Selasa, 12 Agustus 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Analisis: Hanya Netanyahu Sendiri yang Puas dengan Rencana Ambil Alih Gaza

Rencana Netanyahu ambil alih Kota Gaza dikecam militer dan sekutu sayap kanan. Manuver politik untuk mempertahankan kekuasaan?

Facebook Perdana Menteri Israel
NETANYAHU BERPIDATO - Foto ini diambil dari Facebook Perdana Menteri Israel memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara dalam konferensi pers pada hari Minggu (10/8/2025). 

TRIBUNNEWS.COM - Hampir dua tahun setelah perang di Gaza, kabinet keamanan Israel kembali menyetujui perluasan militer: rencana pengambilalihan Kota Gaza.

Rencana tersebut, yang didorong langsung oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, telah memicu gelombang kritik dari berbagai pihak.

Pada Jumat (8/8/2025), Kabinet Keamanan Israel menyetujui rencana Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mengambil alih Kota Gaza secara militer.

Keputusan ini diumumkan melalui akun resmi kantor Netanyahu dan menjadi langkah besar dalam eskalasi konflik Israel–Palestina.

“Ini bukan pendudukan. Kami tidak ingin memerintah Gaza, tapi mengendalikan keamanan dan memastikan Hamas tidak kembali berkuasa.”

Netanyahu juga menyebut bahwa Israel akan menyerahkan Gaza kepada “pasukan Arab yang bisa memerintah dengan benar tanpa mengancam kami”

Benjamin Netanyahu, yang akrab disapa Bibi, adalah Perdana Menteri Israel yang lahir pada 21 Oktober 1949 di Tel Aviv, Israel.

Netanyahu menempuh pendidikan di Massachusetts Institute of Technology (MIT) dengan meraih gelar B.Sc. di bidang Arsitektur dan MBA dari MIT Sloan School of Management.

Ia juga mengikuti studi tambahan di Harvard dan MIT dalam ilmu politik.

Dalam kepemimpinannya, Netanyahu memimpin serangan besar-besaran ke Gaza sejak Oktober 2023, dengan alasan bahwa Israel “tidak punya pilihan selain mengalahkan Hamas”.

Ia membantah tuduhan adanya kelaparan di Gaza, menyebutnya sebagai “kampanye kebohongan global”.

Baca juga: Wacana Relokasi Warga Gaza ke RI, Amnesty: Seolah Ingin Dukung Pendudukan Ilegal Israel di Palestina

Kebijakannya menuai kritik, termasuk dari sejumlah jenderal Angkatan Pertahanan Israel (IDF) yang menentang rencana pendudukan penuh Gaza.

Di tengah situasi ini, Netanyahu juga diketahui berkomunikasi langsung dengan Presiden AS Donald Trump untuk membahas rencana “operasi cepat” di wilayah tersebut.

Semata demi Kelangsungan Kekuasaan Benjamin Netanyahu

Analis menilai, langkah mengambil alih Gaza lebih merupakan manuver politik untuk kelangsungan kekuasaan Netanyahu daripada strategi militer yang matang.

Manuver politik adalah istilah yang merujuk pada tindakan atau strategi yang dilakukan oleh aktor politik—baik individu maupun kelompok—untuk mencapai tujuan atau kepentingan politik tertentu.

Istilah ini sering muncul menjelang pemilihan umum, pembentukan koalisi, atau dalam situasi perebutan kekuasaan.

Menurut laporan analisis media yang beredar, rencana ini diadopsi meskipun ada keberatan keras dari pimpinan militer Israel dan peringatan internasional.

Perluasan perang ini terjadi di tengah erosi dukungan global dan penurunan dukungan publik domestik untuk kelanjutan perang.

Penolakan dari Militer dan Koalisi

Rencana Netanyahu menghadapi penolakan dari dalam dan luar pemerintahannya sendiri.

Pimpinan militer Israel menyampaikan penolakan keras dalam rapat kabinet, memperingatkan bahwa langkah ini akan membahayakan para sandera yang tersisa, menguras tenaga pasukan yang kelelahan, dan memperdalam krisis kemanusiaan di Gaza.

Kekhawatiran ini sejalan dengan sentimen publik Israel, di mana mayoritas warga, menurut jajak pendapat, mendukung gencatan senjata untuk memulangkan para sandera.

Sementara itu, mitra koalisi sayap kanannya, Itamar Ben Gvir dan Bezalel Smotrich, juga tidak puas.

Mereka menganggap rencana pengambilalihan Kota Gaza tidak cukup.

Baca juga: Netanyahu Klaim Foto Anak Malnutrisi dan Kelaparan di Gaza adalah Palsu

Itamar Ben Gvir merupakan Menteri Keamanan Nasional Israel, pemimpin partai Otzma Yehudit (Kekuatan Yahudi).

Bezalel Smotrich merupakan Menteri Keuangan Israel dan pemimpin Partai Zionisme Religius.

Ben Gvir dan Smotrich dua tokoh politik sayap kanan Israel yang saat ini menjabat sebagai menteri dalam pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Seorang sumber yang dekat dengan Smotrich menyebut proposal itu sebagai "kelanjutan dari yang sebelumnya" dan "tidak bermoral, tidak etis, dan juga tidak Zionis," karena mereka menuntut pendudukan penuh atas seluruh Gaza dan pembangunan kembali permukiman Yahudi.

Isolasi Internasional dan Manuver Politik

Rencana pengambilalihan Gaza juga menempatkan Israel dalam isolasi internasional yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Kekhawatiran global terhadap krisis kelaparan di Gaza semakin meningkat.

Krisis kelaparan di Gaza saat ini merupakan salah satu tragedi kemanusiaan paling menyayat hati di dunia.

212 orang tewas akibat kelaparan, termasuk 98 anak-anak, sejak awal 20252.

Dalam lima minggu terakhir saja, 82 orang dewasa dan 93 anak-anak meninggal karena kekurangan gizi.

WHO menyebut Gaza berada di jalur bencana kelaparan yang “sepenuhnya bisa dicegah”

Blokade total oleh Israel sejak Oktober 2023, menghentikan pasokan makanan, air, listrik, bahan bakar, dan obat-obatan.

Pembatasan ketat terhadap bantuan kemanusiaan, termasuk penahanan ribuan truk bantuan di perbatasan.

Ekspor Militer Jerman Ditangguhkan

Dampak dari keputusan kabinet ini segera terasa, dengan Jerman—sekutu strategis Israel—mengumumkan penangguhan sebagian ekspor militernya, membuka jalan bagi negara-negara Uni Eropa lainnya untuk menurunkan hubungan.

Baca juga: Netanyahu Telepon Trump, Bicarakan Operasi Cepat Israel di Jalur Gaza

Analisis dari lawan politik dan pengamat menyimpulkan bahwa keputusan Netanyahu saat ini tidak didasarkan pada nasihat militer atau keinginan rakyat, melainkan didorong oleh keharusan untuk kelangsungan politiknya.

Dengan memperpanjang perang, ia memberi dirinya waktu untuk menghindari dua pilihan sulit: gencatan senjata sejati yang dapat menyelamatkan sandera, atau eskalasi militer penuh yang dapat memuaskan koalisinya tetapi sangat berbahaya.

Pada akhirnya, rencana ini tidak memuaskan siapa pun—baik sekutu internasional, pimpinan militer, publik, maupun mitra koalisi sayap kanannya.

Lebih dari sekadar strategi militer, langkah ini dilihat sebagai manuver politik Netanyahu untuk memperpanjang perang demi melestarikan kekuasaan, mengorbankan penduduk Gaza dan para sandera Israel.

Netanyahu Bela Rencana Ambil Alih Kota Gaza

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membela rencana pengambilalihan militer Israel atas Kota Gaza, Al Jazeera melaporkan.

Pernyataan itu disampaikan dalam konferensi pers untuk media internasional pada Minggu (10/8/2025).

Netanyahu mengatakan operasi tersebut adalah cara tercepat untuk mengakhiri perang.

Ia menyebut Kota Gaza dan kamp-kamp pusat di daerah kantong itu sebagai “dua benteng tersisa” Hamas.

Netanyahu membantah adanya krisis kelaparan di Gaza.

Ia menuduh media internasional menyebarkan propaganda Hamas.

Menurutnya, Israel telah mengizinkan hampir 2 juta ton bantuan masuk sejak perang dimulai.

Netanyahu menuding Hamas menjarah bantuan dan sengaja menciptakan kekurangan pasokan.

Namun, Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan sedikitnya 217 warga Palestina meninggal akibat kekurangan gizi.

Korban tersebut termasuk 100 anak-anak.

Baca juga: Israel Serang Gaza City dan Muwasi, Netanyahu Janjikan Perang Segera Berakhir

UNICEF menyebut jumlah anak kekurangan gizi di Gaza sangat mengejutkan.

Pada Juli, hampir 12.000 anak diidentifikasi mengalami kekurangan gizi akut.

Gambar krisis kelaparan di Gaza memicu kemarahan global atas pembatasan aliran makanan oleh Israel.

(Tribunnews.com/ Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan