Konflik Iran Vs Israel
Beralasan Habis Perang dengan Iran, Permintaan Jeda Sidang Netanyahu Ditolak Jaksa Israel
Kejaksaan Israel menolak permintaan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk menjeda sidang lanjutan kasus korupsi yang menimpanya.
Penulis:
Whiesa Daniswara
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Kejaksaan Negeri Israel menolak permintaan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk menjeda sidang lanjutan kasus korupsi yang menimpanya selama dua minggu.
Penolakan mentah-mentah itu diutarakan kejaksaan karena permintaan Benjamin Netanyahu tidak dapat membenarkan pembatalan sidang selama dua minggu, terutama menjelang masa reses.
Dikutip dari The Times of Israel, Pengacara Netanyahu, Amit Hadad mengatakan bahwa perdana menteri membutuhkan jeda dua minggu setelah berperang melawan Iran yang baru berakhir pada Selasa (24/6/2025) kemarin.
Netanyahu, kata Hadad, ingin mengabdikan waktunya pada "masalah diplomatik, nasional, dan keamanan tingkat pertama".
Menurut Hadad, isu-isu yang dibahas meliputi “pengelolaan perang di Gaza dan penanganan masalah sandera”.
Kejaksaan Israel mencatat bahwa pihaknya telah melakukan penyesuaian untuk mengakomodasi kewajiban Netanyahu dengan lebih baik.
Hal tersebut termasuk dengan mengizinkannya bersaksi dua kali seminggu, bukan tiga kali seminggu.
"Oleh karena itu, jaksa menolak permintaan tersebut," ujar kejaksaan Israel.
Pengadilan Distrik Yerusalem sekarang harus mengeluarkan keputusan tentang masalah tersebut.
Permintaan jeda selama dua minggu diajukan beberapa jam setelah Presiden AS Donald Trump menuntut pembatalan persidangan perdana menteri.
Trump menyebutnya sebagai “Perburuan Penyihir terhadap Perdana Menteri (Israel) di Masa Perang Besar.”
Baca juga: 3 Langkah Iran Bikin Trump Keder, Awalnya Bantu Israel Menyerang Lalu Seolah Jadi Mediator
Netanyahu diadili dalam tiga kasus korupsi, menghadapi tuduhan penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan.
Ia membantah melakukan kesalahan dan mengatakan semua tuduhan itu dibuat-buat dalam kudeta politik yang dipimpin oleh polisi dan jaksa penuntut negara.
Intervensi Trump
Donald Trump sebelumnya meminta persidangan kasus korupsi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dibatalkan.
Donald Trump pada hari Rabu (25/6/2025) menyerukan agar persidangan korupsi Netanyahu segera dibatalkan atau memberinya ampunan.
Mengutip Axios, komentar Trump dalam sebuah posting di akun Truth Social miliknya merupakan intervensi yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh seorang presiden AS dalam proses hukum di sekutu demokrasi lainnya.
Tidak jelas apa yang mendorong Trump mengunggah postingan tersebut.
Trump jarang berbicara di depan umum tentang persidangan Netanyahu di masa lalu dan baru kemarin ia tampak frustrasi dengan perdana menteri Israel atas gencatan senjata dengan Iran.
Trump menulis bahwa dia "terkejut mendengar" bahwa bahkan setelah perang dengan Iran, Negara Israel "terus melanjutkan Perburuan Penyihir yang konyol" terhadap Netanyahu.
Trump menekankan bahwa ia dan Netanyahu "baru saja melewati neraka bersama-sama" selama perang dengan Iran.
"Hasilnya adalah sesuatu yang tidak pernah terpikirkan oleh siapa pun, yaitu penghapusan total salah satu Senjata Nuklir terbesar dan terkuat di dunia," tulis Trump.
"Terlepas dari semua ini, saya baru saja mengetahui bahwa Bibi telah dipanggil ke Pengadilan pada hari Senin karena melanjutkan kasus yang sudah berlangsung lama dan bermotif politik ini untuk merugikannya," lanjut Trump.
Pernyataan Trump ini langsung ditanggapi oleh pemimpin oposisi di Israel.
"Kami berterima kasih kepada Presiden Trump, tetapi... presiden tidak boleh ikut campur dalam persidangan di negara yang independen," kata pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, dikutip dari Ynet.
Baca juga: Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei Sebut Trump Terlalu Lebay Membela Israel: Takut Zionis Hancur
Lapid, dari partai Yesh Atid yang berhaluan kanan-tengah, mendukung pernyataan salah satu sekutu koalisi Netanyahu, Simcha Rothman dari partai Zionisme Religius yang berhaluan kanan-jauh, yang menyerukan agar Trump tidak ikut campur dalam kasus pengadilan tersebut.
"Bukan tugas presiden Amerika Serikat untuk mencampuri proses hukum di Negara Israel," ungkap Rothman.
Rothman, seorang kritikus vokal terhadap apa yang menurutnya merupakan tindakan peradilan yang melampaui batas, mengatakan bahwa "penanganan kasus Netanyahu mengubah citra Negara Israel dari kekuatan regional dan global menjadi republik pisang".
(Tribunnews.com/Whiesa)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.