Rabu, 1 Oktober 2025

Krisis Korea

Amerika Prihatin dengan Krisis Korea Selatan, Akui Lega Yoon Suk Yeol Cabut Darurat Militer

Pada pukul 22:30 malam waktu setempat, Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer dalam pidato mendalam di televisi.

X @ratuilma
Kendaraan militer di perkotaan Korea Selatan setelah pengumuman darurat militer. Pada pukul 22:30 malam waktu setempat, Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer dalam pidato mendalam di televisi. 

TRIBUNNEWS.COM - Korea Selatan terguncang oleh kekacauan politik yang berlangsung selama delapan jam.

Situasi genting ini terjadi setelah Presiden Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer yang mengejutkan pada Selasa (3/12/2024) malam.

Meski kemudian darurat militer dicabut hanya dalam hitungan jam setelah Yoon mengumumkannya, Rabu (4/12/2024). 

Pihak internasional, khususnya Amerika Serikat menyuarakan keprihatinan mendalam setelah pengumuman darurat militer.

Seperti diketahui, Korea Selatan dan AS memiliki hubungan militer yang kuat.

Hampir 30.000 pasukan AS ditempatkan di Korea Selatan untuk menjaga stabilitas regional, terutama di tengah ancaman dari Korea Utara.

“Kami lega Presiden Yoon telah berbalik arah atas deklarasi darurat militer yang mengkhawatirkan dan menghormati pemungutan suara Majelis Nasional Korea Selatan untuk mengakhirinya,” kata Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS dalam sebuah pernyataan, dikutip dari AFP.

Baca juga: Amerika Lega Presiden Yoon Suk Yeol Akan Cabut Darurat Militer Korea Selatan

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga menanggapi krisis yang terjadi di Seoul.

Blinken mengimbau agar perbedaan pendapat politik yang terjadi di Korea Selatan dapat diselesaikan secara damai dan sesuai dengan aturan hukum.

Keputusan darurat militer ini memicu kecemasan di seluruh Korea Selatan.

Di ibu kota Seoul, warga berlarian mencari keluarga mereka, sementara pengunjuk rasa berkumpul di luar gedung parlemen untuk menuntut pengunduran diri Yoon.

Beberapa pengunjuk rasa membawa poster yang menyerukan pemakzulan terhadap presiden, sementara sebagian lainnya bentrok dengan pihak berwenang di luar gedung parlemen.

Keputusan Yoon dipicu oleh ketegangan politik yang memicu protes besar-besaran di seluruh negeri.

Seruan pemakzulan terhadap presiden juga menggema, dikutip dari CNN.

Pada pukul 22:30 malam waktu setempat, Yoon mengumumkan darurat militer dalam pidato mendalam di televisi.

Dia menuduh partai oposisi utama, yang menguasai parlemen, bersimpati pada Korea Utara dan melakukan kegiatan "anti-negara."

Yoon juga mengkritik usulan oposisi untuk memakzulkan jaksa agung dan menolak usulan anggaran pemerintah.

Darurat militer memberikan wewenang sementara kepada militer untuk mengatasi keadaan darurat.

Dalam hal ini, Yoon melarang seluruh aktivitas politik, termasuk protes dan unjuk rasa, serta tindakan oleh partai politik.

Namun, keputusan ini memicu gelombang protes dan menambah ketegangan politik di negara yang menganut sistem demokrasi yang kuat.

Malam itu, sejumlah anggota parlemen yang marah bergegas menuju gedung parlemen dan berhasil memasuki gedung meski harus melewati penjagaan tentara.

Di dalam parlemen, mereka mengadakan pertemuan darurat dan memberikan suara bulat untuk memblokir dekrit darurat militer tersebut.

Keputusan parlemen ini mengharuskan presiden untuk mematuhinya.

Pada pukul 4:30 pagi, Yoon akhirnya mengumumkan bahwa ia akan mencabut darurat militer dan menarik pasukan yang telah dikerahkan.

Meski keputusan tersebut dicabut, ketegangan politik di negara itu tidak mereda.

Oposisi menyerukan pemakzulan terhadap presiden.

Mereka menuduh tindakan Yoon inkonstitusional.

Sementara beberapa anggota partainya sendiri mengkritik Yoon dan menuntut penjelasan lebih lanjut.

Krisis ini muncul di tengah kebuntuan politik yang sudah berlangsung berbulan-bulan.

Pemilu pada April lalu memberikan kemenangan besar kepada partai oposisi liberal, yang kini menguasai mayoritas parlemen.

Kemenangan ini menjadi referendum atas pemerintahan Yoon, yang popularitasnya terus merosot akibat berbagai skandal dan kontroversi.

Yoon, yang berasal dari kalangan konservatif, terlibat perselisihan dengan oposisi mengenai sejumlah kebijakan penting, seperti pemotongan pajak dan pelonggaran regulasi bisnis, serta upaya mereka untuk memakzulkan beberapa pejabat yang ia tunjuk, termasuk jaksa agung dan pejabat pengawas penyiaran.

Masa Depan Politik Yoon Suk Yeol

Meski darurat militer telah dicabut, masa depan presiden Yoon Suk Yeol kini terancam.

Kepala stafnya dan lebih dari sepuluh sekretaris senior presiden mengajukan pengunduran diri.

Partai oposisi mengancam akan memulai proses pemakzulan jika Yoon tidak segera mundur.

Ketua partai Yoon sendiri juga menyerukan pemecatan menteri pertahanan yang merekomendasikan darurat militer tersebut.

Bahkan serikat pekerja terbesar di Korea Selatan mengumumkan rencana mogok kerja umum tanpa batas waktu hingga Yoon mengundurkan diri.

Dengan situasi politik yang semakin memanas, banyak yang mempertanyakan apakah Yoon akan mampu bertahan atau harus menghadapi perombakan besar dalam pemerintahannya.

Kejadian ini juga mengingatkan kita pada masa kelam sejarah Korea Selatan.

Negara ini pernah berada di bawah pemerintahan otoriter yang memberlakukan darurat militer beberapa kali, terutama pada masa Perang Dingin.

Namun sejak 1980-an, Korea Selatan telah berkembang menjadi negara demokratis dengan sistem pemilu yang bebas dan adil.

Puncaknya, pada tahun 1980, Korea Selatan terakhir kali berada di bawah darurat militer selama pemberontakan yang dipimpin oleh mahasiswa dan serikat buruh.

Sejak saat itu, negara ini telah berjuang keras untuk menjaga nilai-nilai demokrasi, yang kini menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas nasionalnya.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved