Konflik Palestina Vs Israel
Perang Gaza Belum Usai, Netanyahu Perintahkan Pendudukan Penuh dan Operasi Lebih Luas
Netanyahu putuskan pendudukan penuh Jalur Gaza dan perluas operasi militer, bahkan ke daerah tempat para sandera ditahan, lapor media Israel.
Penulis:
Andari Wulan Nugrahani
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu telah memutuskan untuk menduduki Jalur Gaza secara penuh dan memperluas operasi militer di wilayah kantong tersebut, menurut laporan media lokal Israel pada Senin (5/8/2025).
Keputusan tersebut mencakup perluasan serangan ke wilayah-wilayah yang diyakini menjadi tempat para sandera ditawan.
The Jerusalem Post melaporkan bahwa keputusan ini disampaikan langsung oleh Netanyahu kepada Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Letnan Jenderal Eyal Zamir.
Menurut sumber dari Kantor Perdana Menteri, Netanyahu menyampaikan pesan tegas: “Jika ini tidak sesuai dengan Anda, maka Anda harus mengundurkan diri.”
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu adalah seorang politikus senior Israel yang menjabat sebagai perdana menteri terlama dalam sejarah Israel.
Ia merupakan pemimpin partai sayap kanan Likud dan dikenal luas karena sikap kerasnya terhadap isu keamanan nasional, terutama terkait konflik dengan Palestina dan Iran.
Netanyahu pertama kali menjabat sebagai perdana menteri pada tahun 1996–1999, kemudian kembali berkuasa sejak 2009 hingga kini (dengan jeda singkat pada 2021–2022).
Di masa pemerintahannya, ia sering menjadi sosok kontroversial karena kebijakan permukiman di Tepi Barat, penolakan terhadap solusi dua negara, serta pendekatan militer terhadap Hamas di Gaza.
Selain itu, Netanyahu juga menghadapi berbagai kasus hukum, termasuk dakwaan korupsi yang memicu gelombang protes di dalam negeri.
Meski demikian, ia tetap menjadi tokoh dominan dalam politik Israel dan memiliki basis pendukung yang kuat.
Langkah ini menandai eskalasi signifikan dalam konflik yang telah berlangsung sejak Oktober 2023, dengan jumlah korban jiwa yang terus meningkat dan situasi kemanusiaan yang memburuk di Jalur Gaza.
Baca juga: Taktik Israel Senjata Makan Tuan, Sandera Kurus Kering: Krisis Gaza Masuk Babak Mengerikan
Merespons rencana pendudukan penuh ini, Hamas mengatakan bahwa ancaman Israel tidak akan memengaruhi posisi mereka.
“Ancaman Israel berulang-ulang, tidak ada gunanya, dan tidak berpengaruh pada keputusan kami,” kata kelompok tersebut dalam pernyataan yang dikutip oleh The Jerusalem Post.
Negosiasi Gencatan Senjata
Sementara itu, menurut laporan Anadolu Agency, pernyataan Netanyahu muncul setelah kebuntuan dalam negosiasi gencatan senjata dan pembebasan sandera yang dimediasi di Doha, Qatar.
Hamas bersikeras bahwa mereka tidak akan melanjutkan perundingan kecuali ratusan truk bantuan kemanusiaan diizinkan masuk ke Gaza.
Dalam upaya menekan Israel, Hamas juga merilis video para sandera yang terlihat sangat kurus, mengklaim bahwa mereka mengalami kelaparan parah akibat blokade yang melumpuhkan Jalur Gaza.
Organisasi seperti Palang Merah Internasional dan Yayasan Kemanusiaan Gaza telah menawarkan bantuan langsung untuk para sandera.
Namun, Hamas mengatakan bahwa bantuan itu hanya akan diizinkan masuk jika Israel menghentikan semua aktivitas lalu lintas udara selama proses pengiriman, serta membuka koridor kemanusiaan secara permanen.
Langkah Netanyahu ini menunjukkan bahwa strategi militer akan tetap menjadi pendekatan utama pemerintah Israel dalam menghadapi Hamas, di tengah tekanan internasional yang meningkat untuk mengakhiri konflik berkepanjangan.
Keputusan ini dikhawatirkan memperdalam krisis kemanusiaan di Gaza dan membuat negosiasi gencatan senjata semakin sulit dicapai.
Korban Genosida Gaza Tembus 60.839 Jiwa per 3 Agustus 2025
Krisis kemanusiaan di Jalur Gaza terus memburuk memasuki hari ke-666 agresi Israel.
Dikutip dari Middle East Monitor, hingga Sabtu (3/8/2025), total korban tewas di Gaza tercatat mencapai 60.839 jiwa.
Baca juga: Anak-anak Gaza Kelaparan, Angka Kematian Akibat Malnutrisi Melonjak Tajam
Sementara itu, 149.588 orang dilaporkan terluka, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Lebih dari 11.000 orang masih dinyatakan hilang, banyak di antaranya diduga tertimbun reruntuhan bangunan akibat serangan udara.
Serangan militer Israel sejak Oktober 2023 telah menyebabkan kehancuran besar-besaran di Gaza.
Fasilitas sipil seperti rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, dan infrastruktur dasar menjadi sasaran.
PBB, WHO, dan organisasi HAM internasional terus menyerukan gencatan senjata dan akses kemanusiaan penuh ke wilayah tersebut.
Sampai hari ini kekerasan belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.
Situasi ini telah memicu tuduhan genosida terhadap Israel dan meningkatkan tekanan diplomatik global.
Data korban kemungkinan terus bertambah seiring berlanjutnya agresi.
(Tribunnews.com/ Andari Wulan Nugrahani)
Sumber: TribunSolo.com
Konflik Palestina Vs Israel
Jeritan Hati Ibu di Gaza, Anaknya Kekurangan Gizi, Perlahan Merasa Kehilangan Putrinya |
---|
Netanyahu Murka Saksikan Video Sandera Evyatar David, Siap Perluas Perang, Keluarga Sandera Cemas |
---|
Sandera Israel Kurus Kering, Hamas Tegaskan Tak Ada Makanan Istimewa di Balik Penjara Gaza |
---|
Inggris Buka Harapan Untuk Gaza, Janji Bakal Evakuasi dan Rawat 300 Anak Sakit Kritis |
---|
Mantan Petinggi Mossad dan Shin Bet Mendesak Donald Trump untuk Mendorong Netanyahu Akhiri Perang |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.