Konflik Palestina Vs Israel
Eks PM Israel: Serangan ke Gaza Biadab, Netanyahu Harus Segera Lengser dari Pemerintahan
Mantan PM Israel Ehud Olmert mengecam tindakan politik dan perilaku militer yang dilakukan pemerintahan Netanyahu, mendesaknya agar segera lengser
Penulis:
Namira Yunia Lestanti
Editor:
Nuryanti
Menurutnya, kepemimpinan Netanyahu telah gagal mengelola konflik Israel-Palestina dengan cara yang damai dan berkelanjutan.
Ia mengatakan bahwa kebijakan keras dan pendekatan militer yang terus menerus hanya memperburuk situasi dan mengisolasi Israel secara diplomatik.
“Rezim Netanyahu telah membawa Israel ke jalan buntu. Kita butuh kepemimpinan baru yang mampu membuka jalan dialog dan perdamaian,” ujar Olmert.
Kecaman mantan PM Ehud Olmert terhadap agresi Gaza dan harapannya agar rezim Netanyahu segera runtuh menambah tekanan politik dalam negeri Israel serta menggarisbawahi tantangan berat yang dihadapi dalam mencari solusi damai.
70 Persen Warga Israel Ingin Netanyahu Lengser
Ketidakpuasan terhadap kinerja Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang terus meningkat, mendorong masyarakat Israel untuk mendesak Netanyahu mundur dari kursi pemerintahan.
Survei terbaru dari Israel Democracy Institute yang dikutip dari The Atlantic mengungkapkan bahwa 87 persen warga Israel menganggap Netanyahu bertanggung jawab atas kegagalan keamanan pada 7 Oktober 2023.
Sementara 73 persen lainnya menginginkan ia mundur, baik segera maupun setelah perang di Gaza berakhir.
Adapun penyebab utama ketidakpuasan ini adalah kegagalan pemerintahannya dalam mencegah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang dianggap sebagai kegagalan keamanan terbesar dalam sejarah Israel.
Selain itu kegagalan perang, Pemecatan Yoav Galant, Menteri Pertahanan yang memiliki dukungan publik luas karena sikap moderatnya, membuat posisi Netanyahu makin goyah.
Pemecatan Menteri Pertahanan Yoav Galant oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menjadi salah satu titik balik yang memperparah krisis kepercayaan terhadap pemerintahan Netanyahu.
Langkah ini dinilai tidak hanya kontroversial, tetapi juga melemahkan stabilitas politik internal di tengah konflik berkepanjangan di Gaza.
Ini lantaran Gallant merupakan sosok tokoh senior dan moderat di kabinet, yang secara terbuka menentang beberapa kebijakan kunci Netanyahu.
Termasuk menentang reformasi peradilan dan mendukung wajib militer bagi ultra-Ortodoks, serta gencatan senjata untuk menyelamatkan sandera.
Ketika Gallant menyuarakan kritik terbuka dan menyerukan perubahan arah kebijakan, Netanyahu merespons dengan memecatnya.
Tindakan ini justru memperkuat persepsi publik bahwa Netanyahu mengutamakan kekuasaan politik ketimbang stabilitas nasional.
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.