juga: Kisah Zeina Abdo, Remaja Palestina Jadi Tahanan Israel: Diancam Disetrum sampai Mati
“Mereka (otoritas Israel) mengambil komputer mereka dan menyatakan DCIP sebagai entitas teroris,” kata Paul.
DCIP adalah satu-satunya organisasi hak asasi manusia Palestina yang secara khusus berfokus pada hak-hak anak.
Menurut Ayed Abu Eqtaish, direktur program akuntabilitas di DCIP, mereka melaporkan kekerasan seksual tersebut kepada pejabat AS setelah ratusan pengaduan yang diajukan ke pihak berwenang Israel, tidak terselesaikan.
“Kami biasa menyampaikan keluhan kepada otoritas Israel,” kata Eqtaish kepada MEE.
"Tetapi mereka tidak membuka penyelidikan."
"Mereka mungkin membuka penyelidikan tetapi menutupnya dengan dalih tidak ada kerja sama dari anak tersebut atau pengacaranya," jelasnya.
Menurut Eqtaish, DCIP berhenti mengajukan pengaduan kepada otoritas Israel karena mereka tidak mengizinkan seorang anak didampingi oleh pengacara saat mereka memberikan keterangan.
“Jadi kami langsung menyampaikan informasi tersebut kepada pejabat AS dan meminta klarifikasi dari otoritas Israel,” kata Eqtaish kepada MEE.
Setelah pengaduan tersebut, kantor DCIP digerebek dua kali oleh pasukan Israel, pada tanggal 19 Juli 2021, dan sekali lagi pada tanggal 18 Agustus 2022.
Saat itu kantor mereka digerebek dan "ditutup" bersama dengan kantor tujuh LSM Palestina lainnya.

Baca juga: Militer Israel Tembak Remaja Palestina hingga Tewas di Al Bireh Tepi Barat
Amnesty International menyebut penutupan organisasi nirlaba itu sebagai “kampanye penindasan terhadap masyarakat sipil Palestina”.
“Organisasi ini telah diserang oleh otoritas Israel selama beberapa tahun sebelum penggerebekan,” kata Eqtaish kepada MEE.
Ia menambahkan, "Mereka ingin melumpuhkan organisasi tersebut dan mencegah kami mengungkap pelanggaran hak asasi manusia Israel terhadap anak-anak Palestina."
Dilabeli organisasi teroris
Pada Oktober 2021, DCIP ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh otoritas Israel bersama lima organisasi nirlaba Palestina lainnya.
Tindakan tersebut dikutuk oleh komisaris hak asasi manusia PBB.
Segera setelah penetapan tersebut, Eqtaish mengatakan bahwa, di antara staf DCIP, seluruh suasana diliputi ketidakpastian.
"Kami tidak tahu persis kapan mereka akan menyerang kami lagi dan jenis serangan apa yang akan terjadi,” katanya.
Staf LSM juga dibanjiri pertanyaan dari para donatur yang cemas.
“Alih-alih berkonsentrasi pada pekerjaan kami, kami harus menjawab pertanyaan-pertanyaan ini,” kata Eqtaish kepada MEE.

Baca juga: Remaja Palestina Tewas usai Derita Luka Tembak Selama Sebulan, Aksi Mogok Berlangsung di Tepi Barat
“Penetapan ini mengancam eksistensi kami sebagai sebuah organisasi," katanya.
Meski begitu, DCIP berhasil mempertahankan semua donornya kecuali satu.
“Tujuan utama penetapan teroris ini adalah untuk membubarkan organisasi kami, namun kami terus melanjutkan pekerjaan kami," ujar dia.
Sejak Intifada Kedua, pada tahun 2000, ketika DCIP mulai mendata anak-anak Palestina yang ditahan oleh militer Israel, pasukan Israel telah menahan, menginterogasi, mengadili dan memenjarakan sekitar 13.000 anak-anak Palestina.
Setiap tahun, militer Israel menahan antara 500 dan 700 anak-anak Palestina.
Antara tahun 2016 dan 2022, DCIP mengumpulkan pernyataan tertulis dari 766 anak-anak Palestina yang ditahan oleh militer Israel dan diadili di pengadilan militer Israel untuk mendata pengalaman mereka atas perlakuan buruk dan penyiksaan di tangan pasukan Israel.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.