Konflik Palestina Vs Israel
Trump Terima Netanyahu di Gedung Putih Bahas Konflik Gaza dan Ketegangan dengan Iran
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjamu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pada Senin (7/7/2025) malam waktu setempat.
Penulis:
Andari Wulan Nugrahani
Editor:
Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjamu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pada Senin (7/7/2025) malam waktu setempat.
Keduanya membahas konflik Israel-Hamas di Gaza serta ketegangan yang meningkat dengan Iran.
Associated Press melaporkan, Netanyahu sebelum tiba di Gedung Putih lebih dulu bertemu Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio serta utusan Timur Tengah Steve Witkoff.
Pertemuan ini berlangsung di tengah negosiasi tidak langsung antara Israel dan Hamas di Qatar mengenai gencatan senjata selama 60 hari dan pertukaran sandera secara bertahap.
Trump dalam beberapa pekan terakhir terus menekan agar kesepakatan gencatan senjata Israel-Hamas segera tercapai.
Ia bahkan menyebut, kesepakatan bisa diumumkan “dalam beberapa jam atau hari.”
Menurut The New York Times, Hamas menuntut penarikan pasukan Israel dari Gaza, sementara Netanyahu menegaskan kelompok itu harus melucuti senjata terlebih dahulu.
Negosiasi belum menemui tahap akhir.
Gedung Putih mengkonfirmasi bahwa utusan Trump, Steve Witkoff, akan bergabung dalam perundingan akhir pekan ini.
Nominasi Nobel Perdamaian
Baca juga: Presiden Iran Klaim Israel Coba Bunuh Dirinya saat Perang 12 Hari
Dalam pertemuan di Gedung Putih, Netanyahu menyerahkan sepucuk surat kepada Trump yang menominasikannya untuk Hadiah Nobel Perdamaian.
CNN melaporkan, Netanyahu mengatakan bahwa Trump “sedang menempa perdamaian di satu negara dan satu kawasan demi kawasan lainnya.”
“Jadi saya ingin menyampaikan kepada Anda, Tuan Presiden, surat yang saya kirimkan ke Komite Hadiah Nobel,” ucap Netanyahu.
Trump tampak tersentuh dan mengatakan: “Wah, ini saya tidak tahu. Terima kasih banyak, Bibi. Ini sangat berarti, terutama dari Anda.”
Soal Gaza: Itu Bukan Penjara
Netanyahu juga berbicara mengenai masa depan Gaza.
Menurutnya, warga Gaza harus punya pilihan bebas, apakah ingin tinggal atau pergi dari wilayah tersebut.
"Gaza tidak boleh seperti penjara,” ujarnya.
Israel disebut sedang bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk mencari negara ketiga yang bersedia membantu mewujudkan rencana relokasi bagi warga Gaza yang ingin pergi.
Palestina Harus Bisa Memerintah tapi Urusan Keamanan di Tangan Israel
Netanyahu menegaskan bahwa Palestina berhak untuk memerintah diri sendiri.
Dengan catatan, seluruh urusan keamanan, termasuk pertahanan, harus tetap berada di bawah kendali Israel.
“Saya pikir kita bisa mencapai perdamaian dengan tetangga Palestina yang tidak ingin menghancurkan kita,” kata Netanyahu dikutip dari CNN.
“Kalau orang bilang itu bukan negara yang utuh, kita tidak peduli. Kami bersumpah, hal buruk yang dulu tidak akan pernah terulang lagi.”
Ketegangan dengan Iran dan Serangan Nuklir
Baca juga: Sirine 4 Wilayah Israel Berbunyi saat Houthi Balas Serangan Rudal, Target IDF Lokasi Penting Yaman
Pertemuan juga membahas perkembangan terbaru menyusul serangan udara terhadap fasilitas nuklir Iran.
Trump mengklaim serangan tersebut sebagai keberhasilan besar dan mengatakan “kami baru-baru ini memperoleh hasil yang hebat.”
Analis senior Al Jazeera, Marwan Bishara, menyebut klaim Trump terlalu berlebihan.
Bishara menilai, menurut penilaian Pentagon dan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), program nuklir Iran paling banter hanya tertunda antara enam bulan hingga dua tahun.
Ia menyebut Trump terus mengulang narasi keberhasilan demi menciptakan kesan publik bahwa program nuklir Iran benar-benar lumpuh.
“Trump dan Netanyahu sama-sama memainkan perang yang tak berkesudahan,” ujar Bishara.
Momentum Kesepakatan dan Tujuan Lebih Besar
Michael Oren, mantan duta besar Israel untuk AS, menyebut kunjungan Netanyahu kali ini berbeda.
“Perdana Menteri datang dengan rasa percaya diri lebih besar setelah kemenangan militer atas Iran, dan Trump juga melihat ini sebagai peluang emas,” katanya kepada CNN.
Trump disebut ingin menjadikan gencatan senjata ini sebagai bagian dari warisan diplomatiknya di Timur Tengah, termasuk memfasilitasi normalisasi hubungan Israel-Saudi sebagai bagian lanjutan dari Abraham Accords.
Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, sebelumnya menyatakan normalisasi tidak bisa terjadi selama perang Gaza masih berlangsung.
Rencana Pasca-Perang: Relokasi atau Otoritas Palestina?
Diskusi juga mencakup rencana siapa yang akan memerintah Gaza pasca-perang.
Trump, dalam kunjungan Netanyahu sebelumnya pada Februari, sempat mengusulkan Gaza dijadikan “Riviera Timur Tengah” dan menyarankan relokasi warga Palestina.
Baca juga: Rincian Wilayah Israel yang Disasar 11 Rudal Houthi Yaman Hari Ini: Diklaim Tak Mampu Dicegat
Gagasan tersebut menuai kecaman luas dan kini tidak lagi menjadi pembahasan publik utama.
Saat ditanya apakah relokasi masih menjadi opsi, Trump menyerahkan jawaban kepada Netanyahu.
Netanyahu menjawab: “Kalau orang ingin tinggal, silakan. Kalau mereka ingin pergi, mereka juga harus bisa pergi. Itu seharusnya bukan penjara.”
(Tribunnews.com/ Andari Wulan Nugrahani)
Sumber: TribunSolo.com
Konflik Palestina Vs Israel
Mantan Kepala Intel Israel Aharon Haliva: 50 Ribu Warga Palestina Harus Mati, Tak Peduli Anak-anak |
---|
Pemerintah Australia Melarang Anggota DPR Israel Berkunjung ke Negaranya |
---|
Panglima Israel Eyal Zamir Setuju Rencana Pendudukan Gaza, Ini Rencana IDF |
---|
Demonstrasi Terbesar di Israel Sejak 2023, Menuntut Setop Perang Gaza |
---|
Setengah Juta Warga Israel Turun ke Jalan, Tuntut Perang Gaza Diakhiri dan Gencatan Senjata |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.