Selasa, 7 Oktober 2025

Menelusuri kasus penyiksaan warga sipil oleh sejumlah prajurit TNI di Puncak, Papua – Mengapa terus berulang?

Atasan para anggota TNI yang menyiksa seorang warga sipil di Puncak, Papua, berkata kepada BBC bahwa dia tidak mengetahui kasus itu.…

BBC Indonesia
Menelusuri kasus penyiksaan warga sipil oleh sejumlah prajurit TNI di Puncak, Papua – Mengapa terus berulang? 

Warinus jatuh dari mobil aparat dalam kondisi tangan diikat, klaim Panglima Kodam Cenderawasih, Mayjen Izak Pangemanan. Ketika jatuh, kata Izak, kepala Warinus membentur batu.

Bagaimanapun, pernyataan “keberhasilan” TNI itu akhirnya berganti menjadi permintaan maaf, meski Mayjen Izak sempat membuat penyangkalan.

Pimpinan militer membuat klaim penyiksaan yang terjadi di Puncak dilakukan oleh oknum dan bukan “gambaran perilaku anggota TNI secara keseluruhan“.

Namun data yang disusun berbasis metodologi akademis dan wawancara terhadap korban maupun aparat berbanding terbalik dengan klaim petinggi militer.

Data hasil riset di Australian National University yang dipublikasi dalam buku berjudul Torture and Peace-building in Indonesia: The Case of Papua menunjukkan, dari setidaknya 431 kasus penyiksaan oleh aparat pada periode 1963-2010 di Papua, hanya dua yang dilakukan terhadap milisi pro-kemerdekaan. Sisanya merupakan penyiksaan terhadap warga sipil—nonkombatan alias orang-orang yang tidak mengangkat senjata.

Data tersebut disusun Budi Hernawan, pakar konflik dan hukum humaniter dari Sekolah Tinggi Teologi Driyarkara. Dia menyimpulkan: penyiksaan aparat terhadap orang Papua berulang kali terjadi. Budi berkata, penyiksaan aparat telah menjadi bagian dari kebijakan pemerintah dan otoritas militer serta terus dibiarkan.

BBC Indonesia menyusun kronologi penyiksaan tentara di Puncak, Papua, terhadap laki-laki bernama Defianus Kogoya. Kami juga mewawancarai warga Puncak, seorang pendeta yang rutin menangani warga korban penyiksaan, serta dua ahli yang telah mendalami isu Papua selama puluhan tahun. Berbasis wawancara itu, kami memeriksa berbagai klaim yang awal pekan ini dikatakan pimpinan TNI.

Bagaimana penyiksaan di Puncak terjadi?

Komandan Satgas Yonif 300/Braja Wijaya, Letkol Afri Swandi Ritonga, membuat klaim dia mendapat informasi bahwa milisi pro-kemerdekaan berencana membakar puskesmas di Distrik Omukia pada 3 Februari lalu.

“Saya langsung perintahkan jajaran satgas untuk melaksanakan patroli sebagai tindakan pencegahan,” kata Afri seperti dirilis dalam situs resmi TNI pada 5 Februari lalu.

Atas perintah Afri itu, Satgas Yonif 300/Braja Wijaya, Satgas Damai Cartenz dan Satgas Elang IV menyisir Distrik Omukia.

Afri membuat klaim, pada pukul empat sore terdengar tiga tembakan yang diarahkan ke pasukannya. Prajuritnya lantas berlindung dan membalas dengan “memberi tembakan peringatan”.

Afri membuat klaim, eskalasi kontak tembak tidak menurun. Oleh karenanya Afri memerintahkan enam tim untuk mengejar orang-orang yang diduga milisi TPNPB. Afri mengerahkan enam tim itu ke daerah Gome, Omukia, Kepala Air, dan Kunga.

Setelah lima jam kontak tembak dan pengejaran, Afri berkata timnya menangkap tiga laki-laki Papua. Mereka adalah Warinus Murib, Defianus Kogoya, dan Alinus Murib.

Afri menuduh bahwa Warinus adalah milisi TPNPB yang selama ini dicari Polres Puncak. Tuduhan soal status Warinus itu yang dibantah kelompok advokasi seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, LBH Papua, dan Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Puncak.

Sumber: BBC Indonesia
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved