Sabtu, 23 Agustus 2025

CSIS dan CfDS Gelar IRIS 2025, Bahas Risiko dan Peluang GenAI di Asia-Pasifik

GenAI menghadirkan peluang besar, namun sekaligus menyimpan risiko serius memperbesar arus misinformasi yang dapat mengancam demokrasi.

HO
PESERTA FORUM - Para peserta foruk akademik Information Resilience and Integrity Symposium (IRIS), berfoto bersama di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (FISIPOL UGM), Kamis (21/8/2025). Simposium ini merupakan forum akademik dan kebijakan internasional yang dirancang untuk membahas bagaimana kawasan Asia-Pasifik dapat bersama menghadapi gelombang inovasi teknologi sekaligus menjaga integritas dan ketahanan ruang digital. 

Hasiolan EP/Tribunnews.com

TRIBUNNEWS.COM - Terbukanya akses terhadap teknologi Generative Artificial Intelligence (GenAI) menandai babak baru bagi umat manusia.

Demokratisasi AI menghadirkan peluang besar, namun sekaligus menyimpan risiko serius, mulai dari penyebaran misinformasi, penipuan daring yang merugikan ekonomi digital, hingga manipulasi informasi asing yang berpotensi memengaruhi dinamika geopolitik kawasan Asia-Pasifik.

Laporan Safer Internet Lab (SAIL) menyoroti potensi GenAI dalam memperbesar arus misinformasi yang dapat mengancam demokrasi.

Baca juga: Pemerintah Kucurkan Rp 335 T untuk MBG Pada 2026, Ini Kritik dari CSIS 

Hal senada juga diungkap oleh Center for Digital Society (CfDS), yang menekankan bahaya penggunaan AI dalam kontestasi politik, termasuk Pemilu 2024.

Menjawab tantangan tersebut, Centre for Strategic and International Studies (CSIS) melalui SAIL bersama CfDS menyelenggarakan Information Resilience and Integrity Symposium (IRIS) 2025, forum akademik dan kebijakan internasional yang digelar pada Kamis, 21 Agustus 2025 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (FISIPOL UGM). 

Simposium ini bertujuan merumuskan strategi kawasan Asia-Pasifik dalam menghadapi gelombang inovasi teknologi sekaligus menjaga ketahanan ruang digital.

Acara dibuka oleh Prof. Wening Udasmoro, Wakil Rektor UGM, yang menekankan pentingnya peran akademisi dalam menjembatani penelitian, kebijakan, dan pemahaman publik terkait GenAI.

Dr. Yose Rizal Damuri, Direktur Eksekutif CSIS, kemudian memaparkan peluang sekaligus risiko GenAI bagi Asia-Pasifik.

Sementara itu, Meutya Viada Hafid, Menteri Komunikasi dan Urusan Digital (Komdigi) Indonesia, menyampaikan pidato kunci mengenai kesiapan Indonesia dalam merumuskan kebijakan menghadapi tantangan teknologi ini.

Agenda berlanjut dengan kuliah umum oleh Prof. Ang Peng Hwa dari Nanyang Technological University, Singapura, yang mengulas pentingnya kerja sama regional untuk memperkuat resiliensi informasi.

Sesi strategic dialogue menghadirkan Wijaya Kusumawardhana, Staf Ahli Menteri Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya Komdigi, Dr. Maria Monica Wihardja, Visiting Fellow dan Co-Coordinator Media, Technology and Society Programme ISEAS–Yusof Ishak Institute, dengan moderator Prof. Dr. Poppy Sulistyaning Winanti.

Dalam pidatonya, Dr. Yose Rizal Damuri menekankan bahwa risiko GenAI mencakup penipuan finansial, manipulasi informasi asing, hingga ancaman privasi dan integritas demokrasi.

Karena itu, CSIS melalui SAIL menghadirkan IRIS sebagai wadah lintas sektor yang menghubungkan kajian akademis dengan kebijakan, agar tercipta rekomendasi berbasis data yang dapat memperkuat ketahanan digital kawasan.

Seputar CfDS dan CSIS

Center for Digital Society (CfDS) adalah pusat kajian yang berada di bawah naungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), didirikan pada tahun 2015 di Yogyakarta.

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan