Pasal 'penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja' dalam PP Kesehatan menuai polemik
Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kesehatan yang baru-baru ini didengungkan menuai kontroversi akibat adanya pasal yang menyebut penyediaan…
“Aneh kalau anak usia sekolah dan remaja mau dibekali alat kontrasepsi. Apakah dimaksudkan untuk memfasilitasi hubungan seksual di luar pernikahan?” ujar anggota Partai Keadilan Sejahtera itu pada Minggu (04/08).
“Pasal 103 ayat 4 disebutkan bahwa dalam hal pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja ada penyebutan penyediaan alat kontrasepsi. Apakah dimaksudkan untuk memfasilitasi hubungan seksual di luar pernikahan?”
Selain itu, Netty juga mempertanyakan adanya kalimat “perilaku seksual yang sehat, aman, dan bertanggung jawab” di usia anak sekolah dan remaja dalam PP Kesehatan.
“Perlu dijelaskan apa maksud dan tujuan dilakukannya edukasi perilaku seksual yang sehat, aman dan bertanggungjawab. Apakah ini mengarah pada pembolehan seks sebelum nikah asal bertanggungjawab?” ujarnya.
Netty menekankan kepada pemerintah untuk berhati-hati dalam membuat pasal yang dapat ditafsirkan secara liar oleh masyarakat. Dia pun mendesak agar PP tersebut segera direvisi.
“Harus ada kejelasan soal edukasi seputar hubungan seksual yang mana tidak boleh terlepas dari nilai-nilai agama dan budaya yang dianut bangsa,” tambahnya.
Berdasarkan pantauan BBC News Indonesia, perbincangan mengenai penggunaan kondom atau alat kontrasepsi lainnya pada usia sekolah dan remaja di jejaring media sosial X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter) memang beragam.
Sejumlah pengguna akun X mendukung penggunaan kondom pada usia remaja untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan juga penyakit menular seksual.
Namun, tidak sedikit yang menekankan norma-norma agama yang melarang seks di luar nikah.
Bagaimana tanggapan Kementerian Kesehatan dan BKKBN mengenai PP tersebut?
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, ketika dihubungi menegaskan pelayanan kontrasepsi “bukan untuk semua remaja” melainkan “remaja yang sudah menikah tetapi menunda kehamilan”.
“Kondom tetap untuk yang sudah menikah. Usia sekolah dan remaja tidak perlu kontrasepsi. Mereka harusnya abstinensi [tidak melakukan kegiatan seksual],” ujar Nadia kepada wartawan Amahl Azwar yang melaporkan untuk BBC News Indonesia pada Minggu (04/08).
Pasal 103 Ayat (4) butir “e” yang menyebut penyediaan alat kontrasepsi, sambung Nadia, “ditujukan bagi remaja yang sudah menikah tetapi menunda kehamilan hingga.umur yang aman untuk hamil”.
“Sebenarnya maksudnya poin di sini adalah karena kesehatan reproduksi itu mengikuti kebutuhan siklus kehidupan. Setiap siklus kehidupan, kebutuhan akan kesehatan reproduksi berbeda,” terangnya.
“Kita tahu ada remaja yang sudah menikah di usia 15 tahun. Jadi jelas sebenarnya di Pasal 109 [yaitu] pelayanan kontrasepsi ditujukan bagi PUS [pasangan usia subur] dan kelompok usia subur yang beresiko. Jadi bukan untuk semua remaja,” tegas Nadia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.