Petir dan puting beliung di Jawa Barat, Banjir di Jawa Tengah dan Lampung – Kenapa terjadi cuaca ekstrem dan sampai kapan?
Sejumlah wilayah Indonesia bagian selatan dilanda cuaca ekstrem. Apa penyebabnya dan sampai kapan berlangsung?
Secara khusus di wilayah Jawa Barat, puncak musim hujan diperkirakan berlangsung hingga Maret 2024.
“Setelah Maret [intensitas hujan] berturun secara bertahap,” kata Yuni Yulianti, Staf Data dan Informasi BMKG Bandung.
Ia melanjutkan, keberadaan awan Cumulonimbus di Jawa Barat dan wilayah Pulau Jawa pada umumnya dipengaruhi kenaikan suhu permukaan air laut. Hal ini ikut menyumbang suplai air uap kepada awan.
“Menjadikan kelembaban di Bandung Raya dan Jawa Barat pada umumnya cukup lembab, di antara 55-98% juga terpantau pertemuan angin kemudian pelambatan angin atau konvergensi dan labilitas atmosfir skala lokal yang berada pada kategori labil,” kata Yuni.
Tahun ini musim penghujan juga mengalami kemunduran waktunya karena adanya fenomena “El Nino moderat”, menurutnya.
Apakah cuaca ekstrem kali ini lebih kuat?
Meteorologis dari ITB, Nurjanna Joko Trilaksono, mengatakan tak ada yang luar biasa dari cuaca ekstrem yang terjadi di sejumlah Indonesia tahun ini.
Hal ini semua sangat bergantung dari pertumbuhan awan Cumulonimbus. Semakin besar pertumbuhannya maka ia akan membawa risiko petir, angin kencang, hujan lebat hingga hujan es di wilayah yang dipayungi.
“Jadi sebenarnya, ketika awan Cumulonimbus ini bisa tumbuh dan berkembang di wilayah kita, maka risiko-risiko tadi pasti ada,” kata Joko.
Saat ini, tambah Joko, matahari memang sedang mulai mendekati garis ekuator, tapi posisinya sekarang sedang cukup membuat wilayah Jawa Barat, dan selatan Indonesia pada umumnya menghangat. Akibatnya, uap air terangkat dan membentuk awan Cumulonimbus.
“Ini tentu saja memberikan pemanasan optimal di wilayah Bandung dan sekitarnya,” kata Joko.
Ia juga tidak menampik pengaruh pembangunan perkotaan di wilayah Bandung telah menyumbang pertumbuhan awan Cumulonimbus lebih besar lagi.
Karena dengan pembangunan dan hunian manusia suhu yang berada di permukaan akan menjadi lebih hangat, mendorong konveksi lebih besar.
“Tim kami lihat perbedaan suhu ini membuat aliran yang semakin kencang dan cepat. Pembentukan Cumulonimbus bisa sangat cepat,” katanya.
Apakah ke depan makin banyak cuaca ekstrem di wilayah perkotaan?
Cuaca ekstrem yang disebabkan awan Cumulonimbus, seperti angin kencang, hujan deras, petir, dan hujan es kemungkinan akan sering terjadi di wilayah perkotaan Indonesia.
Hal ini dikarenakan wilayah perkotaan identik dengan bangunan-bangunan yang terdiri dari beton, kaca, aspal dan sejenisnya. Bangunan ini lebih banyak menyerap radiasi matahari yang diterima dibanding yang dipantulkan.
“Radiasi yang diserap ini akan dilepaskan dalam bentuk panas yang terasakan sehingga meningkatkan suhu permukaan,” kata ahli klimatologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Emilya Nurjani.
Ia melanjutkan, karena wilayah perkotaan ini suhunya lebih panas dibandingkan wilayah sekitarnya, maka udara mengalami pemuaian dan renggang.
Dengan demikian, tekanan udara berkurang menjadi bertekanan rendah. Wilayah ini menjadi daerah tujuan angin, yang membawa awan dan hujan.
“Sehingga kejadian-kejadian cuaca ekstrem akan sering terjadi di daerah perkotaan (urban)," jelas Emilya.
"Walaupun daerah urban tidak banyak pepohonan sebagai sumber uap air, tetapi banyaknya proses pembakaran (mesin, transportasi, ac, pemasakan), merupakan sumber uap air di daerah perkotaan,” tambahnya.
Kenapa di perkotaan terkadang terasa gerah meskipun hujan?
Dalam setiap proses radiasi matahari mencapai permukaan Bumi, ada sisa berupa radiasi Bumi yang tersimpan menjadi panas laten.
Jumlah panas yang tersimpan ini bertambah setiap waktunya seiring terjadinya perubahan tutupan lahan. Padahal idealnya, antara radiasi yang masuk dan keluar harus seimbang.
Ia menambahkan potensi cuaca ekstrem bukan persoalan di Bandung dan sekitarnya saja, tetapi hampir semua daerah perkotaan Indonesia, bahkan dunia.
“Fenomena yang mendahului disebut dengan urban heat island (pulau bahang perkotaan) akibat perubahan tutupan lahan dari alami menjadi lahan terbangun," jelas Emilya.
"Di Yogyakarta, kejadian angin kencang, apakah angin puting beliung ataupun angin ribut, merupakan cuaca ekstrem yang sering terjadi,” tuturnya kemudian.
Bahkan mulai awal tahun ini, frekuensi kejadian hujan lebat yang didahului dengan angin kencang sering terjadi.
“Bahkan curah hujan yang lebat masih diikuti suhu yang cukup panas setelah hujan berhenti, tidak seperti dulu yang sering kali setelah hujan kita merasakan adem,” jelas salah satu penulis buku Gerakan Aksi Proklim Indonesia.
Menurut Emilya salah satu upaya untuk menurunkan panas di wilayah perkotaan adalah membuka lahan hijau dan menanam pohon lebih luas.
"Mitigasi ini akan berpengaruh jika dilakukan oleh semua penduduk Bumi, walaupun butuh waktu yang panjang," katanya.
Apakah cuaca ekstrem ke depan akan semakin intens?
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) belum lama ini mengeluarkan kajian perubahan iklim 2021-2050 khusus di wilayah Benua Maritim Indonesia (BMI) dengan teknik dynamic downscaling.
Downscaling adalah metode untuk mendapatkan informasi iklim atau perubahan iklim beresolusi tinggi dari model iklim global (GCM).
Hasilnya menunjukkan, kekeringan dan hujan ekstrem mengalami peningkatan signifikan.
Kekeringan dan hujan ekstrem mengalami peningkatan signifikan berdampak di wilayah Sumatra bagian tengah dan selatan.
Lalu, kekeringan ekstrem di masa depan juga diperkirakan berdampak di wilayah Kalimantan bagian tengah, timur dan selatan - termasuk Ibu Kota Negara (IKN).
Adapun Kalimantan bagian barat diproyeksikan mengalami hari-hari yang lebih basah.
"Untuk Pulau Jawa, sebagian besar wilayah terancam mengalami suhu maksimum yang lebih tinggi dan suhu minimum yang lebih rendah khususnya untuk pantura Jawa Timur," kata Peneliti di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin dalam keterangan resminya.
Dalam cuaca ekstrem yang terjadi di Indonesia belakangan ini, Erma menuturkan sumber utamanya adalah suhu laut yang semakin hangat.
“Nah, lautan ini berperan penting dalam menghasilkan cuaca ekstrem,” katanya.
Laut yang dimaksud adalah Laut China Selatan, Laut Samudera Hindia, dan Perairan Laut Banda.
“Energi yang terus disuplai, sehingga hujan tak berhenti,” katanya.
Wartawan Robertus Bejo di Lampung dan Yuli Saputra di Bandung ikut berkontribusi dalam artikel ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.