Perjanjian Karachi 1949 Kembali Disorot dalam Isu Status Gilgit-Baltistan
Kesenjangan ini telah menciptakan kerangka kerja administrasi yang ditandai oleh fragmentasi dan inefisiensi.
Editor:
Wahyu Aji
Pembentukan sepuluh distrik mini untuk populasi yang hampir tidak melebihi dua juta jiwa telah menghambat perkembangan tata kelola pemerintahan daerah yang kuat, melemahkan kapasitas dan kohesi kelembagaan.
Hal yang mengkhawatirkan, pemerintah federal kini mempertimbangkan untuk menambah lebih banyak distrik pendapatan, sebuah perpanjangan dari eksperimen administratif yang tidak berkelanjutan ini.
Dalam upaya mereka untuk mempertahankan distorsi birokrasi ini, pihak berwenang berisiko menggunakan pajak tanpa mandat representatif, sehingga memperdalam pencabutan hak publik dan memicu kebencian di seluruh wilayah.
Wilayah Pinggiran
Di Skardu, kota terbesar, penduduknya harus menanggung pemadaman listrik hingga 22 jam di musim dingin, bergantung pada proyek-proyek hidroelektrik yang berkinerja buruk seperti Bendungan Satpara, yang seharusnya mampu memasok listrik ke 40.000 rumah tetapi hanya memberikan sebagian kecil dari harapannya.
Wilayah ini masih terputus dari jaringan listrik nasional, sebuah simbol nyata keterpencilannya. Protes meletus secara berkala, dengan warga yang berani melawan suhu beku untuk menuntut hak atas tanah, menentang pajak yang tidak adil, dan melawan perambahan proyek federal seperti CPEC yang merampas tanah lokal tanpa kompensasi.
RUU Otoritas Pendapatan Inggris Raya, yang mengenakan pajak tanpa memberikan perwakilan, telah menjadi titik api kemarahan publik.
Masyarakat Gilgit-Baltistan tidak dapat memilih dalam pemilu nasional, dan mereka juga tidak memiliki suara dalam membentuk kebijakan yang mengatur kehidupan mereka.
Gilgit-Baltistan masih berada di bawah kendali perintah pemerintahan mandiri Islamabad, yang mengkonsolidasikan kekuasaan di pemerintahan federal dan membiarkan lembaga-lembaga lokal tak berdaya. Hal ini telah memicu tuntutan yang semakin besar akan hak konstitusional, pengakuan politik, dan otonomi sejati.
Aktivis seperti Shabir Choudhry terus menyuarakan kewaspadaan, memperingatkan bahwa wilayah tersebut berada di ambang kekacauan. Setiap tahun, protes semakin keras, keluhan semakin dalam, dan urgensinya semakin nyata. Gilgit-Baltistan bukan sekadar wilayah yang disengketakan, melainkan komunitas yang mendambakan keadilan, martabat, dan hak untuk menentukan masa depannya sendiri.
Ketika Pakistan menandatangani perjanjian perbatasan dengan Tiongkok pada tahun 1963, Pakistan menyerahkan sebagian wilayah di selatan Terusan Mintaka, tanah yang secara historis milik Hunza, kepada Beijing. Penataan ulang batas antara provinsi Xinjiang di Tiongkok dan wilayah administrasi Pakistan ini dilaksanakan tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan masyarakat Gilgit-Baltistan.
Ketiadaan perwakilan lokal dalam keputusan penting ini menggarisbawahi hilangnya hak pilih wilayah tersebut dan sejauh mana nasibnya telah dibentuk oleh kepentingan eksternal.
Pembangunan Jalan Raya Karakoram (KKH), yang menghubungkan Pakistan dengan Tiongkok melalui Gilgit-Baltistan, semakin memperkuat dinamika ini.
Jalan raya ini telah memfasilitasi masuknya senjata, narkotika, dan milisi agama yang tak terkendali ke wilayah tersebut. Perkembangan ini tidak hanya menggoyahkan tatanan sosial tetapi juga memicu perubahan dramatis dalam demografi wilayah tersebut.
Secara historis, Syiah dan Ismailiyah mencakup sekitar 85 persen populasi. Kini, angka tersebut telah menyusut menjadi hampir setengahnya, sebuah transformasi yang sebagian didorong oleh pemukiman sistematis orang-orang luar, sebuah tindakan yang secara luas dianggap sebagai upaya untuk mengencerkan identitas pribumi dan mengubah keseimbangan sektarian.
Tata Kelola yang Terpisah
Pemerintahan-pemerintahan yang berkuasa secara konsisten gagal menunjukkan komitmen yang tulus untuk memenuhi aspirasi ekonomi dan politik rakyat Gilgit-Baltistan.
Israel Membombardir Lebanon Selatan Tiga Kali dalam 24 Jam, Memperluas Pendudukan |
![]() |
---|
Serangan Pemukim Yahudi iIegal di Tepi Barat: Rumah hingga Mobil Warga Palestina Terbakar |
![]() |
---|
Terungkap Rabbi Shmuley Boteach Telah Keliru Tafsirkan Al-Qur'an untuk Legitimasi Pendudukan Israel |
![]() |
---|
Menanggapi Pendudukan Israel, Sekjen Hizbullah Ancam Takkan Biarkan Israel Duduki Lebanon |
![]() |
---|
Pendudukan Israel di Lebanon Selatan Bisa Berbulan-bulan Sesuai Kesepakatan Diam-diam dengan AS |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.