Kamis, 25 September 2025
Deutsche Welle

Soeharto Lalu Prabowo: Komandan Pasukan Sebagai Pemimpin Bangsa

Seperempat abad lebih setelah Soeharto lengser, Prabowo Subianto justru terpilih sebagai presiden. Semua orang di negeri sudah paham,…

Deutsche Welle
Soeharto Lalu Prabowo: Komandan Pasukan Sebagai Pemimpin Bangsa 

Latar belakang keduanya juga mirip, sama- sama mantan komandan pasukan, sebelum kemudian terjun ke politik.

Mungkinkah ini kebetulan belaka, bahwa seorang komandan pasukan, dengan segala karakteristiknya yang khas, kembali memperoleh kesempatan untuk memimpin bangsa ini.

Kita pernah diberi kesempatan untuk memiliki presiden dengan tipe intelektual, yakni BJ Habibie dan Gus Dur, ternyata hanya berkuasa sebentar, dan itu bisa dijadikan penanda, bangsa ini lebih senang pada pemimpin berlatar belakang militer.

Apa yang menjadi aspirasi rakyat, semesta turut mendukung, dengan berbagai cara akhirnya Prabowo bisa menjadi presiden. Kita masih bisa berharap, saat berkuasa nanti, Prabowo tidak bergaya militeristik seperti

Soeharto, berkat adanya atmosfer demokrasi dan kekuatan civil society.

Secara singkat bisa dikatakan, bila pemimpin tipe intelektual pernah "dinafikan” bangsa ini, mungkin peradaban kita memang belum sampai, untuk dipimpin seorang intelektual. Peradaban kita masih pada taraf, lebih senang bila dipimpin seorang figur militer, yang biasanya enggan untuk berdialog, langsung perintah eksekusi.

Kita belum sampai pada taraf seperti Singapura, misalnya, yang juga baru saja memperoleh perdana menteri yang baru, dan kita tidak pernah membayangkan, Singapura atau Jepang, akan pernah dipimpin seorang figur militer

Rezim Soeharto memang sudah lama tumbang, namun kualitas demokrasi boleh dikatakan jalan di tempat. Saat Soeharto berkuasa (1966-1998) selalu diingat karena skala korupsinya yang gigantik.

Rezim Soeharto jatuh karena akronim yang kemudian istilah baku: KKN (korupsi, kolusi, nepotisme).

Setelah lebih dua dekade berlalu, Reformasi 1998 dan semangat melawan KKN mirip obat nyamuk bakar, hanya melingkar-lingkar tak tentu arah. Ikhtiar melawan KKN hanya muncul sesekali, itu pun verbal, sepert saat kampanye Pemilu baru-baru ini.

Soeharto dijadikan dalih

Terkait korupsi dan nepotisme, Soeharto sering dijadikan dalih. Soeharto mengalami apa yang tersurat dalam pepatah lama "sudah jatuh tertimpa tangga”.

Soeharto selalu memperoleh stigma pelaku KKN oleh rezim berikutnya, namun KKN juga dilakukan rezim berikutnya. Celakanya, ketika rezim berikut melakukan KKN, mereka bersembunyi di balik punggung Soeharto. Sebuah ironi, Soeharto dinista namun juga dijadikan perisai.

Lembaga yang paling diandalkan melawan korupsi, yakni KPK, justru "terjun bebas” di tubir jurang. Himbauan sejumlah guru besar lintas kampus, agar pelemahan terhadap KPK dihentikan, sama sekali tidak didengar.

Para guru besar ibarat resi, sebagai simbol kebijakan. Di masa lalu, himbauan resi yang selalu didengar oleh para raja atau penguasa. Bila resi sampai turun gunung, sinyal adanya kekacauan luar biasa.

Suara guru besar adalah seruan moral kampus, namun akhirnya tidak didengarkan.

Halaman
123
Sumber: Deutsche Welle
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan