Jumat, 10 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Israel Sudah Habis-habisan, 7 Alasan Mengapa Hamas Masih Kokoh di Gaza

Meskipun Israel menggempur Gaza dengan bom dan invasi darat, , para pejuang Hamas tetap menunjukkan senjata lengkap.

Telegram Brigade Al-Qassam
ANGGOTA BRIGADE AL-QASSAM - Foto ini diambil pada Jumat (15/3/2025) dari publikasi resmi Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) memperlihatkan anggota Brigade Al-Qassam berpatroli dengan kendaraan dan senjatanya selama pertukaran tahanan gelombang ke-6 pada Sabtu (15/2/2025) sebagai bagian dari implementasi perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza, yang membebaskan 3 sandera Israel (Sagui Dekel Chen, Sasha Troufanov, Yair Horn) dengan imbalan 369 tahanan Palestina. 

Israel Sudah Habis-habisan, 7 Alasan Mengapa Hamas Masih Kokoh di Gaza

  • Kelompok Pembebasan Palestina Hamas tetap aktif di Gaza meski Israel sudah melancarkan serangan gencar dalam perang yang telah berlangsung dua tahun. 
  • Hamas tetap kokoh karena beberapa faktor mulai dari taktik gerilya hingga jaringan terowongan.
  • Faktor penyanderaan hingga dukungan dari warga lokal Gaza juga jadi faktor penting Hamas masih berdiri.

 

TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu memutuskan melancarkan serangan besar-besaran ke Gaza dengan niatan yang jelas.

Berdalih menghancurkan dan melucuti senjata Hamas, Netanyahu dan militer Israel (IDF) ingin menguasai Gaza dan mengusir para penduduknya.

Lagi-lagi, serangan habis-habisan IDF ini dengan dalih agar serangan 7 Oktober di Israel pada 2023, tidak terulang di masa depan. 

Namun, memasuki tahun ketiga serangan dan perang yang menyusulnya, Hamas masih menguasai wilayah Palestina tersebut.

Baca juga: Tongkat Musa Al Qassam Lawan Kereta Perang Gideon 2 Israel: Milisi Nekat Panjat Tank Merkava

Kelompok militan yang pernah didukung oleh perdana menteri Israel ini telah berubah menjadi musuh terbesarnya.

Meskipun Israel menggempur Gaza dengan bom dan invasi darat, serta menewaskan beberapa pemimpin utamanya, para pejuang Hamas tetap menunjukkan senjata lengkap dalam pertukaran sandera baru-baru ini.

Mengapa Hamas masih bertahan? Berikut tujuh alasannya, yang dikumpulkan dari komentar para ahli, analisis lembaga pemikir, dan laporan media.

Situasi Terkini Hamas di Lapangan

Sejak serangan 7 Oktober 2023 ke Israel, Hamas memang menderita kerugian besar, kehilangan ribuan pejuang dan pemimpin utamanya seperti Yahya Sinwar dan Ismail Haniyeh.

Namun, Hamas terus beroperasi, merekrut, dan menyebarkan pengaruh di Gaza, bahkan para negosiator utamanya lolos dari serangan udara Israel di Doha, Qatar. 

Meskipun Israel melancarkan operasi militer intensif, termasuk invasi baru-baru ini ke Kota Gaza, Hamas belum sepenuhnya dilucuti senjatanya maupun dikalahkan.

Berikut beberapa kemungkinan penyebab Hamas masih berdiri:

Pemandangan di dalam terowongan yang ditemukan tentara Israel di dekat koridor Philadelphia di sisi Rafah, Jalur Gaza selatan. Israel mengizinkan kunjungan media asing pada Jumat (13/9/2024) di bawah pengawasan militer Israel, untuk melihat terowongan yang diklaim sebagai tempat ditemukannya 6 mayat sandera pada 31 Agustus lalu.
Pemandangan di dalam terowongan yang ditemukan tentara Israel di dekat koridor Philadelphia di sisi Rafah, Jalur Gaza selatan. Israel mengizinkan kunjungan media asing pada Jumat (13/9/2024) di bawah pengawasan militer Israel, untuk melihat terowongan yang diklaim sebagai tempat ditemukannya 6 mayat sandera pada 31 Agustus lalu. (AlHadath)

Alasan 1: Taktik gerilya dan Jaringan Terowongan yang Luas

Israel terlibat dalam apa yang secara militer dikenal sebagai perang asimetris dengan Hamas.

Selama dekade terakhir, Hamas telah membentengi Gaza dengan terowongan bawah tanah.

Terowongan-terowongan ini, diklaim Israel, sering melewati infrastruktur sipil seperti rumah sakit dan sekolah, memungkinkan pergerakan, penyergapan, dan penyimpanan senjata.

Menyerang terowongan-terowongan tersebut secara langsung mengundang kritik global terhadap Israel, mengubah konflik tersebut menjadi perang atrisi perkotaan yang berkepanjangan.

Pasukan Israel harus berulang kali memasuki kembali wilayah-wilayah yang telah dibersihkan, sehingga mempersulit upaya untuk melenyapkan Hamas sekaligus meminimalkan korban sipil demi menghindari pelanggaran hukum internasional.

Alasan 2: Ketahanan dan Struktur Hamas yang Terdesentralisasi

Peleyapan para pemimpin Hamas dan banyak pejuangnya oleh Israel gagal mengurangi kemampuan tempur organisasi pembebasan Palestina itu.

Hamas telah berhasil mengganti para pejuangnya, hampir sama banyaknya dengan jumlah yang hilang, melalui rekrutmen yang konsisten.

Dengan model kepemimpinan yang terdesentralisasi, Hamas mampu menyusun kembali kekuatan di bawah komando tingkat menengah untuk melanjutkan pertempuran bahkan setelah para pemimpinnya terbunuh.

Pemerintahan sipil Hamas juga telah melanjutkan kegiatan di beberapa wilayah, sementara para pejuangnya masih berhasil melancarkan serangan sporadis terhadap pasukan Israel.

Alasan ke-3: Komitmen Ideologis yang Didasari Gagasan Jihad

Kehilangan nyawa demi perjuangan Palestina diterima oleh banyak pejuang Hamas sebagai semangat kepahlawanan, yang diilhami oleh ideologi nasionalis-religius.

Hal ini berbeda dari tentara Israel, yang cenderung menjalankan tugas karena kewajiban, paksaan untuk masuk militer lewat jalu wajib militer dan masuk divisi reserve division.

Banyak pejuang Hamas menolak menyerah atau melucuti senjata dan lebih memilih gugur di medan perang.

Kelompok pembebasan Palestina ini menilai perang melawan Israel sebagai perjuangan  melawan penjajahan.

Hal ini didukung oleh banyak warga Palestina, yang menentang perlucutan senjata Hamas sepenuhnya dan bahkan memuji serangan 7 Oktober.

SAYAP MILITER - Foto file Khaberni yang diambil, Kamis (13/3/2025) yang menunjukkan personel Brigade Al Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas saat berkumpul dalam parade militer. Seorang analis dan penulis Israel, Gideon Levy meyakini kalau Hamas akan tetap eksis terlepas dari niat Israel melancarkan perang lagi di Gaza dengan kekuatan yang lebih besar dari agresi sebelumnya.
SAYAP MILITER - Foto file Khaberni yang diambil, Kamis (13/3/2025) yang menunjukkan personel Brigade Al Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas saat berkumpul dalam parade militer. Seorang analis dan penulis Israel, Gideon Levy meyakini kalau Hamas akan tetap eksis terlepas dari niat Israel melancarkan perang lagi di Gaza dengan kekuatan yang lebih besar dari agresi sebelumnya. (khaberni/tangkap layar)

Alasan ke-4: Hamas Masih Dapat Dukungan dari Warga Palestina

Meski sebagian warga Palestina menyalahkan Hamas atas kehancuran dan bencana kemanusiaan akibat perang di Gaza, sebagian lainnya memandang keberlangsungan Hamas sebagai perlawanan.

Di banyak wilayah Gaza, Hamas masih mendapatkan tingkat penerimaan yang lebih tinggi daripada Otoritas Palestina (PA), organisasi Palestina yang dianggap bekerja sama dengan Israel untuk memerintah Tepi Barat, serta wilayah lain dari calon negara Palestina.

Ketabahan Hamas bahkan memperkuat legitimasinya di kalangan pendukungnya.

Alasan ke-5: Keuntungan dari Menahan Sandera

Penyanderaan pada 7 Oktober telah dimanfaatkan Hamas untuk keunggulan dalam hal bargaining position dalam perang.

Hamas berhasil membebaskan tahanan Palestina dengan imbalan beberapa sandera dan jenazah sandera Israel, dengan perbandingan hampir satu banding tiga.

Hamas masih menyandera sekitar 50 sandera—beberapa tewas, tetapi sebagian besar masih hidup—dan menggunakan mereka sebagai alat tawar-menawar.

Hal ini membatasi opsi militer Israel di tengah kekhawatiran atas keselamatan para sandera, bahkan ketika keluarga mereka terus melakukan protes besar-besaran di Yerusalem.

Alasan 6: Israel Didera Tekanan Internasional

Israel dan para pemimpinnya telah menghadapi tuduhan kejahatan perang, kecaman global, dan bahkan sanksi.

Hal ini membatasi kemampuan Israel untuk bertindak tegas terhadap Hamas.

Meskipun memiliki sekutu juat macam Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump di Washington DC, kendala diplomatik tetap ada.

Sejak perang dimulai, opini internasional telah bergeser dari simpati terhadap Israel menjadi keterkejutan dan kekhawatiran atas situasi kemanusiaan di Gaza.

Israel menghadapi isolasi lebih lanjut karena beberapa negara Barat telah mengakui negara Palestina, yang merupakan kemenangan diplomatik bagi Hamas.

Alasan ke-7: Perpecahan Internal Israel

Bahkan ketika Netanyahu dan kabinet perangnya semakin maju ke Gaza, perpecahan internal di Israel memengaruhi serangan terhadap Hamas.

Kelelahan publik terasa, dengan demonstrasi menentang Netanyahu yang terus berlanjut sejak perang dimulai.

Dengan lebih dari 1.000 tentara tewas dalam konflik tersebut, militer Israel berada dalam tekanan.

Ketidakpuasan terhadap kepemimpinan, yang merupakan pemerintahan minoritas, dan tekanan politik yang saling bertentangan menghambat kejelasan strategis.

Semua faktor ini telah menyebabkan suatu situasi di mana, meskipun korban jiwa tinggi (korban Palestina dilaporkan sedikitnya 24.000, tetapi bisa mencapai 60.000) dan pertempuran berkepanjangan, Israel belum mencapai tujuannya untuk melenyapkan Hamas atau menguasai Gaza.

Meskipun ada harapan terjadinya pertukaran sandera terakhir, gencatan senjata dalam perang tetap menemui jalan buntu karena telah memasuki tahun kedua.

 

 

(oln/wn/*)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved