Rabu, 3 September 2025

Pertemuan Politbiro Tiongkok Batal Digelar, Xi Jinping Belum Muncul ke Publik

Presiden Tiongkok Xi Jinping belum muncul ke publik selama dua minggu. Belum ada juga pengumuman resmi mengenai hal tersebut. 

Editor: Wahyu Aji
Instagram Xi Jinping
PERTEMUAN DI BALAI AGUNG RAKYAT - Presiden China Xi Jinping menggelar pertemuan darurat dengan para pemimpin bisnis swasta terkemuka di negaranya, Senin (17/2/2025). Xi dikabarkan belum muncul ke publik selama dua minggu. Belum ada juga pengumuman resmi mengenai hal tersebut.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Tiongkok Xi Jinping dikabarkan belum muncul ke publik selama dua minggu. 

Dikutip dari Irrawaddy, Rabu (2/6/2025), hal tersebut memicu berbagai spekulasi, termasuk kekhawatiran tentang kemungkinan perebutan kekuasaan, keresahan sosial, dan kesehatannya. 

Apalagi, Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang berkuasa tidak mengadakan pertemuan Politbiro bulanannya di bulan Mei.

 

Belum ada juga pengumuman resmi mengenai hal tersebut. 

Kondisi ini memicu rumor kuat tentang kekuatan Xi yang terkikis, persaingan internal, dan perbedaan pendapat yang berkembang.

Namun, para loyalis dan pengamat politik di Beijing berpendapat bahwa cengkeraman Xi pada kekuasaan tetap kuat.

Mengutip pejabat tingkat atas di Beijing, komentator politik veteran yang berbasis di AS Cai Shenkun mengatakan Xi mendapat tekanan dari para pemimpin PKT untuk mengundurkan diri dari semua jabatan partai, pemerintahan, dan militer. 

Cai membagikan surat terbuka yang ditulis pada Desember 2024 oleh pejabat tinggi kepada Xi.

Surat tersebut menyebut Xi melakukan kebijakan pemerintah dan ekonomi yang salah arah, pemborosan sumber daya publik, pelanggaran politik, dan penyalahgunaan kekuasaan. 

Perkembangan di PKT

Yuan Hongbing, mantan profesor hukum di Universitas Peking, dan Yao Cheng, mantan letnan kolonel di angkatan laut PKT, menyuarakan pandangan serupa dari pengasingan. 

Mereka mengatakan para penentang bekerja sama untuk memastikan Xi tidak memperoleh masa jabatan lagi, sehingga dia tidak punya pilihan selain mundur. 

"Dia akan mengundurkan diri sebagai sekretaris jenderal PKT dan ketua Komisi Militer Pusat, hanya mempertahankan gelar seremonial ketua Tiongkok, sebelum pensiun penuh pada Kongres Nasional ke-21," kata Yao.

Jenifer Zeng, anggota Asosiasi Pers Internasional menyebutkan, Xi mulai kehilangan kendali atas kekuasaan pada April 2024, dan ada ketidakpastian tentang arah masa depan.

Dan ketidakhadiran Xi baru-baru ini dari pandangan publik hanya memperkuat rumor yang terus-menerus tentang perebutan kekuasaan. 

“Ketidakhadiran ini, ditambah dengan perkembangan yang tidak biasa di PKT, menggemakan pola historis transisi kepemimpinan di Tiongkok. Operasi PKT juga menunjukkan penyimpangan yang mengkhawatirkan. Biro Politik, yang biasanya bertemu setiap bulan, gagal bersidang pada akhir Mei 2025. Itu meskipun ada rumor tentang pertemuan sebelumnya untuk menggulingkan Xi,” kata Zeng.

Cai Qi, seorang loyalis Xi dan anggota tingkat pertama Politbiro PKT, dikirim ke Departemen Pekerjaan Front Bersatu, yang dipandang sebagai pengenceran kekuasaan Xi.

Spekulasi tersebut menjadi lebih kuat setelah Qi digantikan oleh Shi Taifeng, rekan dekat mantan pemimpin Hu Jintao dan Li Keqiang.

Sejak saat itu, beberapa loyalis Xi telah dipindahkan.

Bahkan, outlet berita yang dikelola PKT seperti People's Daily dan Xinhua telah menyoroti prinsip-prinsip pemerintahan mantan Presiden Hu.

Sebelumnya pada bulan Juni 2024, People's Daily menghilangkan berita terkait Xi selama tiga hari berturut-turut.

Meningkatnya pengangguran dan menurunnya upah di Tiongkok merupakan isu yang sensitif secara politik dan berpotensi melemahkan stabilitas sosial. 

“Orang yang menganggur dianggap tidak akan banyak ruginya akibat protes dan karenanya menimbulkan risiko yang lebih besar,” kata Neil Thomas, seorang peneliti di Asia Society Policy Institute.

Xi disalahkan atas meningkatnya insiden protes sosial yang disertai kekerasan di Tiongkok karena ia lebih memilih tindakan keras, pengawasan, dan penindasan untuk mengatasi rasa frustrasi masyarakat atas kegagalan meningkatkan kesempatan kerja. 

Willy Wo-Lap Lam, Peneliti Senior di Jamestown Foundation yang berpusat di Washington DC, mengatakan Xi akan kehilangan modal politik yang dibutuhkan untuk memajukan agendanya.

"Xi Jinping sedang dalam masalah politik. Pemimpin tertinggi Republik Rakyat Tiongkok menghadapi tantangan dari berbagai kelompok, termasuk dari anggota komite tetap politbiro yang sudah pensiun, sesama bangsawan, beberapa petinggi militer, dan bahkan dari beberapa kalangan kelas menengah negara itu," katanya.

SUMBER

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan