Konflik Palestina Vs Israel
Hamas Tolak Perwalian Asing di Jalur Gaza: Itu Urusan Internal Palestina
Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) menolak perwalian asing di Jalur Gaza dan mengatur bentuk pemerintahan, sebut itu urusan internal Palestina.
TRIBUNNEWS.COM - Faksi-faksi Palestina, Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), Jihad Islam Palestina (PIJ), dan Front Populer untuk Pembebasan Palestina menolak perwalian apa pun atas Jalur Gaza, menekankan bahwa administrasi Jalur Gaza adalah urusan internal Palestina semata.
Hal itu disampaikan dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan Jumat malam oleh ketiga gerakan tersebut, bertepatan dengan dimulainya gencatan senjata dan penarikan sebagian pasukan pendudukan Israel dari Jalur Gaza.
Ketiga faksi menghargai upaya Qatar, Turki, dan Mesir dalam mencapai kesepakatan.
Faksi-faksi tersebut menyatakan perjanjian tersebut merupakan kegagalan politik dan keamanan dari rencana pendudukan untuk memaksakan pemindahan paksa.
"Pembebasan ratusan tahanan perempuan dan laki-laki kami mencerminkan keteguhan perlawanan dan persatuan posisinya," kata faksi-faksi Palestina dalam pernyataannya, Jumat (10/10/2025).
Faksi-faksi Palestina mendesak negara-negara penengah dan Amerika Serikat (AS) untuk memastikan komitmen pendudukan Israel terhadap perjanjian tersebut.
Mereka juga memuji gerakan global dalam solidaritas dengan rakyat Palestina untuk menolak genosida dan mengadili kejahatan pendudukan Israel.
Selain itu, mereka menyatakan kesiapannya untuk memanfaatkan partisipasi Arab dan internasional dalam rekonstruksi Gaza dengan cara yang bermartabat bagi rakyat Palestina dan menjaga hak-hak mereka atas tanah mereka.
Sebaliknya, ketiga faksi tersebut menolak perwalian asing atas Jalur Gaza.
"Kami menegaskan bahwa penentuan bentuk pemerintahan di Jalur Gaza adalah urusan internal Palestina," bunyi pernyataan itu.
"Kami menegaskan penolakan mutlak kami terhadap perwalian asing apa pun, dan kami menegaskan bahwa penentuan bentuk pemerintahan di Jalur Gaza dan fondasi kerja lembaga-lembaganya adalah urusan internal Palestina yang ditentukan bersama oleh komponen-komponen nasional rakyat kami," jelasnya, lapor Al Jazeera.
Baca juga: Alasan Hamas Ambil Risiko Percayai Trump meski Tak Ada Jaminan Bisa Tarik Pasukan Israel dari Gaza
Ia menyerukan dimulainya proses politik nasional yang bersatu dengan semua kekuatan dan faksi Palestina.
Hamas dan Israel mencapai kesepakatan pada Kamis (9/10/2025) pagi mengenai tahap pertama proposal yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump untuk gencatan senjata dan pertukaran tahanan antara kedua pihak.
Kesepakatan itu tercapai setelah empat hari negosiasi tidak langsung antara kedua pihak di Sharm el-Sheikh, Mesir, dengan partisipasi Turki, Mesir, dan Qatar, dan di bawah pengawasan AS.
Setelah diumumkannya kesepakatan antara Israel dan Hamas, militer Israel mulai menarik pasukannya dari beberapa wilayah di Jalur Gaza pada Jumat.
Pada hari Sabtu, Al Jazeera melaporkan seorang pria lanjut usia tewas karena tembakan tentara Israel di kota Al-Qarara, timur laut Khan Younis.
Sementara itu, warga Palestina yang mengungsi selama serangan Israel, berbondong-bondong kembali ke reruntuhan rumah mereka di berbagai wilayah Jalur Gaza.
Banyak warga Palestina yang berjalan melintasi jalan al-Rashid dari Gaza selatan untuk kembali ke Gaza utara dengan berjalan kaki.
Perjanjian Gencatan Senjata Tahap Pertama
Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata yang dimulai hari Jumat, Hamas memiliki waktu hingga pukul 12.00 waktu setempat pada hari Senin untuk membebaskan semua sandera Israel, termasuk 20 orang yang diyakini masih hidup, dan 28 jenazah sandera.
Israel juga harus membebaskan sekitar 250 tahanan Palestina yang menjalani hukuman seumur hidup di penjara-penjara Israel.
Radio militer Israel melaporkan 100 orang akan dibebaskan ke Tepi Barat dan lima orang ke Yerusalem Timur, serta lebih banyak lagi yang diperkirakan akan dideportasi.
Selain itu, 1.700 warga Palestina dari Jalur Gaza yang telah ditahan juga harus dibebaskan.
Sesuai kesepakatan itu, truk-truk bantuan juga harus diizinkan masuk tanpa batasan ke Jalur Gaza untuk membawa bantuan yang sangat dibutuhkan.
Sekitar 600 truk bantuan diperkirakan akan memasuki Gaza setiap hari mulai hari Jumat.
Namun, rinciannya masih belum jelas dan belum dikonfirmasi apakah ada peningkatan bantuan yang telah sampai kepada warga Palestina di Gaza sejak gencatan senjata dimulai.
Jumlah Korban Serangan Israel
Kementerian Kesehatan Palestina mencatat jumlah korban tewas mencapai 67.211 warga sipil dan 169.961 lainnya terluka sejak Oktober 2023 hingga Jumat.
Dalam 24 jam terakhir, jenazah 17 warga Palestina yang terbunuh dan 71 korban luka telah dirawat di rumah sakit Gaza.
Selain itu, 2.615 warga Palestina tewas dan 19.182 terluka karena serangan Israel saat mereka mencari bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza.
WAFA melaporkan sedikitnya 10.000 orang belum diketahui keberadaannya, diduga tewas tertimbun reruntuhan rumah mereka di seluruh wilayah Jalur Gaza.
Akibat kekurangan makanan, air, dan kebutuhan dasar, sedikitnya 459 orang, termasuk 147 anak-anak, dilaporkan meninggal dunia karena kelaparan.
Israel menyalahkan Hamas atas bencana kemanusiaan dan kehancuran di Jalur Gaza, sebagai akibat Operasi Banjir Al-Aqsa yang dilancarkan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan ratusan warga Israel dan menyebabkan sekitar 250 orang disandera.
Israel memperkirakan ada 48 sandera yang masih ditahan di Gaza, beberapa diyakini meninggal dunia dan jasadnya belum dikembalikan, menurut laporan Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA).
Sejak Oktober 2023, serangan Israel memperburuk situasi di Jalur Gaza yang dikepung.
Agresi Israel juga mengakibatkan pengungsian paksa hampir dua juta orang dari seluruh Jalur Gaza, dengan sebagian besar pengungsi dipaksa masuk ke kota Rafah di selatan yang padat penduduk di dekat perbatasan dengan Mesir – dalam apa yang telah menjadi eksodus massal terbesar Palestina sejak Nakba tahun 1948.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.