Perjanjian Karachi 1949 Kembali Disorot dalam Isu Status Gilgit-Baltistan
Kesenjangan ini telah menciptakan kerangka kerja administrasi yang ditandai oleh fragmentasi dan inefisiensi.
Editor:
Wahyu Aji
Sebaliknya, wilayah ini telah mengalami pengabaian kronis, dengan nilai strategisnya yang diprioritaskan di atas kesejahteraan penduduknya.
Rekayasa demografi dan marginalisasi administratif mencerminkan pola eksploitasi yang lebih luas, di mana suara penduduk lokal dibungkam demi manuver geopolitik.
Dalam konteks ini, Gilgit-Baltistan tidak hanya berdiri sebagai wilayah yang disengketakan, tetapi juga sebagai bukti konsekuensi abadi dari tata kelola yang terpisah dari representasi dan akuntabilitas.
Selama bertahun-tahun, Perjanjian Karachi telah muncul sebagai wadah pertikaian dan refleksi, bergema melalui koridor intelektual perdebatan konstitusional dan narasi penuh semangat dari hati nurani politik Gilgit-Baltistan.
Para ahli hukum, pemimpin daerah, dan aktivis sama-sama mengkritik situasi yang melatarbelakangi perjanjian tersebut, menyesalkan minimnya representasi dari mereka yang masa depannya sangat dipengaruhi oleh perjanjian tersebut.
Penandatanganannya, yang dilaksanakan tanpa konsultasi atau persetujuan, telah menimbulkan pertanyaan abadi tentang legitimasi pemerintahan yang dipaksakan secara diam-diam. (*)
Israel Membombardir Lebanon Selatan Tiga Kali dalam 24 Jam, Memperluas Pendudukan |
![]() |
---|
Serangan Pemukim Yahudi iIegal di Tepi Barat: Rumah hingga Mobil Warga Palestina Terbakar |
![]() |
---|
Terungkap Rabbi Shmuley Boteach Telah Keliru Tafsirkan Al-Qur'an untuk Legitimasi Pendudukan Israel |
![]() |
---|
Menanggapi Pendudukan Israel, Sekjen Hizbullah Ancam Takkan Biarkan Israel Duduki Lebanon |
![]() |
---|
Pendudukan Israel di Lebanon Selatan Bisa Berbulan-bulan Sesuai Kesepakatan Diam-diam dengan AS |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.