Senin, 18 Agustus 2025

Temuan ACIC: Australia Konsumsi 22,2 Ton Narkotika, Termasuk Metamfetamin, Kokain, Heroin, dan MDMA

ACIC mencatat lonjakan konsumsi narkoba di Australia, dengan 22,2 ton zat terlarang terdeteksi dalam analisis air limbah nasional.

Freepik
ILUSTRASI NARKOTIKA/NARKOBA. Gambar dari Freepik, Jumat (15/8/2025) menunjukkan foto ilustrasi narkotika. Berdasarkan temuan Komisi Intelijen Kriminal Australia (ACIC) yang dirilis Jumat (15/8/2025), Canberra mencatat lonjakan tajam dalam konsumsi narkotika, dengan total 22,2 ton metamfetamin, kokain, heroin, dan MDMA dikonsumsi antara Agustus 2023 hingga Agustus 2024. 

TRIBUNNEWS.COM - Australia mencatat lonjakan tajam dalam konsumsi narkotika, dengan total 22,2 ton metamfetamin, kokain, heroin, dan MDMA dikonsumsi antara Agustus 2023 hingga Agustus 2024.

Temuan ini diungkap dalam laporan tahunan Komisi Intelijen Kriminal Australia (ACIC) yang dirilis Jumat (15/8/2025).

Komisi Intelijen Kriminal Australia (Australian Criminal Intelligence Commission – ACIC) adalah badan intelijen nasional Australia yang bertugas mengumpulkan, menganalisis, dan menyebarkan intelijen kriminal untuk memerangi kejahatan serius dan terorganisir yang mengancam keamanan nasional dan masyarakat Australia.

Aljazeera melaporkan angka tersebut menunjukkan peningkatan 34 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Konsumsi kokain melonjak 69 persen, MDMA naik 49 persen, metamfetamin meningkat 21 persen, dan heroin naik 14 persen.

Nilai pasar dari seluruh narkotika tersebut diperkirakan mencapai 11,5 miliar dolar Australia (sekitar USD 7,5 miliar), dengan metamfetamin menyumbang 78 persen dari total nilai, yakni sekitar 8,9 miliar dolar Australia.

Laporan ACIC menyebut bahwa peningkatan ini mencerminkan “pemulihan pasar narkoba terlarang setelah dampak pembatasan COVID-19.”

Kelompok kejahatan terorganisasi, baik domestik maupun transnasional, disebut telah memperluas operasi mereka secara agresif pasca-pandemi.

COVID-19 (Coronavirus Disease 2019) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2, bagian dari keluarga coronavirus yang menyerang sistem pernapasan manusia.

Penyakit ini pertama kali terdeteksi di Wuhan, Tiongkok, pada akhir Desember 2019 dan dengan cepat menyebar ke seluruh dunia, memicu pandemi global.

Menurut WHO dan UNODC, COVID-19 telah menyebabkan jutaan kematian dan gangguan sistem kesehatan di seluruh dunia.

Baca juga: Polda Metro Jaya Tangkap 2 Bandar dan 5 Kurir Jaringan Pengedar Narkoba Sabu Senilai Rp 516 Miliar

Varian terbaru yang sedang diamati adalah XFG (Stratus), gabungan dari varian F.7 dan LP.8.1.2.

Menurut pakar mikrobiologi dari University of Nevada, mutasi ini meningkatkan kemampuan virus untuk menghindari respons imun, meski belum terbukti menyebabkan gejala yang lebih berat dibanding varian Omicron.

Kepala ACIC Heather Cook menyatakan bahwa kelompok kriminal mengeksploitasi tingginya permintaan narkoba di Australia, “memaksimalkan keuntungan dengan mengorbankan keamanan dan kesejahteraan masyarakat.”

“Peningkatan konsumsi metamfetamin nasional sebesar 2,2 ton mengkhawatirkan karena 12,8 ton merupakan tingkat tahunan tertinggi yang tercatat oleh program tersebut,” ujar Cook.

Ia juga menyoroti lonjakan konsumsi kokain sebagai rekor tertinggi yang pernah tercatat oleh program analisis air limbah ACIC.

Analisis air limbah digunakan sebagai metode utama untuk mengukur konsumsi narkoba secara nasional.

Data dikumpulkan dari ibu kota dan wilayah regional, mencakup sekitar 57 persen populasi Australia.

Selain narkotika, air limbah juga diuji untuk kandungan alkohol, nikotin, ganja, dan ketamin.

Ganja tetap menjadi zat terlarang paling banyak dikonsumsi, terutama di wilayah regional.

Sebaliknya, konsumsi kokain, MDMA, heroin, dan ketamin lebih tinggi di ibu kota.

Wilayah Utara mencatat peningkatan tertinggi dalam konsumsi metamfetamin, kokain, dan MDMA, sementara Tasmania mengalami lonjakan tertinggi dalam konsumsi heroin.

ACIC memperkirakan tren peningkatan konsumsi narkoba ini akan berlanjut hingga tahun 2027, berdasarkan pemodelan data terbaru.

Mengenal Metamfetamin, Kokain, Heroin, dan MDMA: Jenis, Efek, dan Risiko

Narkotika merupakan zat yang memengaruhi sistem saraf pusat dan dapat menimbulkan perubahan perilaku, persepsi, dan kesadaran.

Di antara berbagai jenis yang beredar secara global, empat zat berikut termasuk yang paling umum disalahgunakan: metamfetamin, kokain, heroin, dan MDMA.

Masing-masing memiliki karakteristik, efek, dan risiko yang berbeda.

1. Metamfetamin (Sabu)

  • Jenis: Stimulan sintetis yang sangat kuat
  • Efek: Meningkatkan energi, kewaspadaan, dan rasa euforia. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan paranoia, agresi, dan kerusakan otak permanen.
  • Bentuk: Kristal bening (sabu), bubuk, atau pil
  • Risiko: Sangat adiktif dan berisiko tinggi terhadap gangguan mental serta kerusakan organ
  • Tren: Menurut United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) tahun 2024, penggunaan metamfetamin meningkat tajam di Asia Tenggara, termasuk Indonesia

2. Kokain

  • Jenis: Stimulan alami dari daun tanaman coca
  • Efek: Rasa percaya diri tinggi, peningkatan energi, dan euforia. Dapat menyebabkan gangguan irama jantung, tekanan darah tinggi, dan stroke.
  • Bentuk: Bubuk putih yang dihirup, disuntik, atau dioleskan
  • Risiko: Kecanduan berat dan kerusakan sistem kardiovaskular
  • Global: WHO mencatat kokain sebagai salah satu zat dengan peningkatan konsumsi tertinggi di kawasan urban.

3. Heroin

  • Jenis: Opiat sintetis yang berasal dari morfin
  • Efek: Rasa nyaman ekstrem, kantuk, dan penurunan rasa sakit. Penggunaan berulang menyebabkan toleransi tinggi dan ketergantungan fisik.
  • Bentuk: Bubuk putih atau coklat, disuntik, dihirup, atau dihisap
  • Risiko: Overdosis fatal, infeksi akibat penggunaan jarum, dan kerusakan paru-paru
  • WHO mengungkap Opioid seperti heroin menyumbang proporsi terbesar kematian terkait narkoba secara global.

Baca juga: Pembantu Asal Indonesia di Makau Ditangkap, Terlibat Penyelundupan Kokain Rp8,4 Miliar

4. MDMA (Ekstasi)

Jenis: Stimulan dan halusinogen sintetis

  • Efek: Euforia, empati, dan peningkatan sensorik. Sering digunakan dalam konteks pesta atau klub malam.
    Bentuk: Pil berwarna atau kapsul
  • Risiko: Dehidrasi, gangguan jantung, hipertermia, dan depresi pasca-pemakaian
  • Catatan: Meski populer di kalangan muda, MDMA tetap tergolong narkotika golongan I di Indonesia

Status Hukum di Indonesia

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika:

“Narkotika adalah zat atau obat… yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran… dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan…” (Pasal 1 Ayat 1)

“Narkotika Golongan I hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi.” (Pasal 8 Ayat 1)

Keempat zat di atas termasuk dalam Narkotika Golongan I, yang berarti penggunaannya dilarang kecuali untuk riset terbatas.

Data Prevalensi di Indonesia (BNN, 2023–2025)

  • Badan Narkotika Nasional (BNN) dan laporan Survei Nasional 2023 mengungkap jumlah pengguna narkotika: 3,33 juta orang (1,73 persen populasi usia 15–64 tahun)
  • Remaja terpapar: 312 ribu pemuda usia 15–25 tahun
  • Wilayah rawan: Perkotaan (2,10 persen) lebih tinggi dibanding pedesaan (1,20 persen)
  • Jenis kelamin: Laki-laki (2,41%) lebih dominan dibanding perempuan (1,73%)

Data Global (WHO/UNODC, 2024)

  • World Drug Report 2024 dan UNODC mencatat, pengguna narkotika global: 296 juta orang (5,8% populasi usia 15–64 tahun)
  • Pengguna narkoba suntik: 35 kali lebih berisiko terkena HIV
  • Tren: Peningkatan signifikan pada kokain dan metamfetamin di Asia Tenggara

Baca juga: BNN Bongkar Jaringan Kartel Kokain Amerika Latin di Indonesia, Sasar Bali sebagai Pintu Masuk

Keempat zat ini tergolong narkotika terlarang dan sangat berisiko bagi kesehatan fisik, mental, dan sosial.

Edukasi publik, penegakan hukum, dan rehabilitasi menjadi kunci dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika.

Pemahaman yang berbasis data dan hukum sangat penting agar masyarakat dapat mengambil sikap yang bijak dan preventif.

(Tribunnews.com/ Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan