Sabtu, 6 September 2025

Siapa Yahya Sinwar yang kini menjadi pemimpin Hamas?

Hamas menunjuk Yahya Sinwar sebagai pemimpin barunya, menggantikan Ismail Haniyeh yang dibunuh di Teheran pekan lalu.

BBC Indonesia
Siapa Yahya Sinwar yang kini menjadi pemimpin Hamas? 

“Orang-orang juga takut pada Sinwar, dia adalah orang yang membunuh dengan tangannya sendiri,” kata Michael.

“Dia sangat brutal, agresif, tapi juga karismatik pada saat yang bersamaan.”

“Dia bukan orator,” kata Yaari.

“Ketika berbicara kepada publik, dia tampak seperti mafia.”

Segera setelah keluar dari penjara, Sinwar juga beraliansi dengan Brigade Izzedine al-Qassam dan kepala staf Marwan Issa.

Pada 2013, dia terpilih menjadi anggota Biro Politik Hamas di Jalur Gaza, kemudian menjadi ketuanya pada 2017.

Adik laki-laki Sinwar, Mohammed, juga berperan aktif di Hamas. Dia mengaku selamat dari beberapa upaya pembunuhan Israel sebelum dinyatakan meninggal oleh Hamas pada 2014.

Beberapa laporan media menyebut bahwa dia mungkin saja masih hidup, aktif di sayap militer Hamas yang bersembunyi di terowongan di bawah Gaza, dan bahkan mungkin berperan dalam serangan 7 Oktober di Israel.

Reputasi Sinwar atas kekejamannya membuat dia dijuluki sebagai Si Penjagal Khan Younis.

“Dia adalah orang yang menerapkan kedisiplinan secara brutal,” kata Yaari.

“Orang-orang di Hamas memahami itu – jika Anda tidak mematuhi Sinwar, Anda mempertaruhkan nyawa Anda.”

Dia dianggap bertanggung jawab atas penahanan, penyiksaan dan pembunuhan seorang komandan Hamas bernama Mahmoud Ishtiwi pada tahun 2015 yang dituduh homoseksual dan melakukan penggelapan.

Pada tahun 2018, dalam pernyataannya kepada media internasional, dia mengisyaratkan dukungannya terhadap ribuan warga Palestina untuk menerobos pagar pembatas yang memisahkan Jalur Gaza dengan Israel.

Dukungan itu adalah bagian dari protes terhadap AS yang memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Belakangan, pada tahun yang sama, dia mengaku selamat dari upaya pembunuhan oleh warga Palestina pendukung pesaingnya, Otoritas Palestina (PA) di Tepi Barat.

Namun dia juga pernah menunjukkan sisi pragmatisnya. Dia mendukung gencatan senjata sementara dengan Israel, pertukaran tahanan, dan rekonsiliasi dengan Otoritas Palestina. Menurut Michael, Sinwar bahkan dikritik oleh pihak yang menentang keputusannya karena dianggap terlalu moderat.

Kedekatan dengan Iran

Banyak pihak di lembaga pertahanan dan keamanan Israel menganggap bahwa membiarkan Sinwar keluar dari penjara merupakan kesalahan fatal, meski itu dilakukan sebagai bagian dari kesepakatan penukaran tahanan.

Warga Israel merasa mereka terbuai dalam rasa aman yang salah. Mereka merasa keliru karena meyakini bahwa penawaran insentif ekonomi dan lebih banyak izin kerja kepada Hamas akan membuat kelompok itu kehilangan keinginan untuk berperang. Tentu saja ini merupakan kesalahan perhitungan yang sangat fatal.

“Dia melihat dirinya sebagai orang yang ditakdirkan untuk membebaskan Palestina – dia tidak memikirkan perbaikan situasi ekonomi, layanan sosial untuk Gaza,” kata Yaari.

"Itu bukan dirinya."

Pada tahun 2015, Departemen Luar Negeri AS secara resmi mengkategorikan Sinwar sebagai "Teroris Global yang Ditunjuk Khusus".

Pada Mei 2021, serangan udara Israel menargetkan rumah dan kantornya di Jalur Gaza.

Dalam pidatonya yang disiarkan televisi pada April 2022, dia mendorong orang-orang untuk menyerang Israel dengan cara apa pun yang memungkinkan.

Para pakar telah mengidentifikasi Sinwar sebagai tokoh kunci yang menghubungkan biro politik Hamas dengan sayap bersenjatanya, Brigade Izzedine al-Qassam, yang memimpin serangan tanggal 7 Oktober di Israel selatan.

Pada 14 Oktober, juru bicara militer Israel, Letkol Richard Hecht, menyebut Sinwar sebagai "wajah kejahatan".

Dia menambahkan: "Orang itu dan seluruh anggotanya berada dalam pengawasan kami. Kami akan menangkap orang itu."

Sinwar juga dekat dengan Iran. Kedekatan antara negara Syiah dengan organisasi Arab Sunni bukanlah sesuatu yang biasa, namun keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni untuk mengakhiri negara Israel dan “membebaskan” Yerusalem dari pendudukan Israel.

Mereka bekerja bergandengan tangan. Iran mendanai, melatih dan mempersenjatai Hamas, membantunya membangun kemampuan militernya dan mengumpulkan ribuan roket, yang digunakan untuk menargetkan kota-kota Israel.

Sinwar menyampaikan rasa terima kasihnya atas dukungan tersebut dalam pidatonya pada tahun 2021.

"Jika bukan karena Iran, perlawanan di Palestina tidak akan memiliki kemampuan seperti saat ini."

Namun membunuh Sinwar hanya akan menjadi “kemenangan pencitraan” bagi Israel, bukan berdampak terhadap gerakan tersebut, kata Lovatt.

Organisasi semacam Hamas cenderung beroperasi seperti kepala hydra. Ketika satu komandan operasional atau pemimpinnya dicopot, mereka akan segera digantikan oleh yang lainnya.

Pengganti mereka terkadang tidak memiliki pengalaman dan kredibilitas yang setara, namun organisasi tersebut masih mampu meneruskan regenerasi dalam beberapa bentuk.

“Jelas, [Hamas] akan kehilangan sosoknya [Sinwar],” kata Lovatt, “tapi dia akan diganti dan ada struktur yang siap melakukan hal itu. Ini tidak seperti membunuh Osama Bin Laden. Hamas memiliki pemimpin politik dan militer senior lainnya.”

Pertanyaan yang lebih besar adalah, apa yang terjadi di Gaza ketika Israel mengakhiri operasi militernya untuk memberantas Hamas, dan siapa yang pada akhirnya akan bertanggung jawab?

Dan bisakah mereka mencegah agar Gaza tidak lagi menjadi landasan serangan terhadap Israel, yang kemudian memicu pembalasan dan kehancuran besar-besaran seperti yang kita lihat sekarang?

Laporan tambahan oleh Jon Kelly

Sumber: BBC Indonesia
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan