Konflik Palestina Vs Israel
Partai Shas Tarik Menterinya dari Pemerintah Israel, Susul Partai Yahudi Haredi 'UTJ'
Partai Shas aliran Yahudi Ultra-Orotodoks tarik menterinya dari pemerintah Israel setelah gagal mengesahkan RUU pengecualian wamil bagi siswa yeshiva.
Penulis:
Yunita Rahmayanti
Editor:
Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Partai Shas meminta anggotanya yang menjadi menteri untuk mengundurkan diri dari pemerintahan Israel, namun tidak mundur dari koalisi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Partai aliran Yahudi Ultra-Ortodoks itu berupaya menekan koalisinya yang gagal meloloskan rancangan undang-undang (RUU) untuk mengecualikan siswa yeshiva dari wajib militer.
Siswa yeshiva adalah para siswa dari Yahudi Ultra-Ortodoks yang belajar di yeshiva, sebuah lembaga pendidikan agama Yahudi yang fokus pada studi Taurat (Torah) dan Talmud.
Kemarin, Dewan Ahli Taurat Partai Shas dengan suara bulat memutuskan untuk menarik mundur anggotanya yang menjadi menteri di pemerintahan.
"Shas telah memutuskan untuk meminta para menterinya mengundurkan diri dari pemerintahan, tanpa saat ini menarik diri dari koalisi yang berkuasa," bunyi pernyataan itu yang dilaporkan oleh Yedioth Ahronoth, pada hari Rabu (16/7/2025).
Keputusan ini muncul setelah tekanan hebat dari kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada jam-jam terakhir.
"Kantor Netanyahu meminta perwakilan Shas untuk memberinya waktu guna menemukan solusi yang dapat memuaskan kaum Haredim terkait rancangan undang-undang pengecualian tersebut," menurut laporan tersebut.
Shas kemudian memberikan kesempatan kepada koalisinya untuk menemukan solusi, dan gerakan tersebut baru mengumumkan keputusannya setelahnya.
Sementara itu, pemimpin Shas, Aryeh Deri, diperkirakan akan tetap menghadiri rapat kabinet keamanan dan musyawarah keamanan.
Penarikan anggota Shas dari pemerintah Israel menandai 48 jam sejak partai United Torah Judaism (UTJ) menarik diri dari pemerintahan dan koalisi, dengan cara yang masih dapat dibatalkan.
Menurut sumber yang mengetahui detail tersebut, meskipun terdapat perbedaan antara penarikan diri UTJ dan keputusan Shas, terdapat koordinasi yang erat antara kedua partai.
Baca juga: Partai Yahudi Haredi Keluar dari Pemerintahan Israel, Koalisi Netanyahu Retak
Dengan pengunduran diri ini, partai Shas mencoba menekan Netanyahu untuk meloloskan undang-undang yang mengecualikan Haredim dari dinas militer.
Di antara anggota partai Shas yaitu Menteri Dalam Negeri Moshe Arbel, Menteri Kesehatan Uriel Buso, Menteri Tenaga Kerja Yoav Ben-Tzur, Menteri Kesejahteraan Yakov Margi, Menteri Agama Michael Malkeli, Menteri Pendidikan Haim Biton, dan Wakil Menteri Pertanian Moshe Abutbul.
"Keputusan pengunduran diri itu bermula dari penganiayaan terhadap 'Putra-Putra Taurat'," kata Menteri Agama Michael Malkeli yang mengundurkan diri, merujuk pada kaum Haredim.
"Saat ini, kami tidak bisa berpartisipasi dalam pemerintahan," tambahnya, seperti diberitakan Al Jazeera.
Namun di saat yang sama, ia menekankan Shas tidak akan melawan koalisi, dengan mengatakan, "Kami tidak akan bekerja sama dengan kubu kiri."
Sebelumnya, faksi Agudat Yisrael yang merupakan bagian dari UTJ, juga mengundurkan diri.
Langkah itu diambil hanya beberapa jam setelah mitranya, Degel HaTorah, mengambil langkah serupa.
Faksi Degel Hatorah dan Agudat Yisrael sama-sama merupakan bagian dari Partai UTJ yang memiliki tujuh kursi di Knesset (parlemen Israel).
Shas saat ini hanya menarik anggotanya dari posisi menteri di pemerintahan Israel tanpa menarik diri dari koalisi maupun bergabung dengan oposisi.
Jika Shas yang beranggotakan 11 orang menarik diri dari koalisi yang berkuasa, koalisi tersebut akan kehilangan mayoritas di Knesset, yang jumlahnya tidak kurang dari 61 anggota dari 120.
Berdasarkan sistem parlementer di Israel, ada sejumlah dampak jika koalisi kehilangan mayoritas di Knesset, salah satunya mosi tidak percaya dapat diajukan oleh oposisi untuk menggulingkan pemerintah.
Keputusan Shas, meski tidak sejauh UTJ, menunjukkan kedua partai tersebut mencoba menekan agar koalisi Netanyahu dapat memenangkan RUU untuk mengecualikan siswa yeshiva dari wajib militer.
Selama beberapa dekade, kaum Yahudi Ultra-Ortodoks atau Haredi telah menikmati pengecualian dari wajib militer Israel, yang diwajibkan bagi sebagian besar warga negara lainnya.
Namun, pengecualian ini telah menjadi isu kontroversial nasional, terutama di kalangan masyarakat sekuler dan kelompok nasionalis.
Mahkamah Agung Israel sebelumnya memerintahkan agar pemerintah mencabut pengecualian ini karena dianggap melanggar prinsip kesetaraan.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.