Jumat, 8 Agustus 2025

Perjanjian Karachi 1949 Kembali Disorot dalam Isu Status Gilgit-Baltistan

Kesenjangan ini telah menciptakan kerangka kerja administrasi yang ditandai oleh fragmentasi dan inefisiensi.

|
Editor: Wahyu Aji
Aljazeera
peta karachi pakistan - Berada di ujung utara Pakistan, tersembunyi di balik puncak Himalaya yang megah, terhampar Gilgit-Baltistan (GB), wilayah kaya budaya dan strategis, dan bersejarah.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berada di ujung utara Pakistan, tersembunyi di balik puncak Himalaya yang megah, terhampar Gilgit-Baltistan (GB), wilayah kaya budaya dan strategis, dan bersejarah. 

Bagi banyak warganya, hidup bukan sekadar perjuangan sehari-hari, tetapi juga pengingat bahwa mereka hanyalah bayangan di mata negara yang seharusnya melindungi mereka.

Ada anggapan bahwa Pakistan selama ini menganggap GB sebagai wilayah pinggiran yang membebani negara. 

Dilabeli sebagai ‘Wilayah Utara', GB telah lama dianggap Pakistan bukan sebagai bagian berharga. 

Mengutip dari Memri, Rabu (6/8/2025), pemerintahan Pakistan yang silih berganti, tapi seolah menutup mata terhadap kebutuhan dasar penduduk Gilgit-Baltistan.

Mereka menyerahkan wilayah tersebut pada kerangka pemerintahan ad hoc yang dikelola dari jauh, bukan oleh undang-undang partisipatif, melainkan oleh dekrit yang diturunkan dari Islamabad.

Ambiguitas hukum ini bermula dari Perjanjian Karachi tahun 1949, sebuah dokumen yang mengalihkan kendali Gilgit-Baltistan ke Islamabad tanpa kehadiran satu pun perwakilan dari wilayah tersebut. 

Koloni Terakhir

Negara Pakistan, yang memandang Gilgit-Baltistan sebagai aset strategis alih-alih komunitas warga negara, mengaitkannya dengan sengketa Kashmir untuk mendapatkan pengaruh geopolitik. 

Sebagaimana dikemukakan oleh pakar Nosheen Ali dalam buku "Delusional States: Feeling Rule and Development in Pakistan's Northern Frontier," keterkaitan ini merupakan langkah yang terencana untuk memperkuat posisi Pakistan dalam potensi plebisit PBB, bukan cerminan identitas atau aspirasi kawasan tersebut.

Model tata kelola yang diterapkan Islamabad secara konsisten mencerminkan pola pikir kolonial, yang memprioritaskan kendali pusat daripada pembangunan partisipatif.

Sentimen ini diungkap secara tajam oleh majalah Pakistan "Herald", yang pernah menggambarkan Gilgit-Baltistan sebagai "koloni terakhir,” sebuah label menghantui yang terus terngiang dalam ingatan kolektif rakyatnya.

Bahkan sejak 14 Agustus 1964, publikasi "Karachi Outlook" mengamati dengan sangat jelas bahwa Kementerian Urusan Kashmir telah bercokol dalam kepentingan pribadi, memperlakukan Azad Kashmir dan Gilgit-Baltistan bukan sebagai mitra dalam pemerintahan, melainkan sebagai bawahan dalam sebuah wilayah kekuasaan. 

Kesenjangan ini telah menciptakan kerangka kerja administrasi yang ditandai oleh fragmentasi dan inefisiensi.

Saat ini, di Gilgit-Baltistan infrastruktur yang tidak memadai, hingga kurangnya layanan dasar.

Partai-partai politik arus utama Pakistan terus mengesampingkan kebutuhan mendesak masyarakat lokal Gilgit-Baltistan.

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan