Selasa, 19 Agustus 2025

Pasal 'penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja' dalam PP Kesehatan menuai polemik

Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kesehatan yang baru-baru ini didengungkan menuai kontroversi akibat adanya pasal yang menyebut penyediaan…

BBC Indonesia
Pasal 'penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja' dalam PP Kesehatan menuai polemik 

Nadia menjelaskan Kementerian Kesehatan akan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang memperjelas aturan tersebut.

“[Permenkes] masih dalam penyusunan. Tetapi akan segera diterbitkan supaya program bisa jalan,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, mengatakan sasaran pihaknya dalam pemberian alat kontrasepsi selama ini adalah pasangan suami istri atau yang oleh BKKBN dirujuk sebagai pasangan usia subur.

Sementara untuk usia sekolah dan remaja, Hasto mengatakan yang dilakukan selama ini adalah pemberian edukasi mengenai seks dan kesehatan reproduksi dan bukannya pemberian alat kontrasepsi.

“[Edukasi maksudnya] bukan mengajari tentang hubungan seks [melainkan] bagaimana cara merawat dan melindungi kesehatan reproduksi bagi laki-laki dan perempuan,” ujar Hasto.

BKKBN, sambung Hasto, akan “duduk bersama” dengan Kementerian Kesehatan juga berbagai pakar termasuk tokoh agama untuk merumuskan aturan tersebut secara teknis.

“Ada bagian [dalam PP] yang menyatakan bahwa pelaksanaannya itu mengindahkan kaidah-kaidah agama,” ujar Hasto.

“Di Indonesia ini, kan, norma agama. Sehingga akhirnya biasanya kita menerjemahkannya kita pertimbangkan dari segenap tokoh agama seperti Majelis Ulama.”

Di sisi lain, Hasto mengutarakan “kekhawatiran bersama” karena rata-rata usia hubungan seks pertama kali yang berbanding terbalik dengan rata-rata umur menikah.

“Kita punya data [mengenai] unwanted pregnancy dan penelitian survei yang rutin dikerjakan lima tahun sekali namanya SDKI [Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia],” ujar Hasto ketika dihubungi pada Minggu (04/08).

“Mayoritas laki-laki dan perempuan itu berhubungan seks pertama kali ada di usia 15-19 tahun. Semakin ke sini, semakin muda usianya. Sementara rata-rata usia pernikahan pada perempuan adalah 22 tahun.”

Hasto tidak menampik logika tentang penyediaan alat kontrasepsi untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan dalam hubungan seks di luar nikah. Meski begitu, dia tetap menekankan adanya norma-norma agama di Indonesia.

“Memang itu logika, tapi kan logika yang masih sangat murni dalam artian belum disesuaikan dengan kaidah-kaidah agama,” ujar Hasto.

Apa kata pengamat tentang aturan PP Kesehatan tentang penyediaan kontrasepsi?

Aktivis dan konsultan gender, Tunggal Pawestri, mengapresiasi terbitnya PP Nomor 28 tahun 2024 yang memuat hak-hak kesehatan reproduksi bagi anak dan remaja.

Menurut Tunggal, peraturan pemerintah ini sungguh diperlukan “mengingat tingginya angka kehamilan tidak diinginkan yang juga berpengaruh terhadap tingginya stunting”.

Di sisi lain, Tunggal mengaku skeptis mengenai apakah PP Nomor 28 Tahun 2024 ini akan benar-benar dilaksanakan di lapangan.

“Kita juga sudah punya PP Kesehatan Reproduksi Nomor 61 Tahun 2014, tapi tetap saja remaja masih kesulitan mengakses informasi apalagi layanan kesehatan yang ramah,” ujar Tunggal.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 mengenai Kesehatan Reproduksi juga mengatur pelayanan kesehatan reproduksi remaja di Pasal 11 dan Pasal 12. Walaupun begitu, kedua pasal itu tidak secara gamblang menyebut penyediaan pelayanan kontrasepsi terhadap remaja.

“Kita lihat saja nanti prakteknya, saya yakin bahwa pemerintah tidak akan secara serius implementasikan ini di lapangan, dan nanti jika ditanya atau ditagih, kita rasanya bisa menduga apa jawaban mereka. Banyak kok contohnya indah di kertas, nol besar di pelaksanaan,” tukas Tunggal.

Disinggung mengenai pelaksanaan PP Nomor 28 Tahun 2024 dalam konteks kaidah-kaidah agama, Tunggal mengatakan tidak perlu ada kekhawatiran yang berlebihan.

“Siapa sih yang enggak tahu kalau di Indonesia, hampir semua hal selalu dikaitkan dengan agama? Tapi jangan sampai kita tutup mata dan tidak peduli dengan fakta dan data di lapangan bahwa banyak remaja sudah aktif secara seksual,” ujarnya.

Sementara itu, psikolog anak dan remaja Grace Eugenia Sameve menyambut baik adanya PP Nomor 28 Tahun 2024 dan berpikir lebih positif. Dia menyebut seksualitas merupakan suatu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari manusia sejak lahir .

“Maka upaya untuk merawat [kesehatan reproduksi] perlu diupayakan serta dikenalkan sejak dini, tentunya perlu disesuaikan dengan usia atau tahap perkembangan anak,” ujarnya.

“PP ini merupakan satu upaya yang patut didukung walaupun tentunya keberhasilan akan sangat membutuhkan implementasi dari berbagai pihak.”

Di sisi lain, Grace menyebut PP Nomor 28 Tahun 2024 bisa menjadi acuan untuk memastikan setiap anak dan remaja mendapat informasi dan akses layanan yang setara terlepas dari latar belakang maupun lokasi geografis mereka.

“‘Penyediaan alat kontrasepsi’ bisa menjadi upaya yang bermanfaat untuk populasi tertentu saat ini. Jika misalnya, ke depannya dinilai tidak relevan, maka bisa direvisi kembali,” ujarnya.

“Mengingat tujuannya baik, semoga selama prosesnya kita semua selalu saling melindungi dan memikirkan kepentingan terbaik dari satu sama lain,” ujarnya.

Sumber: BBC Indonesia
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan