Rabu, 27 Agustus 2025

Konflik Iran Vs Israel

Kisah dan Ungkapan Hati Warga Kembali Ke Teheran Setelah Perang 12 Hari Iran dan Israel 'Berakhir'

Sejumlah warga sipil yang mengungsi selama perang terbuka 12 hari antara Iran dan Israel dilaporkan mulai kembali ke Ibu Kota Iran, Teheran.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
IRAN International
KOTA TEHERAN - Sejumlah warga sipil yang mengungsi dilaporkan mulai kembali ke Ibu Kota Iran, Teheran. Diketahui sebagian warga Iran mengungsi selama perang 12 hari Israel-Iran berkecamuk. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah warga sipil yang mengungsi selama perang terbuka 12 hari antara Iran dan Israel dilaporkan mulai kembali ke Ibu Kota Iran, Teheran.

Dilansir dari Aljazeera, jalan raya menuju Teheran kembali ramai dipenuhi mobil yang membawa keluarga, koper, dan harapan rumah dalam kondisi aman. 

Setelah 12 hari perang yang menewaskan lebih dari 600 warga Iran dan membuat ratusan ribu orang mengungsi dari Teheran, gencatan senjata yang diumumkan pada Selasa (24/6/2025) lalu telah mulai menarik kembali penduduk ke kota yang masih terluka oleh serangan udara Israel.

Berikut ini kisah-kisah dan ungkapan hati para warga Teheran yang kembali setelah mengungsi dari kecamuk perang tersebut dirangkum dari Aljazeera.

Seorang desainer grafis berusia 33 tahun yang menghabiskan hampir dua minggu berlindung bersama suaminya di rumah kerabat mereka di Zanjan atau sekitar 286 kilometer (177 mil) di barat laut Teheran, Nika, mengungkapkan perasaannya.

Baca juga: Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei Sebut Trump Terlalu Lebay Membela Israel: Takut Zionis Hancur

Nika kembali ke flat dua kamar tidurnya di Teheran segera setelah gencatan senjata diumumkan.

"Setelah 11 hari tinggal di tempat yang tidak ada tanda-tanda perang, tetapi juga bukan rumah, tidak ada privasi, tidak ada ketenangan pikiran. Kembali ke rumah saya sendiri terasa seperti surga,” kata Nika dilansir dari Aljazeera, Kamis (26/6/2025).

"Setelah bertahun-tahun terbiasa dengan kesunyian di rumah saya sendiri, menjalani hidup bersama 11 orang lain di lingkungan yang tidak pernah tenang sangatlah sulit," katanya.

Baca juga: 3 Kegagalan Israel dalam Perang Lawan Iran meski Dibantu AS, Zionis Alami ‘Gempa Geopolitik’

Ia mengaku tidak tahu apakah gencatan senjata tersebut akan bertahan atau tidak.

Namun, ia mengaku tidak ingin meninggalkan lagi rumahnya. 

"Saya tidak tahu apakah gencatan senjata ini akan bertahan atau tidak. Namun, meskipun tidak, saya rasa saya tidak ingin meninggalkan rumah saya lagi," ungkap dia.

Seorang mahasiswa berusia 26 tahun, Saba, mengaku memiliki kehidupan yang sangat sibuk sebelum perang terjadi.

Selain tinggal dan memiliki pekerjaan penuh waktu di Teheran, ia juga harus kuliah, dan mengurus semua pekerjaan rumah tangga.

"Ketika perang dimulai, selama beberapa hari, saya tidak percaya rutinitas ini akan terhenti. Saya masih pergi bekerja, pergi berbelanja, atau ke kafe. Namun, pada titik tertentu, Anda tidak dapat menyangkal kenyataan lagi. Kehidupan terhenti," ungkapnya.

lihat fotoIRAN VS ISRAEL - Perang selama 12 hari antara Iran dan Israel telah menelan banyak korban jiwa besar di kedua negara. Lebih dari 600 orang tewas di Iran akibat serangan rudal Israel, sementara Israel juga mencatat 28 korban jiwa dan lebih dari 3.000 orang luka akibat rentetan balasan serangan dari Iran. TRIBUNNEWS/SRIHANDRIATMO MALAU/BAYU PRIADI
IRAN VS ISRAEL - Perang selama 12 hari antara Iran dan Israel telah menelan banyak korban jiwa besar di kedua negara. Lebih dari 600 orang tewas di Iran akibat serangan rudal Israel, sementara Israel juga mencatat 28 korban jiwa dan lebih dari 3.000 orang luka akibat rentetan balasan serangan dari Iran. TRIBUNNEWS/SRIHANDRIATMO MALAU/BAYU PRIADI

Pada hari kelima, perang memaksanya pergi meninggalkan Teheran.

Karena tidak bisa mendapatkan mobil, ayahnya berkendara dari kampung halamannya di Quchan, sebuah kota dekat Mashhad di timur laut Iran untuk membawanya ke rumah keluarga di mana dia tinggal sampai gencatan senjata dimulai.

Ujian universitas tempatnya belajar pun harus ditunda.

Selain itu, tempat kerjanya memintanya bekerja dari jarak jauh, dan satu per satu, semua temannya meninggalkan Teheran.

Ia mengaku merasa sangat kesepian dan menyibukkan diri sendiri di siang hari.

Akan tetapi ia tidak bisa lagi menipu diri bila malam hari datang saat suara bom dan pertahanan udara mulai terdengar.

Kembali ke Teheran dan merasakan kehidupan kembali mengalir di jalan-jalan membuatnya gembira.

"Melihat orang lain kembali ke kota bersama saya, melihat kafe dan restoran dibuka kembali, dan merasakan kehidupan kembali mengalir di jalan-jalan, itu benar-benar menggembirakan hati saya," ungkap Saba.

Seorang pengusaha dan CEO sebuah perusahaan swasta di ibu kota yang meminta identitasnya dirahasiakan karena masalah keamanan, sebut saja Kamran, mengatakan awalnya, ia memutuskan untuk tetap tinggal di Teheran dan menjalankan perusahaan.

"Ada pengeboman dan suara pertahanan udara, tetapi kehidupan dapat diatur pada siang hari. Namun, malam hari benar-benar tak tertahankan," kata ayah dua anak itu.

Seorang musisi Iran terkenal, Keyvan Saket, mengetahui rumahnya terkena rudal Israel saat tengah berlindung bersama keluarganya di kota terdekat.

Namun, telepon tetangganya yang menyampaikan berita buruk itu tidak menghentikannya untuk bergegas kembali setelah gencatan senjata diumumkan.

Menurutnya salah satu bom yang ditembakkan ke kediamannya gagal meledak.

Hal itu dianggapnya sebagai sebuah keberuntungan yang menyelamatkannya dari kerusakan lebih lanjut. 

Namun, ia dan keluarganya tidak dapat memasuki rumah mereka karena alasan keamanan. 

"Setelah masalah tersebut terselesaikan dan kami diizinkan masuk, kami menghadapi pemandangan yang meresahkan," kata dia. 

"Pintu dan jendela hancur, fasad bangunan hancur, dan peralatan rumah tangga seperti mesin cuci dan kulkas rusak parah. Serangan itu begitu hebat sehingga bahkan pintu besi bangunan itu hancur berantakan," kata dia.

Suaranya terdengar sedih saat ia merenungkan dampak konflik tersebut. 

“Dengan segenap jiwa, saya membenci perang dan mereka yang memicunya. Perang adalah ciptaan manusia yang paling buruk," kata Saket.

Seorang mahasiswa ilmu politik, Hamed, yakin bahwa situasinya genting.

Baginya perang itu seperti mimpi buruk yang terus berulang. 

Ia telah kembali dari kota Kerman di tenggara Iran tempatnya mengungsi saat gencatan senjata diumumkan.

Tetapi ia khawatir bila harus meninggalkan rumah dan kehidupannya lagi. 

"Saya benar-benar tidak ingin harus mengemasi barang-barang saya dan meninggalkan rumah tanpa mengetahui kapan, atau apakah, saya bisa kembali," kata Hamed.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan