Iran Vs Amerika Memanas
Perundingan Nuklir Iran-AS Kembali Digelar, Dimediasi Oman dan Berlangsung di Roma
AS dan Iran mengadakan perundingan nuklir di Roma, dengan dimediasi oleh Menteri Luar Negeri Oman, Badr bin Hamad al-Busaidi.
Penulis:
Andari Wulan Nugrahani
Editor:
Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Pejabat senior Iran dan Amerika Serikat (AS) akan mengadakan perundingan nuklir penting di Roma pada akhir pekan ini.
Pertemuan tersebut, dimediasi oleh Menteri Luar Negeri Oman, Badr bin Hamad al-Busaidi.
Perundingan nuklir ini menjadi kelanjutan dari pembicaraan serupa yang sebelumnya digelar di Muscat, Oman.
Meski begitu, Iran menegaskan format perundingan ini bersifat “tidak langsung”.
Teheran dan Washington akan mendiskusikan batasan atau garis merah masing-masing, serta kemungkinan jalan menuju kesepakatan mengenai program nuklir Iran.
Delegasi Iran dan AS Siap Bertemu
Delegasi Iran dipimpin oleh Menteri Luar Negeri dan negosiator nuklir senior Abbas Araghchi.
Ia didampingi oleh Majid Takht-Ravanchi sebagai wakil politik, Kazem Gharibabadi sebagai wakil hukum dan urusan internasional, serta sejumlah pejabat lainnya.
Sementara itu, dari pihak Amerika Serikat, Steve Witkoff — teman dekat Presiden Donald Trump dan pengembang properti asal New York — kembali ditunjuk sebagai pimpinan delegasi.
Witkoff juga diketahui terlibat dalam berbagai perundingan terkait perang Israel di Gaza dan konflik Rusia-Ukraina.
Ali Shamkhani, penasihat senior Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, menyatakan delegasi Iran datang ke Roma “dengan wewenang penuh”.
Baca juga: Abbas Araghchi: Kesepakatan Nuklir Masih Mungkin Tercapai Jika AS Mengajukan Tuntutan yang Realistis
Dalam sebuah unggahan di platform X, Shamkhani mengatakan, tujuan utama Iran adalah mencapai “kesepakatan komprehensif” yang didasarkan pada sembilan prinsip.
Prinsip-prinsip tersebut, mencakup keseriusan, jaminan, keseimbangan, pencabutan sanksi, penolakan terhadap model Libya/UEA (pelucutan senjata total), penghindaran ancaman, kecepatan, penahanan pihak pengganggu seperti Israel, serta fasilitasi investasi.
“Iran datang untuk mencapai kesepakatan yang seimbang, bukan untuk menyerah,” tegas Shamkhani.
Ia pernah menjabat sebagai Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran dari 2013 hingga 2023, serta menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan komandan di Garda Revolusi Islam.
Trump: Iran Tidak Boleh Punya Senjata Nuklir
Presiden AS, Donald Trump, menegaskan kalau Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir dalam bentuk apa pun.
"Saya mendukung penghentian Iran, sangat sederhana, dari memiliki senjata nuklir. Mereka tidak boleh memiliki senjata nuklir," kata Trump kepada wartawan, Jumat (18/4), seperti dikutip dari CNN.
Ia menambahkan, dirinya ingin Iran menjadi “negara yang hebat dan makmur”, namun tetap menolak keras kepemilikan senjata nuklir oleh Teheran.
Trump memperingatkan jika Iran memiliki senjata nuklir, maka akan ada konsekuensi serius. "Anda akan sangat tidak senang," ujarnya.
Pemerintahan Trump diketahui ragu dalam menetapkan batasan baru bagi program nuklir Iran.
Namun, Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth menyerukan agar Teheran membongkar total program nuklirnya, bukan hanya komponen senjatanya.
AS Siapkan Tekanan Lebih Keras
Utusan Timur Tengah Steve Witkoff menyatakan, kesepakatan apa pun dengan Iran harus mencakup penghentian total program pengayaan dan persenjataan nuklirnya.
Baca juga: Netanyahu Dukung AS, Israel Tak akan Biarkan Iran Memperoleh Senjata Nuklir
Trump bahkan baru-baru ini mengancam akan menggunakan kekuatan militer — bersama Israel — untuk menyerang fasilitas nuklir Iran jika diperlukan.
Witkoff dijadwalkan kembali menggelar perundingan dengan delegasi Iran di Roma pada hari Sabtu, dalam forum yang sekali lagi akan dimediasi oleh Oman.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.