Jumat, 22 Agustus 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Arab Cs Kecewa Israel Stop Bantuan ke Gaza hingga Netanyahu Tolak Gencatan Senjata Fase Kedua

Reaksi keras dari Arab Saudi, Mesir, Yordania, dan Qatar atas pemblokiran bantuan ke Gaza oleh Israel hingga Netanyahu soal gencatan senjata fase dua.

TheNational/Toaf Maayan
PERINTAHKAN PENGHANCURAN - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengunjungi kamp pengungsi Tulkarem, Tepi Barat Jumat (21/2/2025). Reaksi keras dari Arab Saudi, Mesir, Yordania, dan Qatar atas pemblokiran bantuan ke Gaza oleh Israel hingga Netanyahu belum sepakat lanjutkan gencatan senjata. 

TRIBUNNEWS.COM - Negara-negara Arab mengungkapkan kecaman keras terhadap keputusan Israel untuk menghentikan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza, Minggu (2/3/2025).

Arab Saudi, Mesir, Yordania, dan Qatar merilis pernyataan yang mengkritik langkah tersebut.

Mereka menyebutnya sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap perjanjian gencatan senjata dan hukum internasional.

Keputusan Israel untuk menghentikan pengiriman bantuan ke Gaza diumumkan setelah fase pertama gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan antara kelompok Palestina Hamas dan Israel berakhir pada Sabtu (1/3/2025).

Keputusan ini juga datang bersamaan dengan upaya Israel untuk menghalangi negosiasi fase kedua.

Sebelumnya, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan, “mulai pagi ini, masuknya semua barang dan pasokan ke Jalur Gaza akan dihentikan.”

Reaksi Keras dari Arab Saudi, Mesir, Yordania, dan Qatar

Sikap Netanyahu menuai kritik tajam dari keluarga sandera, politisi, dan pemerintah daerah.

Yair Golan, pemimpin Partai Demokrat, menuduh pemerintah Netanyahu menghindari negosiasi pada tahap kedua perjanjian tersebut.

Kementerian Luar Negeri Saudi menyatakan “Kerajaan mengutuk dan mengecam keputusan pemerintah pendudukan Israel untuk menghentikan bantuan kemanusiaan ke Gaza, menggunakannya sebagai alat pemerasan dan hukuman kolektif.”

Pernyataan tersebut menekankan bahwa keputusan tersebut merupakan “pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan serangan langsung terhadap prinsip-prinsip hukum humaniter internasional di tengah krisis kemanusiaan yang sedang dihadapi oleh rakyat Palestina.”

Baca juga: Israel Minta Tahap 1 Gencatan Senjata Diperpanjang, Hamas: Usaha Kembalikan Keadaan ke Titik Awal

Mesir juga mengutuk pemblokiran bantuan kemanusiaan oleh Israel, menyebutnya sebagai “pelanggaran mencolok” terhadap perjanjian gencatan senjata.

Kementerian Luar Negeri Mesir mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya “mengutuk keras keputusan pemerintah Israel untuk memblokir bantuan kemanusiaan dan menutup penyeberangan yang digunakan untuk upaya bantuan.”

Kementerian tersebut menegaskan bahwa “tindakan-tindakan ini secara terang-terangan melanggar perjanjian gencatan senjata, hukum humaniter internasional, Konvensi Jenewa Keempat, dan semua prinsip agama."

Seruan dari Negara-negara Arab untuk Tindakan Internasional

Anadolu Ajansi melaporkan Konvensi Jenewa Keempat, yang diadopsi pada bulan Agustus 1949, memberikan perlindungan kemanusiaan bagi warga sipil di zona perang.

Mesir menekankan bahwa “tidak ada pembenaran, kondisi, atau alasan yang mengizinkan penggunaan kelaparan dan pengepungan sebagai senjata terhadap warga sipil yang tidak bersalah, khususnya selama (bulan puasa umat Islam) Ramadan.”

Kairo mengimbau masyarakat internasional untuk “memenuhi tanggung jawabnya untuk mengakhiri semua praktik yang melanggar hukum dan tidak manusiawi yang menargetkan warga sipil dan mengutuk upaya untuk menggunakan nyawa orang yang tidak bersalah untuk pengaruh politik.”

Kementerian Luar Negeri Yordania juga mengecam keras keputusan Israel untuk menghentikan bantuan dan menutup jalur penyeberangan ke Gaza, dengan menyebutnya sebagai “pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan Konvensi Jenewa Keempat tentang perlindungan warga sipil selama perang.”

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Sufyan Qudah mengatakan, “keputusan pemerintah Israel merupakan pelanggaran berat terhadap perjanjian gencatan senjata dan berisiko memicu kembali konflik di Gaza.”

Qudah menekankan bahwa “Israel harus mengakhiri penggunaan kelaparan sebagai senjata terhadap warga Palestina dan warga sipil yang tidak bersalah, terutama selama bulan suci Ramadan.”

Qatar Mengutuk Tindakan Israel dan Mendukung Gaza

Kementerian Luar Negeri Qatar mengecam keras keputusan Israel, menyebutnya sebagai “pelanggaran terang-terangan” terhadap perjanjian gencatan senjata, hukum humaniter internasional, dan Konvensi Jenewa Keempat.

Kementerian tersebut menegaskan kembali “penolakan tegasnya terhadap penggunaan makanan oleh Israel sebagai senjata perang di Gaza dan kelaparan yang dialami warga sipil.”

Qatar menghimbau masyarakat internasional untuk menekan Israel agar memastikan masuknya bantuan yang aman, berkelanjutan, dan tanpa hambatan ke seluruh wilayah Gaza.

Baca juga: Panglima Perang Baru Israel Bakal Copot Besar-besaran Petinggi IDF, Perang Gaza Berubah Pola

Menanggapi penangguhan bantuan tersebut, Hamas menyebut tindakan tersebut sebagai “pemerasan murahan, kejahatan perang, dan kudeta terang-terangan terhadap perjanjian gencatan senjata.”

Hamas mendesak para mediator dan masyarakat global untuk “menekan pendudukan (Israel) dan menghentikan tindakan hukuman dan tidak bermoralnya terhadap lebih dari 2 juta orang di Gaza.”

Israel Belum Sepakat Lanjutkan Gencatan Senjata

Tahap pertama perjanjian gencatan senjata selama enam minggu, yang mulai berlaku pada 19 Januari, secara resmi berakhir pada Sabtu (1/3/2025) tengah malam.

Israel belum setuju untuk melanjutkan ke tahap kedua kesepakatan untuk mengakhiri perang di Gaza.

Netanyahu telah berupaya memperpanjang fase pertukaran awal untuk mengamankan pembebasan sebanyak mungkin tawanan Israel tanpa menawarkan imbalan apapun atau memenuhi kewajiban militer dan kemanusiaan berdasarkan perjanjian tersebut.

Hamas menolak untuk melanjutkan perjanjian berdasarkan persyaratan ini.

Pejuang Palestina tersebut bersikeras agar Israel mematuhi ketentuan gencatan senjata dan segera memulai negosiasi untuk tahap kedua, yang mencakup penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza dan penghentian total perang.

Perjanjian gencatan senjata telah menghentikan perang genosida Israel di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 48.380 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan meninggalkan daerah kantong itu dalam reruntuhan.

November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

Israel Siap Perang Lagi

Tentara pendudukan Israel bersiap untuk melanjutkan perang di Jalur Gaza jika tidak ada kesepakatan untuk memperpanjang gencatan senjata.

Hal ini dilaporkan oleh otoritas penyiaran Israel tepat saat gencatan senjata fase satu antara Israel dan Hamas berakhir, 1 Maret.

"Mencapai ketenangan di Gaza memerlukan kesepakatan aktif," demikian isi laporan tersebut mengutip sumber keamanan senior Israel, seperti dikutip Middle East Monitor (MEMO) pada Senin (3/3/2025).

"Jika tidak, hanya ada dua pilihan yaitu pembebasan tahanan atau perang," tambahnya.

Laporan tersebut juga mengutip sumber yang dekat dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Ia mengatakan bahwa Israel memang tidak tertarik untuk beralih ke tahap kedua dari kesepakatan pertukaran tahanan.

Channel 13 Israel mengutip pejabat Israel yang tidak disebutkan namanya, melaporkan bahwa "Netanyahu cenderung memperpanjang gencatan senjata selama beberapa hari lagi sebelum potensi kembalinya pertempuran di Gaza".

Media KAN, mengutip sumber keamanan senior yang mengatakan bahwa mencapai ketenangan di Gaza memerlukan kesepakatan aktif, memperingatkan bahwa hanya ada dua pilihan yaitu pembebasan tahanan atau perang.

Sementara itu, sumber keamanan lain memperingatkan bahwa jika pertempuran berlanjut, pertempuran akan "lebih intens dari sebelumnya".

Terutama mengingat lampu hijau dilaporkan telah diberikan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kepada Israel.

Netanyahu Konsultasi dengan Para Menteri Kabinet

Hamas sebelumnya telah komitmennya untuk menerapkan semua ketentuan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan saat fase pertama berakhir.

Kelompok ini juga mendesak para mediator untuk segera menekan Israel agar melanjutkan kesepakatan fase kedua.

Surat kabar Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa Netanyahu memulai konsultasi dengan para menteri Kabinet.

Netanyahu mengadakan konsultasi telepon yang tidak biasa kemarin dengan para pejabat senior politik dan keamanan, setelah delegasi negosiasi Israel kembali dari Kairo, Mesir.

Gencatan senjata fase awal selama 42 hari dari perjanjian tiga tahap antara Hamas dan Israel telah berakhir pada 1 Maret lalu.

Belum ada informasi lebih lanjut terkait gencatan senjata fase kedua.

Baca juga: Israel Hentikan Semua Pasokan ke Gaza, Tuai Kritikan Internasional, Dianggap sebagai Alat Pemerasan

Pembicaraan mengenai fase kedua gencatan senjata dimaksudkan untuk menegosiasikan akhir yang menyeluruh dari pertempuran di Gaza.

Termasuk pengembalian semua tawanan yang tersisa dan penarikan penuh pasukan Israel dari wilayah tersebut.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan