Selasa, 9 September 2025

Paus Baru

Paus Leo XIV Jadi Kepala Negara Vatikan, Apakah Masih Sah Jadi Warga Negara AS?

Paus Leo XIV lahir di AS dan kini jadi kepala negara Vatikan. Bisakah ia tetap memegang kewarganegaraan AS?

Tangkap Layar Youtube EWTN
KHOTBAH PAUS LEO - Tangkap layar dari EWTN saat Paus Leo XIV menyampaikan khutbah Minggu pertamanya sebagai pemimpin Gereja Katolik di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, pada hari Minggu (11/5/2025). Selama satu dekade terakhir, Paus Leo memegang kewarganegaraan ganda: AS dan Peru. 

TRIBUNNEWS.COM - Pemilihan Paus Leo XIV sebagai pemimpin Gereja Katolik pertama yang lahir di Amerika Serikat, memunculkan pertanyaan hukum yang tak biasa.

Sebagai warga negara AS yang kini menjabat sebagai kepala negara asing, apakah ia masih sah menyandang kewarganegaraan Amerika?

Paus Leo XIV lahir di Chicago pada 1955 dengan nama Robert Prevost.

Selama satu dekade terakhir, Paus Leo memegang kewarganegaraan ganda: AS dan Peru.

Ia memperoleh kewarganegaraan Peru setelah bertahun-tahun tinggal di negara tersebut sebagai misionaris dan uskup.

Kini, sebagai Paus, ia memimpin Tahta Suci dan Kota Vatikan, negara merdeka terkecil di dunia.

Kota Vatikan berdiri sebagai negara berdaulat sejak tahun 1929 melalui perjanjian Lateran antara Italia dan Tahta Suci.

Wilayahnya hanya 0,17 mil persegi dan dihuni oleh beberapa ratus orang.

Lalu, apakah dengan menjabat sebagai kepala negara asing, Leo XIV bisa kehilangan kewarganegaraan AS?

Menurut Departemen Luar Negeri AS, warga Amerika tidak otomatis kehilangan statusnya meski bekerja untuk pemerintah asing.

Posisi sebagai kepala negara, kepala pemerintahan, atau menteri luar negeri bisa memicu “peninjauan aktif” oleh otoritas AS.

Baca juga: Bertemu 3000 Pekerja Kuria Roma, Paus Leo XIV Disambut Tepukan Tangan Selama 3 Menit

Departemen Luar Negeri menyebut, kasus seperti itu melibatkan isu kompleks terkait hukum internasional dan kekebalan diplomatik.

Kekebalan tersebut bisa bertentangan dengan prinsip dasar konstitusi AS: bahwa tidak ada warga yang berada di atas hukum.

Mahkamah Agung AS dalam putusan tahun 1980 menyatakan bahwa kewarganegaraan tidak bisa dicabut tanpa niat jelas untuk melepaskannya.

“Departemen Luar Negeri tidak pernah menganggap seseorang kehilangan kewarganegaraan kecuali mereka secara eksplisit menyatakan demikian,” kata Peter Spiro, profesor hukum dari Temple University.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan