Korea Utara Tegaskan Status Nuklirnya, Adik Kim Jong Un Tegas Tolak Agenda Denuklirisasi dari AS
Kim Yo Jong menegaskan Korea Utara tak akan melepas statusnya sebagai negara nuklir dan menolak perundingan denuklirisasi dari AS.
Penulis:
Andari Wulan Nugrahani
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Korea Utara kembali menegaskan posisinya sebagai negara bersenjata nuklir yang sah dan menolak setiap upaya Amerika Serikat untuk menghidupkan kembali perundingan denuklirisasi.
Denuklirisasi adalah proses penghapusan atau pengurangan senjata nuklir dari suatu negara atau wilayah, baik secara fisik maupun melalui perjanjian internasional.
Tujuannya adalah untuk mencegah penyebaran senjata nuklir, mengurangi ancaman perang nuklir, dan menciptakan stabilitas serta perdamaian globa
Dalam pernyataan yang dimuat oleh Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) pada Selasa (29/7/2025), Kim Yo Jong, adik sekaligus penasihat senior Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un, menyebut bahwa status nuklir Korea Utara adalah “tidak dapat diubah” dan harus diterima sebagai prasyarat bagi dialog masa depan.
"Setiap upaya untuk menyangkal posisi DPRK sebagai negara bersenjata nuklir... akan ditolak mentah-mentah," ujar Kim, menggunakan akronim nama resmi Korea Utara, Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK).
Dengan pernyataan terbaru ini, Korea Utara mempertegas bahwa statusnya sebagai negara nuklir bukan bahan tawar-menawar.
Penolakan terhadap Denuklirisasi
Kim memperingatkan bahwa dialog apapun dengan tujuan denuklirisasi akan ditafsirkan sebagai “sebuah ejekan.”
Ia menyebut bahwa konfrontasi antara AS dan Korea Utara tidak lagi relevan, dan Washington perlu "mencari cara kontak baru berdasarkan pemikiran baru."
Meskipun mengakui bahwa hubungan pribadi antara Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump “tidak buruk,” ia menegaskan bahwa hubungan tersebut tidak bisa dijadikan dasar untuk memaksakan agenda denuklirisasi.
“Jika AS gagal menerima kenyataan yang telah berubah dan terus bersikukuh pada masa lalu yang gagal, pertemuan DPRK-AS akan tetap menjadi 'harapan' sepihak dari AS,” ucap Kim.
Baca juga: Korea Selatan Kembangkan Jet Tempur Siluman Tak Berawak untuk Mendampingi Jet Tempur Baru KF-21
Pernyataan itu muncul setelah laporan Yonhap yang mengutip pejabat Gedung Putih menyebutkan bahwa Trump terbuka untuk melanjutkan dialog guna mencapai Korea Utara yang bebas senjata nuklir.
Perubahan Geopolitik dan Pakta dengan Rusia
Kim Yo Jong juga menyoroti perubahan besar yang terjadi sejak pertemuan puncak AS-Korea Utara terakhir pada 2019, baik dalam kemampuan militer Korea Utara maupun dalam lingkungan geopolitik kawasan.
Pada Juni 2024, Korea Utara menandatangani pakta kerja sama pertahanan dengan Rusia.
Perjanjian tersebut mencakup klausul saling membantu jika salah satu pihak diserang. Ini memperkuat posisi strategis Pyongyang dalam menghadapi tekanan internasional, khususnya dari AS dan sekutunya.
Al Jazeera dan Kyodo News melaporkan bahwa komentar Kim Yo Jong mencerminkan konsistensi posisi Korea Utara terhadap nuklir, sekaligus menunjukkan keengganan untuk kembali ke meja perundingan dengan syarat lama.
Dialog Butuh Kerangka Baru
Jenny Town, Direktur Program Korea di Stimson Center, menilai bahwa komentar Kim Yo Jong sejalan dengan arah kebijakan terbaru Pyongyang.
Stimson Center adalah sebuah lembaga riset independen yang berbasis di Washington, DC.
Menurut Jenny Town, negosiasi ke depan sebaiknya tidak lagi terfokus pada denuklirisasi, melainkan memerlukan kerangka baru yang lebih realistis.
“Jika negosiasi memungkinkan, ketentuan keterlibatan telah berubah secara mendasar,” kata Town kepada Al Jazeera.
“Bukan lagi soal denuklirisasi, melainkan bisa saja ada ruang untuk dialog dalam konteks yang berbeda.”
Gagalnya Diplomasi Trump-Kim
Pertemuan bersejarah antara Trump dan Kim pada 12 Juni 2018 di Hotel Capella, Sentosa, Singapura menandai dimulainya dialog langsung antara kedua negara.
Namun, dua pertemuan lanjutan—di Hanoi dan di zona demiliterisasi—gagal membuahkan hasil konkret.
Baca Selanjutnya: Korea utara tutup pintu dialog upaya damai presiden baru korsel ditolak
Washington tetap menuntut denuklirisasi penuh, sementara Pyongyang menginginkan pencabutan sanksi internasional sebagai imbalan awal.
Ketidaksepakatan ini menyebabkan pembicaraan terhenti hingga kini.
Profil Kim Yo Jong
Dikutip dari Th Diplomatic Affaris, Kim Yo Jong adalah sosok misterius yang berpengaruh dalam politik Korea Utara.
Sebagai adik dari Pemimpin Tertinggi Kim Jong Un, ia telah menapaki jalur kekuasaan dengan langkah-langkah yang terukur dan penuh strategi.
Lahir pada 26 September 1987 di Pyongyang, Kim Yo Jong merupakan anak bungsu dari Kim Jong Il dan Ko Yong Hui.
Masa kecilnya dijalani dalam isolasi.
Meski demikian, Kim Yo Jong sempat menempuh pendidikan di Swiss bersama saudara-saudaranya, menggunakan nama samaran.
Setelah kembali ke Korea Utara, ia menyelesaikan studi di bidang ilmu komputer di Universitas Kim Il Sung.
Karier politiknya dimulai pada 2007 sebagai kader junior di Partai Pekerja Korea.
Seiring waktu, ia menjadi wakil direktur Departemen Propaganda dan Agitasi, memainkan peran penting dalam membentuk citra publik Kim Jong Un dan memperkuat kultus pribadi sang pemimpin.
Ia juga dipercaya sebagai pengatur jadwal dan logistik untuk kakaknya, menunjukkan tingkat kepercayaan yang sangat tinggi dalam lingkaran kekuasaan.
Kim Yo Jong mulai dikenal publik internasional saat menghadiri Olimpiade Musim Dingin 2018 di Pyeongchang, menjadi anggota keluarga Kim pertama yang mengunjungi Korea Selatan sejak Perang Korea.
Ia tampil sebagai utusan diplomatik, membawa pesan pribadi dari Kim Jong Un kepada Presiden Moon Jae-in.
Meski sempat mengalami perubahan jabatan dalam struktur partai, pengaruhnya tetap kuat.
Kim Yo Jong kini menjabat sebagai anggota Komisi Urusan Negara dan Deputi Direktur Departemen Publisitas dan Informasi.
Retorikanya yang tajam terhadap Korea Selatan dan Amerika Serikat menunjukkan peran aktifnya dalam kebijakan luar negeri dan propaganda.
Kim Yo Jong adalah simbol dari dinamika kekuasaan dinasti Kim—seorang perempuan yang, meski berada dalam sistem patriarki, berhasil menempatkan dirinya sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh di Korea Utara.
Sosoknya terus menjadi sorotan dunia, baik sebagai pengatur strategi, penjaga citra rezim, maupun calon penerus kekuasaan yang potensial.
(Tribunnews.com/ Andari Wulan Nugrahani)
Sumber: TribunSolo.com
Gudang Senjata AS Menipis karena Seperempat Rudal THAAD Digunakan untuk Israel dari Serangan Iran |
![]() |
---|
Pesan Haru Anies Baswedan Kala Melepas Tia Baswedan Lanjut Studi ke AS: Saling Jaga dengan Suami |
![]() |
---|
Korea Utara Tutup Pintu Dialog, Upaya Damai Presiden Baru Korsel Ditolak |
![]() |
---|
Trump Merajuk, Kecewa Tak Dapat Apresiasi Dunia Atas Bantuan Dana Gaza |
![]() |
---|
Pejabat UE Sukses Bujuk Trump Pangkas Tarif Impor Eropa Jadi 15 persen |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.