Cuaca Ekstrem
Topan Kalmaegi Renggut 117 Korban Jiwa, Filipina Nyatakan Bencana Nasional
Presiden Ferdinand Marcos Jr umumkan keadaan bencana nasional usai Topan Kalmaegi menewaskan 117 orang dan meluluhlantakkan Cebu.
Ringkasan Berita:
- Pemerintah Filipina menetapkan status bencana nasional setelah korban tewas akibat Topan Kalmaegi mencapai 117 orang dan puluhan lainnya hilang.
- Presiden Ferdinand Marcos Jr. mengatakan langkah itu diambil untuk mempercepat bantuan bagi lebih dari 1,9 juta warga terdampak.
- Topan berkekuatan 170 km/jam itu memicu banjir besar di Cebu dan Visayas, merusak infrastruktur, dan menimbulkan kerugian Rp3,3 triliun
TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Filipina resmi menyatakan keadaan bencana nasional setelah korban tewas akibat Topan Kalmaegi menjadi 117 orang, sementara puluhan lainnya masih dinyatakan hilang.
Keputusan diumumkan langsung oleh Presiden Ferdinand Marcos Jr pada Kamis (6/11/2025), usai menghadiri rapat darurat dengan Dewan Manajemen dan Pengurangan Risiko Bencana Nasional (NDRRMC).
Menurut Marcos, status bencana nasional diberlakukan untuk mempercepat penyaluran bantuan, mengakses dana tanggap darurat nasional, dan mempermudah distribusi logistik ke daerah-daerah yang terisolasi.
“Deklarasi ini memungkinkan pemerintah bertindak cepat memberikan bantuan kepada warga terdampak dan memulihkan daerah-daerah yang lumpuh,” ujar Marcos dikutip dari The Guardian.
Cebu dan Visayas Tengah Lumpuh Total
Topan Kalmaegi menghantam Filipina bagian tengah, pada Selasa (4/11/2025).
Bencana ini menerjang dengan membawa angin berkekuatan lebih dari 170 kilometer per jam dan curah hujan ekstrem.
Topan Kalmaegi memicu banjir bandang serta tanah longsor di beberapa wilayah utama, termasuk Cebu, Leyte, Samar, dan Negros Occidental.
Kantor Pertahanan Sipil Filipina melaporkan lebih dari 1,9 juta orang terdampak.
Sementara 560.000 warga mengungsi, termasuk 450.000 orang yang kini berlindung di pusat-pusat evakuasi sementara.
Provinsi Cebu mencatat korban terbanyak dengan lebih dari 70 orang meninggal dunia, sebagian besar akibat tenggelam atau tertimpa reruntuhan bangunan yang roboh.
“Ini adalah banjir terburuk yang pernah kami alami dalam sejarah Cebu,” kata Gubernur Pamela Baricuatro, dikutip dari The New York Times.
Baricuatro menambahkan, kondisi diperparah oleh penambangan liar di hulu sungai dan saluran air yang tersumbat limbah konstruksi, yang menyebabkan air meluap dengan cepat ke permukiman padat penduduk.
Kisah Pilu Korban dan Upaya Penyelamatan
Baca juga: Topan Kalmaegi Tewaskan 114 Orang di Filipina, Kini Mengganas Menuju Vietnam
Ratusan tim penyelamat dari militer dan relawan dikerahkan ke wilayah terdampak, meski akses masih sangat sulit akibat jalan yang tertutup lumpur dan jembatan yang rusak.
Beberapa warga terjebak di atap rumah selama berjam-jam sebelum akhirnya dievakuasi dengan perahu karet.
Seorang warga Cebu, Emma Santillan, menceritakan bahwa keluarganya hanya punya waktu beberapa menit untuk melarikan diri sebelum air bah datang.
“Kami mengungsi malam sebelumnya. Saat hujan turun, air tiba-tiba naik dengan cepat dan menghanyutkan rumah tetangga kami,” katanya kepada The Guardian.
Santillan sebelumnya kehilangan bayi akibat gempa besar yang mengguncang Cebu pada akhir September.
“Belum selesai berduka karena gempa, kini kami kehilangan rumah dan harta benda,” ujarnya lirih.
Helikopter Militer Jatuh, Enam Prajurit Tewas
Militer Filipina juga mengonfirmasi enam prajurit Angkatan Udara tewas setelah helikopter mereka jatuh di provinsi Agusan del Sur saat membawa bantuan kemanusiaan.
“Helikopter mengalami masalah teknis akibat cuaca buruk dan menabrak lereng bukit,” ujar juru bicara militer Kolonel Reynaldo dela Cruz, dikutip dari Reuters.
Insiden tersebut menambah daftar panjang korban tewas dalam operasi penyelamatan yang berlangsung di tengah kondisi cuaca ekstrem.
Badai Baru Mengancam Filipina Utara
Sementara itu, badan meteorologi Filipina (PAGASA) memperingatkan bahwa badai tropis baru bernama Fung-Wong tengah bergerak dari Samudra Pasifik.
Topan Fung-Wong diperkirakan mencapai wilayah utara Filipina pada akhir pekan ini.
“Kami masih dalam masa pemulihan dari Kalmaegi, dan ancaman baru ini bisa memperburuk situasi,” kata direktur PAGASA, Ariel Roxas, kepada NHK World.
Pemerintah daerah diminta memperketat pengawasan di wilayah rawan banjir dan longsor, terutama di Luzon bagian utara.
Kerugian Ekonomi
Kerugian ekonomi akibat Topan Kalmaegi diperkirakan mencapai lebih dari 12 miliar peso Filipina atau sekitar Rp3,3 triliun, mencakup kerusakan infrastruktur, lahan pertanian, dan fasilitas umum.
Bank Dunia dan Uni Eropa telah menyatakan siap menyalurkan bantuan darurat berupa logistik, tenda, dan obat-obatan ke daerah terdampak.
Selain itu, pemerintah Jepang dan Australia juga mengumumkan akan mengirim tim SAR dan pasokan air bersih untuk membantu proses tanggap darurat.
Filipina, Negara Paling Rawan Topan di Dunia
Baca juga: Topan Kalmaegi Tewaskan 85 Orang di Filipina, Vietnam dan Thailand Siaga Jadi Sasaran Berikutnya
Filipina dikenal sebagai salah satu negara paling rawan bencana di dunia dengan lebih dari 20 topan menghantam setiap tahun.
Pada tahun 2013, Topan Super Haiyan (Yolanda) menewaskan lebih dari 6.300 orang dan menyebabkan kerugian ekonomi lebih dari US$ 5,8 miliar.
Ahli klimatologi dari Universitas Filipina, Dr. Mario Monteverde, mengatakan meningkatnya suhu laut dan perubahan pola angin akibat krisis iklim membuat badai di kawasan Pasifik semakin kuat.
“Topan Kalmaegi adalah peringatan nyata bahwa kita menghadapi badai yang lebih intens dan lebih sering di masa depan,” ujarnya kepada DW News.
Presiden Marcos berjanji akan membangun kembali wilayah yang hancur dengan pendekatan “bangun lebih baik dan lebih kuat”.
“Kita tidak hanya akan memulihkan apa yang rusak, tetapi memastikan komunitas menjadi lebih tangguh terhadap bencana,” tegasnya.
Masyarakat internasional pun menyerukan solidaritas untuk membantu Filipina, sementara ribuan keluarga masih berjuang melewati hari-hari tanpa listrik, air bersih, dan tempat tinggal.
Topan Kalmaegi kini bergerak menuju Vietnam bagian tengah, membawa kecepatan angin sekitar 90 mil per jam, namun diperkirakan akan melemah setelah mencapai daratan.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.