Minggu, 14 September 2025

Nepal Butuh Orang Berpengetahuan, Gen Z Bersatu Dukung Sosok Ini Memimpin

Sehari setelah Perdana Menteri Nepal KP Sharma Oli mengundurkan diri, meninggalkan kekosongan kepemimpinan di negara itu

Editor: Muhammad Barir
Tangkapan layar X/@pewpiece
DEMO GEN Z- Demonstrasi skala besar, protes Gen Z terjadi di seluruh Nepal. Sebagian besar diorganisir oleh Gen Z, pelajar dan warga negara muda. Demo dipicu larangan pemerintah terhadap Facebook, X, YouTube, LinkedIn, Reddit, Signal, dan Snapchat, larangan sudah dicabut tapi kemarahan meluas, tuntutan pemberantasan korupsi. Mereka membawa bendera One Piece. 

Nepal Butuh Orang Berpengetahuan: Gen Z Bersatu Dukung Sosok Ini

TRIBUNNEWS.COM- Sehari setelah Perdana Menteri Nepal KP Sharma Oli mengundurkan diri, meninggalkan kekosongan kepemimpinan di negara itu di tengah meningkatnya ketegangan politik menyusul protes keras, para pemuda di Kathmandu menyuarakan dukungan terhadap hukum dan ketertiban.

Sehari setelah Perdana Menteri Nepal KP Sharma Oli mengundurkan diri, meninggalkan kekosongan kepemimpinan di negara itu di tengah meningkatnya ketegangan politik menyusul protes keras, pemuda di Kathmandu menyuarakan dukungan terhadap hukum dan ketertiban.

Di tengah suasana yang tegang, diskusi telah dimulai mengenai siapa yang akan memimpin pemerintahan transisi.

Mahasiswa dan warga muda telah mendukung mantan Ketua Mahkamah Agung Sushila Karki, dengan alasan latar belakang hukumnya.

 

Baca juga: Orasi Membakar Semangat Gen Z Nepal, Abiskar Raut Makin Viral

 

Nepal Membutuhkan Orang yang Berpengetahuan

"Perhatian utama saya adalah hukum dan ketertiban di negara ini. Untuk menjaganya, negara ini membutuhkan seseorang yang memahami hukum. Untuk itu, Sushila Karki adalah pilihan yang tepat," ujar seorang mahasiswa Hubungan Internasional dan Diplomasi Nepal di Kathmandu kepada ANI.

Seorang pemuda lain juga mendukung nama Karki. "Ini adalah pemerintahan sementara. Kami memberinya nama (Sushila Karki) untuk melindungi demokrasi di negara kami," ujar pemuda tersebut, merujuk pada tuntutan publik akan kepemimpinan yang kredibel selama krisis.

Di tengah kekacauan yang sedang berlangsung di negara itu menyusul pengunduran diri Oli, nama Sushila Karki muncul sebagai salah satu kandidat yang mungkin untuk memimpin pemerintahan transisi baru, sumber mengatakan kepada ANI.

 


Siapa Sushila Karki?

Sushila Karki mengukir sejarah dengan menjadi Ketua Mahkamah Agung perempuan pertama Nepal, menjabat dari Juli 2016 hingga Juni 2017. 

Lahir pada 7 Juni 1952 di Biratnagar, Sushila Karki adalah anak tertua dari tujuh bersaudara. Ia memulai karier hukumnya pada tahun 1979 setelah menyelesaikan pendidikan hukumnya di Biratnagar. 

Ia menjadi Advokat Senior pada tahun 2007. Karki diangkat sebagai hakim ad-hoc Mahkamah Agung pada Januari 2009 dan menjadi hakim tetap pada tahun 2010.

Tentara tetap dikerahkan di beberapa wilayah Kathmandu sementara protes terus berlanjut. Para demonstran, yang sebagian besar dipimpin oleh pemuda, bersikeras bahwa pemerintah berikutnya harus menerapkan langkah-langkah yang lebih ketat untuk memberantas korupsi dan memulihkan stabilitas.

Menyelesaikan Krisis Tanpa Pertumpahan Darah

Menurut The Himalayan Times, mengutip pernyataan resmi dari Presiden, ia menyerukan penyelesaian krisis tanpa pertumpahan darah atau kehancuran lebih lanjut melalui dialog.

"Saya mendesak semua pihak untuk tetap tenang, mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap bangsa, dan berunding. Dalam demokrasi, tuntutan warga negara dapat diselesaikan melalui dialog dan negosiasi," demikian bunyi pernyataan tersebut, sebagaimana dikutip The Himalayan Times.


Protes GenZ Nepal

Protes dimulai pada tanggal 8 September di Kathmandu dan kota-kota besar lainnya, termasuk Pokhara, Butwal, dan Birgunj, setelah pemerintah memberlakukan larangan pada platform media sosial utama, dengan alasan pendapatan pajak dan masalah keamanan siber.

Para pengunjuk rasa menuntut diakhirinya korupsi yang melembaga dan favoritisme dalam pemerintahan. Mereka ingin pemerintah lebih akuntabel dan transparan dalam proses pengambilan keputusannya.

Para pengunjuk rasa juga menuntut pencabutan larangan pada platform media sosial, yang mereka lihat sebagai upaya untuk menekan kebebasan berbicara.

Seiring meningkatnya ketegangan, situasi di lapangan dengan cepat memanas. Setidaknya 30 orang tewas dan 1.033 orang terluka dalam bentrokan dengan pasukan keamanan. Jam malam diberlakukan di beberapa kota, termasuk Kathmandu, untuk mengendalikan situasi.

 

 

 

 

 

SUMBER: Republic World

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan