Sabtu, 23 Agustus 2025

'Kami dibilang kena kutuk' – Kisah para penyintas kusta berjuang melawan stigma

Kusta, salah satu penyakit tertua yang diderita manusia, bukan sekadar penyakit fisik. Meskipun dapat disembuhkan dengan antibiotik,…

BBC Indonesia
'Kami dibilang kena kutuk' – Kisah para penyintas kusta berjuang melawan stigma 

Setiap perjalanan ia harus menempuh perjalanan selama sehari penuh dengan bus yang dilanjut dengan berjalan kaki pada hari kedua.

Musim hujan membawa bahaya tambahan karena banjir dan tanah longsor sering kali menghambat dirinya mendapatkan obat tepat waktu.

Akhirnya, Prima bisa meyakinkan pusat kesehatan setempat untuk mengizinkannya menjalani observasi selama seminggu.

Dia kemudian dirawat di sana selama 18 bulan setelah dapat meyakinkan staf medis bahwa jika ia pulang, ia akan dikurung di kandang sapi lagi.

"Itulah pertama kalinya saya merasa memiliki harapan," katanya. "Para dokter memperlakukan saya seperti manusia, bukan penyakit."

Selama periode tersebut, hanya dua orang kerabat jauh yang mengunjunginya sekali. Bahkan, sekembalinya ke rumah, ia tidak disambut oleh keluarganya sendiri.

Perawatannya menyakitkan dan menimbulkan efek samping yang parah.

Dr. Mahesh Shah menjelaskan, "Dapson [antibiotik] dapat menyebabkan reaksi alergi parah dan perawatan yang tepat sangat penting. Jika tidak, pasien dapat meninggal. Klofazimin [obat kusta] dapat menyebabkan diare dan pigmentasi gelap, sehingga pasien mungkin tidak menyelesaikan pengobatan secara tuntas dan ini dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan munculnya stigma."

Memberantas stigma

Meskipun sempat mendapat penolakan, Prima dan Amar akhirnya menemukan jalan untuk berobat.

Perjalanan Amar membawanya ke Rumah Sakit Kusta Anandaban, tempat ia dirawat lebih dari 40 kali selama enam tahun. Rasa sakit fisik akibat pengobatannya sangat luar biasa.

"Tantangan terbesar yang saya hadapi adalah isolasi sosial, rasa sakit emosional, dan masalah kesehatan fisik akibat reaksi eritema nodosum leprosum (ENL) terhadap obat-obatan. Efek samping yang saya alami sangat parah sehingga terkadang terasa seperti tubuh saya terpotong-potong," kenang Amar.

"Tetapi dikucilkan lebih buruk."

"Teman-teman saya berubah menjadi orang asing. Tetangga saya menjauhi saya. Dan keluarga saya tidak tahu bagaimana menghadapinya," kata Amar.

Rasa penolakan dan putus asa menjadi begitu kuat sehingga ia mencoba bunuh diri dua kali.

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan