Aturan barang bawaan impor berdampak pada pekerja migran Indonesia: 'Oleh-oleh untuk Lebaran, eh kena tahan bea cukai'
Seorang buruh migran di Taipei, Tutik, bercerita empat kardus oleh-oleh yang dikirim sejak Februari lalu tertahan di gudang bea cukai…
Di situ, disampaikan bahwa ada pengecualian bebas izin impor terhadap barang kiriman pekerja migran Indonesia, seperti pakaian jadi dan aksesori pakaian jadi dengan kondisi baru. Maksimal yang boleh dikirim sebanyak lima buah dan dalam kondisi tidak baru maksimal 15.
Barang tekstil sudah jadi lainnya yang dalam kondisi baru atau tidak baru, dibatasi lima.
Barang elektronik yang tidak termasuk telepon seluler, komputer genggam dan kimputer tablet dalam kondisi baru atau tidak baru maksimal dua.
Ada juga alas kaki dalam kondisi baru atau tidak baru dibatasi dua, kosmetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga dalam kondisi baru atau tidak baru maksimal lima.
Lalu, mainan anak dalam kondisi baru atau tidak baru dibatasi empat.
Yang jadi masalah, kata Karsiwen, terhadap barang-barang yang jumlahnya melebihi batasan dikenakan pajak yang angkanya disebut 'tidak masuk akal'. Sebab barang-barang itu kebanyakan dibeli dengan harga diskon.
"Itu hitungan pajaknya bagaimana? Karena kadang ada barang yang beli diskonan dan pihak bea cukai mengecek harga dengan standar harga normal untuk menetapkan pajaknya."
"Kan jadi rancu kalau tidak ada proses interview saat mengecek barang-barang itu. Ini yang belum jelas."
"Kasihan keluarga penerima, dia terima paketan harus bayar sekian untuk ambil barang. Jadi beban ganda untuk pekerja migran dan keluarganya."
Bagi Karsiwen, kebijakan yang diberlakukan kepada pekerja migran ini bukanlah pengecualian seperti yang diklaim Kementerian Perdagangan, tapi sama seperti warga lainnya karena tetap ada batasan maksimum total barang yang dikirim ke Indonesia tak boleh lebih dari US$1.500 atau sekitar Rp23,8 juta.
Sementara untuk menaksir barang-barang kiriman para buruh migran tak lebih dari angka itu, dia mempertanyakan cara penghitungannya.
Karena lagi-lagi, barang yang dikirim kebanyakan dibeli ketika ada potongan harga alias diskon atau pemberian dari majikan. Mustahil, katanya, ada pekerja migran yang rela menghabiskan gajinya demi membeli barang mewah bermerek.
Belum lagi ongkos untuk pengiriman lewat ekspedisi terbilang mahal.
"Jadi janganlah mereka dicurigai kirim barang untuk dagangan atau jastip-jastip itu, karena ongkosnya tidak murah."
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.