Konflik Suriah
Suriah Mengumumkan Pemerintahan Transisi: Detail dan Anggota Kabinet
Presiden Suriah, Ahmed al-Sharaa, baru saja mengumumkan pembentukan pemerintahan transisi yang melibatkan 23 menteri .
Penulis:
Andari Wulan Nugrahani
Editor:
timtribunsolo
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Suriah, Ahmed al-Sharaa, baru saja mengumumkan pembentukan pemerintahan transisi yang melibatkan 23 menteri dengan latar belakang beragam.
Pengumuman ini disampaikan pada Sabtu, 29 Maret 2025, dan menandai babak baru dalam pemerintahan Suriah setelah penggulingan Bashar al-Assad.
Al Jazeera melaporkan bahwa kabinet ini ditujukan untuk mencerminkan keberagaman negara yang telah lama mengalami konflik.
Siapa Saja Anggota Kabinet Baru?
Dalam kabinet ini, terdapat beberapa penunjukan penting yang menunjukkan komposisi beragam.
Yarub Badr, yang berasal dari sekte Alawite, diangkat sebagai Menteri Transportasi, sementara Amgad Badr, seorang dari komunitas Druze, dipercaya memimpin Kementerian Pertanian.
Yang menarik, Hind Kabawat, seorang tokoh oposisi veteran dari minoritas Kristen, dilantik sebagai Menteri Sosial dan Tenaga Kerja, menjadikannya sebagai wanita pertama dalam pemerintahan al-Sharaa.
Meskipun ada dua menteri dari kabinet sementara sebelumnya yang tetap mempertahankan posisinya, seperti Murhaf Abu Qasra sebagai Menteri Pertahanan dan Asaad al-Shibani sebagai Menteri Luar Negeri, kabinet baru ini tidak memiliki perdana menteri.
Al-Sharaa akan langsung memimpin cabang eksekutif.
Apa Tujuan dari Pembentukan Pemerintahan Ini?
Al-Sharaa menegaskan bahwa pembentukan pemerintahan ini adalah langkah awal untuk membangun negara baru.
Dalam pidatonya, dia menyatakan, "Pembentukan pemerintahan baru hari ini merupakan deklarasi keinginan bersama kita untuk membangun negara baru." Langkah ini, menurut laporan dari Resul Sardar di Al Jazeera, bertujuan untuk menunjukkan bahwa pemerintahan baru mencerminkan keberagaman Suriah.
Menghadapi Tekanan Internasional dan Kebutuhan Reformasi
Para pemimpin baru Suriah menghadapi tekanan dari negara-negara Barat dan Arab untuk menciptakan pemerintahan yang lebih inklusif.
Hal ini menjadi semakin mendesak setelah insiden kekerasan di sepanjang pantai barat Suriah yang menewaskan ratusan warga sipil dari komunitas Alawite, yang sebelumnya mendukung al-Assad.
Sebagai respons terhadap kondisi ini, al-Sharaa berjanji untuk membentuk pemerintahan transisi yang inklusif yang bertujuan untuk membangun kembali institusi publik yang hancur dan memimpin negara hingga pemilihan umum yang diperkirakan baru dapat dilaksanakan dalam waktu lima tahun.
Langkah Menuju Pemulihan dan Reformasi
Sejak mengambil alih sebagai presiden sementara pada Januari, al-Sharaa telah berkomitmen untuk membentuk kabinet yang akan membantu memulihkan negara yang telah lama dilanda konflik.
Salah satu langkah reformasi signifikan adalah pembentukan Kementerian Situasi Darurat dan Bencana, yang akan dipimpin oleh Raed al-Saleh, pemimpin White Helmets, sebuah tim penyelamat aktif di wilayah yang dikuasai pemberontak.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.