Jumat, 22 Agustus 2025

'Kami dibilang kena kutuk' – Kisah para penyintas kusta berjuang melawan stigma

Kusta, salah satu penyakit tertua yang diderita manusia, bukan sekadar penyakit fisik. Meskipun dapat disembuhkan dengan antibiotik,…

BBC Indonesia
'Kami dibilang kena kutuk' – Kisah para penyintas kusta berjuang melawan stigma 

Ketika Prima Gharti Magar turun dari bus setelah dirawat selama 18 bulan di rumah sakit untuk memulihkan diri dari kusta, ia berharap keluarganya dapat menghibur.

Namun, Prima justru menghadapi kesunyian. Meskipun staf rumah sakit meyakinkan keluarga Prima bahwa ia telah sembuh dan tidak lagi menular, sanak saudaranya masih terasa takut.

"Saya pikir keadaan akan berubah saat saya sembuh," kenang Prima. "Namun, rasa takut dan stigma masih ada. Rasanya tidak seperti di rumah lagi."

Kusta, yang merupakan salah satu penyakit tertua yang diderita manusia, bukan sekadar penyakit fisik. Bagi banyak orang, kusta adalah penolakan sosial yang harus diderita selama sisa hidup mereka.

Prima sekarang berusia 42 tahun dan dia telah sembuh dari kusta selama lebih dari 25 tahun.

Namun, ia tidak dapat melupakan masa-masa tergelapnya, yaitu saat pertama kali mengetahui bahwa dia menderita kusta.

Kala itu, dia mengira dirinya akan menjalani sisa hidup diasingkan di kandang sapi.

Stigma

Kusta, yang juga dikenal sebagai penyakit Hansen, tercatat mencapai 200.000 kasus baru setiap tahun, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Penyakit ini masih ada di sekitar 120 negara.

Kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae.

Penyakit itu diyakini dapat menular melalui percikan ludah dari hidung dan mulut saat sering berkontak dekat dengan pengidap yang belum diobati, menurut WHO.

Mengenai penularan, WHO menjelaskan: "Penyakit ini tidak menyebar melalui kontak biasa dengan pengidap kusta seperti berjabat tangan atau berpelukan, berbagi makanan atau duduk bersebelahan."

WHO mencatat bahwa setelah pengobatan dimulai, pasien akan berhenti menularkan kusta.

Meskipun dapat disembuhkan dengan antibiotik, penyakit ini masih diselimuti mitos dan ketakutan, terutama di daerah terpencil seperti daerah pedesaan di Nepal.

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan